Friday, May 16 2025
Berilmu dan Beramal
  • PENGURUS
  • SAMBUTAN KETUA
  • SEJARAH
  • KONTAK
  • LEGALITAS
  • MISI, VISI & LOGO
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE
Berilmu dan Beramal
No Result
View All Result

Aku Rindu Kuala Lumpur

11/11/2019
in CERPEN
A A
ShareTweetSendScan

Cerpen Oleh: Bahren Nurdin

 

Artikel Terkait

CERPEN: SORBAN PERTAMA

29/06/2017

Tak Layu Berganti Musim

21/12/2009

M A Y A tanpa N A M A

19/09/2009

PERANG DALANG BELUM USAI

19/09/2009

= à©à =

Langkah wanita separuh baya itu terhenti seketika di depan pintu kamar yang ia tuju. Tangannya dalam posisi siap mengetuk pintu namun terhenti begitu saja ketika pelan tapi pasti terdengar isak tangis dari dalam. Tidak cukup yakin dengan apa yang ia dengar, ia tempelkan kupingnya ke daun pintu untuk meyakinkan bahwa yang sayup-sayup ia dengar adalah tangis bukan nyanyian atau suara televisi. Ternyata benar ia yakin itu adalah tangis. Tangis si sulung, Nancy Shaliza.  Semakin lama semakin terdengar dan semakin menyesakkan dada. Ada apa gerangan?

”Izaa…”, dipanggilnya halus dan lembut diiringi tiga kali ketukan di daun pintu. Lama tidak terdengar suara dari dalam. Suara tangis tiba-tiba hilang, namun tidak ada sahutan hingga diulanginya lagi beberapa kali dan beberapa ketukan.

”Iya Ma…tunggu sebentar”, suara gadis itu dari dalam sambil berlari menuju kamar mandi.

”Kok lama jawab panggilan mama tadi. Yuk makan, papamu udah nungguin dari tadi tuh di meja makan. Kamu gak lapar?”, wanita itu penuh curiga melangkah ke dalam. Mencari-cari suara tangis yang baru saja menghilang tiba-tiba. Diam-diam ia perhatikan mata dan wajah anak tersayang. Tidak ditemukan sisa-sisa tangis di situ.

”Tak de Ma, Iza belum lapar. Tadi dah makan kat kedai[1]” sahut gadis manis itu dalam Melayu yang kental.

”Dah diisi dah borang semalam[2]?” tanya wanita itu juga dalam bahasa Melayu yang santun. Namun yang ditanya tidak menjawab malahan mengalihkan pandangan ke sebuah map biru yang ada di meja riasnya. Sang mama pun mengerti apa maksud anak gadisnya itu. Ia menuju dokumen itu sambil duduk di kursi hias yang ada di hadapannya. Sekilas ia melihat di cermin pantulan wajah yang ternyata tidak lagi muda. Dulu cermin itu masih sangat bahagia menerima gambar wajahnya yang ayu dan cantik. Kini wajah itu mulai di makan usia, menipis. Tapi cermin itu agaknya beruntung karena tetap tidak kehilangan orang-orang cantik yang ada di hadapannya silih berganti. Dulu seorang Susan Mohd. Khalil, si dosen muda nan rupawan, dan sekarang, Nancy Shaliza yang tak mau kalah cantik dari sang mama. Wanita paruh baya itu membuka map yang berisikan beberapa formulir di dalamnya sembari memperhatikan satu per satu kolom-kolom yang terisi. Kemudian keningnya berkerut, semakin memperjelas kerutan yang ada di mukanya.

”Iza…ini yang kesekian kalinya kamu lupa mengisi tempat kelahiran kamu. Kenapa harus selalu mama ingatkan?. Yang lain sudah terisi semua”, tanya sang mama tanpa melihat puterinya yang duduk di tepi tempat tidur sambil menimang-nimang ponsel.

”Bukan lupa, Ma. Tapi…”

”Tapi kenapa, sayang?”, sambung wanita itu agak curiga. Gadis itu seakan tidak berani melihat mamanya. Kepalanya semakin menunduk. Ia sekuat tenaga menahan air mata. Tapi sang mama ternyata mengetahuinya juga.

”Ada apa, Iza? Mengapa kamu tidak suka menulis tempat lahirmu sendiri dalam formulir apa pun selama ini. Dan…?” kalimat itu menggantung.

”Cukup ma…! Asal Mama tahu, ini kesalahan sejarah. Dan Iza benci menuliskannya” sambung gadis itu setengah berteriak dan semakin tidak terkontrol. Tidak ada air mata tapi Iza mulai terisak.

Wanita di hadapannya pun mulai kebingungan. Mengapa masalah menuliskan tempat lahir saja membuat anak sulung itu menangis sedemikian rupa. Apa yang salah dengan tempat lahirnya? Ia berdiri dan mendekat hendak memeluk sang buah hati. Namun belum sempat ia lakukan, Iza telah terlebih dahulu beranjak menuju jendela yang masih terbuka. Magrib sudah berlalu dibawa malam.

Iza berdiri menghadap jendela menembus hitam malam yang sedikit diterangi rembulan. Matanya nanar menatap entah apa yang ia tatap. Air matanya mulai ia hapus dari pipi halusnya. Wajahnya nan jelita seakan tak terima ada air mata di sana. Lambat ia lanjut bicara.

”Iza benci menulis nama itu. Iza benci! Itu kesalahan Mama. Kesalahan sejarah, Ma” ucapnya tanpa melihat sang ibu yang sekarang duduk di pinggir tempat tidur empuk itu.

”Apa yang salah dengan menuliskan ”Kuala Lumpur?” Mengapa kau membenci Kuala Lumpur? Bukankah ini negerimu sendiri?” tanya sang mama tak mengerti

”Mengapa Kuala Lumpur? Tidak London?” tanya Iza berbalik

“Apa?”

“Ya, Iza benci Kuala Lumpur. Iza sedih jika harus menuliskannya di setiap formulir. Karena Iza tahu seharusnya Iza punya kesempatan untuk menulis “London” di formulir itu.” jawabnya masih melihat jauh keluar sana seolah-olah ia ingin terbang menuju kota impiannya itu, London.

“Apa maksudmu?” mamanya semakin tak mengerti

”Andai saja mama dan papa mau membuatkan sejarah manis hidup Iza yang membanggakan dan sedikit mau berkorban, Mama tidak akan pulang waktu umur kandungan Mama lima bulan. Mama akan melahirkan aku di kota London. Bukankah Mama yang sering bercerita betapa indahnya kota itu. Betapa besar dan menawan. Betapa orang-orang di sana gagah dan cantik. Kehidupan mewah dan megah. Tapi mengapa Mama tidak mau melahirkan aku di sana. Mengapa harus Kuala Lumpur. Mengapa Ma..?”

Wanita yang mulai menua itu mulai mengetahui letak persoalan sang puteri. Ia kemudian tersenyum, sedikit getir. Dia pun mulai memutar balik sejarah hidupnya. Bak me-replay rekaman video, semua perjalanan hidup itu tampil kembali. Lima tahun hidup di negara Pangeran Charles itu untuk menuntut ilmu ditemai suami tercinta. Namun pada saat lima bulan mengandung anak pertama ia memutuskan untuk kembali ke tanah air tercinta Malaysia.

”Iza, sayang…” sang ibu menuju anak gadisnya yang masih saja mematung di depan jendela. Sambil mengusap rambut panjang sang anak.

”apa bedanya? Di Kuala Lumpur atau di London kau terlahir, tetap saja dirimu kan? Apa jika kau lahir di London membuat badanmu lebih besar dari sekarang? Sama saja, nak.”

”Tidak ma. Pasti berbeda. Kalo Iza lahir di London mungkin orang-orang tidak akan memanggilku Iza, tapi Nancy…”

”Apa bedanya? Apalah arti sebuah nama? Apa pun namamu kau tidak bisa merubah dirimu. Aku masih tetap Mama mu. Prof. Dr. Nazlim Jalaluddin Abd. Halim adalah papamu. Di manapun kau dilahirkan, siapa pun namamu, apapun kau dipanggil”. Jelas wanita itu sambil menarik nafas panjang.

”kau harus bangga dengan negerimu sendiri, nak. Kau harus bangga dengan Kuala Lumpur-mu. Untuk apa kau harus bangga dengan London, tempat tinggal orang-orang yang telah menjajah datuk-datuk mu.” lanjutnya.

”aku tak peduli, Ma. Aku hanya ingin orang lain salut dan menghormatiku ketika membaca tempat lahirku, ”London”. Mereka akan menganggap aku hebat karena aku dilahirkan di luar negeri. Orang-orang juga akan bertanya tentang mama dan papa. Mereka akan tau kalau mama dan papa itu orang hebat punya anak yang dilahirkan di luar negeri, apalagi kota London. Iza inginkan itu ma” sambil memeluk mamanya.

”Iza…, sudah puluhan tahun Mama belajar dan mengajar tantang penjajah dan penjajahan. Tidak ada yang dapat kita banggakan dari negeri penjajah itu, nak. Penjajah tetaplah penjajah seberapa baiknya mereka sekarang terhadap kita yang pernah dijajahnya. Hati penjajah sampai kapan pun tetap busuk.  Tidak ada sama sekali yang dapat kita banggakan dari mereka…” jawabnya lembut tapi penuh sinis yang membara.

”Tapi mama sendiri belajar ke sana dan bangga ngoceh dalam Bahasa Inggris. Apakah itu tidak bagian dari kebanggan Mama?” anak gadis itu nampaknya mulai membuka mata. Yah, dia tahun ini akan masuk universitas walau baru hendak mengisi formulir pendaftaran.

Mendapat jawaban itu membuat orang tua itu seakan tersentak sadar, anaknya sekarang tidak lagi anak kecil. Ia sudah pandai membuka mata untuk melihat dunia selain negerinya. Ia mulai dipengaruhi segala macam media yang menyuguhkan keunggulan negara Barat dan Eropa. Negara yang dulu tempat ia menempa ilmu. Walau dengan itu  pula membuat ia sangat membenci negera-negara penjajah itu. Dengan ilmu yang ia dapat, ia jadi tahu betapa kejam para penjajah. Dengan ilmu itu ia tahu para penjajah telah banyak merampas negerinya, merampas sejarah, merampas kebenaran. Para pahlawannya disebut kriminal. Para pejuang kemerdekaan mereka sebut penjahat. Hanya penjajah yang mampu membolak balikkan fakta. Menjungkir balikkan kenyataan.

”iya, Mama belajar di sana. Justru karena Mama belajar di sana makanya Mama tahu. Mama tahu mereka itu semua jahat dan penghianat. Anakku, banggalah dengan negeri ini. Jujur Mama katakan, waktu seumurmu Mama pernah bangga dengan negara-negara itu. Tapi tidak sekarang. Mama tidak pernah bangga dengan New York, London, Paris, Amsterdam, dan sebagainya. Mama bangga memiliki Kuala Lumpur, Jakarta, Bandar Sribegawan, Bangkok, dan negara-negara serumpun lainnya. Mama tidak ingin kesalahan Mama terulang lagi pada anak Mama. Itu janji Mama”

”kesalahan apa, ma?”

”Bangga kepada negeri yang telah menjajah nenek moyang kita adalah sebuah kesalahan. Kesalahan besar”

”tapi Iza gak peduli. Bukankah mereka memang lebih hebat dari kita. Dari negara kita, negara-negara asia? Coba Mama tonton tivi, lihat di internet, baca di koran. Semua bicara kehebatan mereka.”

”Siapa yang bilang mereka lebih hebat? Bohong. Semua itu bohong, sayang. Jika memang mereka lebih hebat dan memiliki segalanya, mengapa mereka datang ke bumi nusantara ini untuk meminta rempah-rempah. Mengapa mereka membawa harta kekayaan nenek moyang kita. Mengapa mereka merampas minyak di Timur Tengah. Itu bukti mereka tidak punya apa-apa. Kita yang memiliki apa-apa. Kesalahan bangsa kita, Bangsa Terjajah cuma satu yaitu terlalu jujur dan baik hati. Sementara mereka terlalu jahat dan penghianat.”

”Tapi itu kan dulu, ma? Zaman penjajahan. Sekarang kita kan sudah merdeka” sela gadis itu

”Dulu dan sekarang penjajahan itu tetap ada, sayang. Keinginanmu menuliskan ”London” di dalam formulir itu juga bentuk penjajahan. Penjajahan pemikiran. Pemikiranmu, seperti dulu juga mama waktu muda, yang dijajah mereka. Yang muda memang lebih mudah dijajah. Mereka buat negera mereka eksotik di dalam setiap kepala kita. Padahal sebenarnya omong kosong”

”tapi…”

”Oke,..” potong wanita itu. ”Mama akan tunjukkan semua kenenaran itu. Mumpung masih libur sambil menunggu panggilan dari universitas, Mama akan ajak kamu keliling eropa. Kamu boleh saksikan sendiri dengan matamu.”

”Apa..? keliling Eropa? Gak salah ni ma?” Gadis itu seakan meloncat-loncat kegirangan mendengar tawaran Mamanya.

”Upss..tapi dengan satu syarat.”

”apa pun syaratnya, akan Iza penuhi ma. Bantu Mama masak satu bulan juga mau” sambungnya ceria.

”Oke, syaratnya cuma satu, kita harus mengunjungi setiap musium. Mama akan tunjukkan isi musium itu adalah harta benda kekayaan nenek moyangmu. Setuju?”

”Siap boss.” jawabnya sambil mencium pipi mamanya kuat kuat. ”I love you, Mom.” sambil melompat-lompat di atas tempat tidurnya kegirangan. Mimpinya akan segera tertunaikan. Mimpi mengunjungi negara-negara hebat sebagaimana tertanam di dalam benaknya selama ini. Mimpi yang belum tentu mimpi.

Melihat anaknya kegirangan, wanita itupun melangkah meninggalkan kamar itu.

”ups… isi tempat lahirmu di formulir itu dan besok langsung antar ke bagian pendaftaran mahasiswa. Ok. Mama tidak mau lagi melihat bagian itu kosong.” kata sang Mama sambil melangkah meninggalkan kamar itu. Ada keyakinan yang kuat dalam hatinya. Anak-anak negeri ini hanya belum mengerti saja betapa hebatnya negeri ini dari berbagai hal. Sangat yakin, suatu saat nanti anak-anak bangsa Melayu ini akan berkata dengan bangga ’Aku rindu Kuala Lumpur’”. #bhn#.

[1] Bahasa Melayu “Belum, Ma. Iza belum lapar. Tadi makan di rumah makan”

[2] “Sudah diisi formulir kemaren?”

 

Next Post

Nyali HBA dan Pergantian "Dinasti"

Mafia Pengobatan di RSUD Raden Mataher

KARENA MISKIN AKU HARUS SEKOLAH” Motivasi dan Perjuangan Laskar Pelangi"

Discussion about this post

About Me

Horrison Rose

Passionate Blogger

Hello & welcome to my blog! My name is Mocha Rose and I'm a 20-year-old independent blogger with a passion for sharing about fashion and lifestyle.

Instagram

    Please install/update and activate JNews Instagram plugin.

Popular

Jambi kehilangan Tokoh Kharismatik.

1 year ago

IDUL FITRI: Kembali Menyatu Pasca Pemilu

1 year ago

HARI GINI MASIH ABS?: BANGUNLAH ‘SUPER TEAM’

1 year ago

Tanggapan Pers:

1 year ago
Berilmu dan Beramal

© 2019 Yaqin - Komplek Bahri Makmur Blok J, No 6, RT 22/03, Jaluko – Muaro Jambi – Jambi – Indonesia. Kode Pos 36361. Developed by Ara.

  • Disclaimer
  • Kontak
  • Legalitas
  • Misi, Misi & Logo
  • Pedoman
  • Pengurus
  • Sambutan Ketua
  • Sejarah

Ikuti Kami

No Result
View All Result
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE