Ini kabupaten impian. Kemajuan dan kesejahteraan benar-benar dirasakan di daerah ini. Ini salah satu bukti nyata kerja keras dan ketulusan seorang pemimpin untuk rakyatnya. Rakyat makmur dan sejahtera.
Pemerintahan yang sukses bukan berarti tanpa halangan dan rintangan. Justeru lebih banyak. Jika seorang pemimpin hanya menjadi ‘safety player’, yakinlah tidak akan ada kemajuan yang signifikans. Pemerintahan hanya akan dijalankan dengan seremonial. Potong pita sana sini. Beres!
Lihat saja kabupaten ini yang telah melewati berbagai badai perlawanan. Tantangan besar di awal pemerintahan ini adalah dihadapkan dengan tarik-menarik kepentingan antara legislatif dan eksekutif. Perda yang dirancang nyaris masuk tong sampah. Tidak semua anggota dewan setuju dengan perda yang dirancang. Persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi perdebatan panjang seakan tak ada ujung. Tapi, dengan kerja keras dan kecerdasan pemimpinnya, semua terwujud. “Ini semua untuk menjaga rakyat dari segala kemungkaran dan kemaksiatan. Kita butuh payung hukum!”
Pro dan kontra itu tentu hal yang amat sangat biasa dalam sebuah sistem pemerintahan. Tapi kata kuncinya kembali pada karakter pemimpinnya. Jika pemimpin memiliki karakter yang kuat dalam mengambil keputusan dan kebijakan, maka rakyat pun akan patuh dan mengikutinya.
Begitu juga dalam menghadapi masyarakat yang masih saja keberatan terhadap penutupan tempat-tempat berkembangnya penyakit masyarakat. Selama hampir dua tahun pemerintahan ini berjibaku membumihanguskan tempat-tempat maksiat di daerah itu. Tidak ada lagi kedai karoke, warung remang-remang (lokalisasi terselubung), bar, adu ayam, togel, judi dan lain sebagainya. Bersih!
Suatu ketika Sang Bupati berpidato panjang lebar. “Mari bersama-sama menumpas segala bentuk kemaksiatan yang ada. Itu bukan berarti saya dan pemerintah sedang mengurusi moral kalian. Sama sekali tidak. Saya tidak sedang mengurusi surga dan neraka kalian. Itu urasan anda dengan Tuhan anda. Tapi ingat, Rasulullah pernah bersabda “Bila perbuatan-perbuatan maksiat di tengah ummatku telah nyata, maka Allah akan menimpakan azab-Nya kepada mereka secara merata”. Saya percaya itu. Catat baik-baik! Bukan hanya kalian para pelaku maksiat yang akan diazab Allah, tapi siapa saja di kabupaten ini.
Saya tidak ingin itu terjadi. Sekali lagi, urusan iman dan moral adalah urusan pribadi anda sendiri. Tapi urusan menyelamatkan ummat dan daerah ini dari azab Allah adalah usaha saya dan kita semua. Mohon fahami itu baik-baik!”
Awal-awal, banyak yang meragukan langkah ini. Tidak populis dan melawan kehendak orang banyak. Tapi kajian dan langkah-langkah yang diambil matang. Hasil survey ternyata lebih banyak masyarakat yang senang jika tempat-tempat maksiat itu dibasmi. Maka yang tidak setuju hanya segelintir orang yang menamakan diri mereka preman.
Ini negara hukum. Semua harus tunduk dan patuh pada hukum yang berlaku. Tidak terlalu lama untuk membuat preman-preman itu memilih jalan ‘lurus’ ketimbang menikmati ‘hotel prodeo’. Tidak sedikit pula dari mereka yang merubah diri menjadi jamaah subuh di mesjid. Mereka insyaf dan taubat. Selama ini ternyata mereka hanya tidak diberi pilihan yang lebih baik sehingga mengambil jalan yang buruk.
Memang begitulah adanya. Kemaksiatan itu dilawan bukan untuk kepentingan satu orang. Atau, untuk memusuhi sekelompok orang. Tidak. Kemaksiatan di muka bumi harus dibasmi justeru untuk menyelamatkan semua orang. Pemahaman ini yang kadang luput.
Akhirnya, pemahaman harus dicapai bersama. Harus ada satu bahasa bahwa kemasiatan itu lawan berasama dan itu harus dimulai dari para pemimpin dan para pengambil kebijkan yang ada. Ingat pepatah Cina, ‘ikan itu busuk dari kepalanya’. Lawan..!
Ups…masih ada yang bertanya, kabupatennya di mana? (#dream)
Discussion about this post