Tolong sebutkan satu bagian rumah yang masih disebut ruang privasi. Masih ada? Saya tidak yakin. Mari sebutkan beberapa. Kamar tidur. Masihkah ruangan ini sebagai tempat privasi? Oh tidak. Lihat saja, dari acara tv sampai media sosial menjelajah kamar tidur. Kamera telah menelanjangi ruangan ini.
Dapur? Dulu dapur selalu menjadi ‘rahasia perusahaan’. Hanya orang-orang tertentu yang tahu isi dapur. Tidak ada yang tahu apa yang dimasak dan dimakan. Hari ini? Selesai masak langsung dihidangkan di media sosial. Semua ‘ikut makan’.
Kamar mandi? Coba aja telusuri dan perhatikan baik-baik. Jutaan toilet yang ada di rumah diumbar ke berbagai media sosial, baik yang disengaja maupun tidak. Semua telah ‘telanjang’.
Apa yang salah? Tidak ada yang salah. Dan artikel ini tidak untuk menyalahkan. Saya hanya ingin menyampaikan saja bahwa ternyata kita telah hidup di zaman ‘telanjang’. Batas-batas privasi dan pribadi telah mejadi milik bersama. Budaya yang telah banyak bergeser seiring dengan perkembangan zaman. Era millenial yang bergulat dengan tekhnologi dan informasi.
Akan menjadi persoalan ketika budaya keterbuakaan seperti ini dibenturkan dengan nilai. Mungkin akan mengejutkan ketika melihat begitu banyak hal telah dilanggar dalam keseharian. Dulu pasti marah sekali ketika ada orang yang melanggar hak-hak privasi seperti masuk kamar tanpa izin, nyelonong ke dapur, dan seterusnya.
Zaman media sosial saat ini, bukan dilanggar oleh orang, tapi ‘aib’ dibuka sendiri. Telanjang!
Pertanyaannya, masih butuhkah ruang privasi itu? Di sinilah berdirinya nilai. Secara sederhana, Prof. Notonegoro pernah menyampaikan bahwa di dalam diri manusia itu ada yang namanya nilai kerohanian. Nilai ini jika dirinci lagi akan terdapat-beberapa turunannya seperti nilai kebenaran, keindahan, moral dan religius.
Rasanya tidak berlebihan jika nilai-nilai ini digunakan untuk mengukur ‘ketertelanjangan’ yang ada saat ini. Sudah seberapa jauh niali-nilai ini diabaikan bila dilihat dari aspek keterbukaan diri kepada publik.
Kebenaran. Ada pelanggaran nilai di sini? Lihat saja seberapa persen kebenaran setiap informasi yang tunjukkan? Hal kecil saja; foto. Apakah foto diri yang diupload adalah yang asli? Berbagai aplikasi digunakan hanya untuk membuat foto-foto tampak lebih cantik atau lebih ganteng. Kebenaran yang dilanggar.
Bagaimana nilai moral? Saya tidak ingin terlalu jauh. Perhatikan saja, sopan santun, pantas tidak pantas, atau layak tidak layak seakan sudah dilupakan. Hal-hal ini agaknya sudah benar-benar tersingkir. Begitu banyak foto dan video yang dipertontonkan tampa pertimbangan ini.
Tatakrama pergaulan tanpa batas diumbar sedemikian rupa. Contoh, ada seorang publik figur (katakanlah seorang pengercara kondang) yang ‘hobi’ memberikan pertanyaan-pertanyaan pribadi (sekitar seksualitas) kepada perempuan di depan kamera. Entah nilai apa yang ingin diberikan. Yang jelas youtube-nya ditonton banyak orang.
Nilai religius? Adakah nilai agama yang terlanggar dengan mengumbar privasi ke depan umum? Allah saja menutup aib hambanya. Lah, hambanya sendiri kini jor-joran ‘buka baju’ sendiri. Jelas sekali niali-nilai ini telah diabaikan begitu jauh.
Akhirnya, ternyata ini zaman ‘telanjang’. Semua dibuka ke publik. Sekat-sekat privasi telah roboh. Di tengah eforia kebebasan itu pula ternyata ada nilai-nilai yang terabaikan. Nilai-niali yang seharusnya menjaga diri dan peradaban manusia itu sendiri. Yang rugi siapa? Ketika ‘benteng’ telah dibuka, musuh akan masuk dari semua penjuru. Jangan salahkan siapa pun jika harga diri ‘dicolong’ karena ia memang sudah tidak dilindungi!
Discussion about this post