Oleh: Bahren Nurdin, MA
Pada tanggal 21 Juli 2017 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah melakukan Rapat Paripuna dan akhirnya menyetujui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Maka pada tanggal 15 Agustus 2017 Presiden RI Joko Widodo pun secara resmi mengesahkan UU yang terdiri dari 573 pasal, penjelasan, dan 4 lampiran ini. Berlaku!
Undang-undang ini kemudian menjadi pijakan utama dalam melaksanakan Pemilu tahun 2019 mendatang. Turunannya kemudian dijabarkan dengan rinci oleh Komisi Pemilihan Umum dengan mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2017. PKPU ini telah dengan detail menyusun tahapan demi tahapan yang harus dilalui.
Menarik untuk dicermati adalah persyaratan partai politik (parpol) peserta pemilu. Menurut UU ini, peserta Pemilu untuk pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten / Kota adalah partai politik yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Catat, telah lulus verifikasi!
Ada sederet persyaratan yang harus dipenuhi partai politik untuk dapat menjadi peserta pemilu, diantaranya setelah memenuhi persyaratan: a. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik; b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan seterusnya.
Pertanyaannya sederhana, apakah parpol-parpol peserta pemilu tahun 2014 lalu (partai lama) masih memenuhi persyaratan undang-undang tersebut sehingga tidak perlu di lakukan verifikasi ulang?
Pertanyaannya sederhana, tapi jawabannya tidak cukup dengan ‘yes’or ‘no’! Begini, secara alamiah, semua mengalami perubahan. Tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Detik per detik perubahan pasti terjadi. Dalam konteks ini, apa yang pada tahun 2014 lalu telah ditetapkan, hingga hari ini pasti telah mengalami berbagai perubahan.
Kasat mata misalnya, apakah jumlah provinsi di Indonesia masih sama tahun 2014 dengan sekarang? Telah terjadi penambahan dari 33, saat ini telah ditambah oleh Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) hingga menjadi 34 provinsi. Jika undang-undang mengamanatkan bahwa parpol peserta pemilu harus ‘memiliki kepengurusan di seluruh Provinsi’, apakah parpol lama sudah punya di provinsi yang baru tersebut? Verify it!
Itu adalah kasat mata yang masih menyangkut perubahan geografis dan demografis. Belum lagi berbicara perubahan administratif. Bagaimana dengan kepengurusan di kabupaten kota (75%) dan kepengurusan di kecamatan (50%)? Yakin selama lima tahun terakhir kepengurusan ini masih ada dan tidak berubah? Saya kurang yakin. Lihat saja fakta-fakta yang ada di lapangan. Apa yang sering terjadi adalah pengangkatan pengurus dan penempatan kantor administrasi partai di setiap tingkatan (terutama di tingkat kabupaten dan kecamatan) sering ‘asal ada’. Ya, kan?
Untuk kantor misalnya, cukup dengan memasang merek kantor di bangunan (rumah atau ruko) yang disewa beberapa bulan sebelum dan sesudah verifikasi. Setelahnya, merek itu pun ‘dibawa’ angin entah kemana bersamaan dengan pengurus pun yang ‘menghilang’. Yang tersisa tinggal SK tanpa raga. Dan, banyak lagi!
Intinya, seharusnyalah semua partai politik peserta pemilu harus diverifikasi factual, baik lama maupun baru. Memang akan menguras tenaga dan waktu para penyelenggara pemilu, tapi kita kan semua sepakat bahwa pemilu itu harus memenuhi prinsip: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. berkepastian hukum; e. tertib; f. terbuka; g. proporsional; h. profesional; i. akuntabel; j. efektif; dan k. efisien. Untuk mencapi itu, ya harus bersakit-sakit, Hehe… #BNODOC260182017
*Akademisi UIN STS dan Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi [KOPIPEDE] Provinsi Jambi
Discussion about this post