Oleh: Bahren Nurdin, MA
Beberapa tahun silam saya menulis sebuah artikel dengan judul “Dimulai Dari Guru”. Saya ingin menegaskan bahwa salah satu cara terbaik untuk memperbaiki curat marut persoalan bangsa ini dimulai dari memperbaiki kualitas guru. Sekali lagi, salah satu. Artinya, masih banyak ‘salah’ lainnya. Namun keberadaan guru menjadi sangat berarti karena dia adalah ‘cetakan’ pembentuk kualitas generasi bangsa ini. Guru berkualitas, bangsa cerdas.
Saya memakai analogi membuat kue. Guru itu cetakan. Bagaimanapun mahirnya membuat kue, jika cetakannya rusak, maka rusaklah hasil kuenya. Maka usaha untuk mendapatkan kue yang bagus terlebih dahulu harus menyediakan cetakan yang baik. Begitu juga dengan ‘rasanya’. Kue yang enak harus diramu dari bahan-bahan berkualitas dan cara meraciknya yang pas.
Jika analogi ini dipasangkan kepada guru, maka guru kita harus memiliki performa dan kompentsi. Performa artinya memiliki penampilan dan kredibilitas luaran yang baik, dan kompetensi menyangkut kemampuan keilmuan yang dimiliki dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Ini juga dimaknai bahwa guru harus tampil maksimal lahir dan batin sehingga mampu digugu dan ditiru (guru). Mereka harus mampu menjadi role model bagi generasi bangsa ini.
Ujian Kompetensi Guru (UKG) adalah salah satu mekanisme yang dibuat pemerintah untuk menjaring guru-guru yang berkualitas. Ujian ini harus dimaknai sebagai cara pemerintah untuk mendorong para guru meningkatkan kualitas dirinya dari berbagai aspek sehingga betul-betul mampu mendongkrak kemampuan yang dimiliki. Pemerintah kemudian menetapkan angka standar kelulusan (passing grade) bagi guru seluruh Indonesia. Angka yang ditetapkan adalah 80. Siapa yang tidak mencapai angka tersebut maka dianggap belum memiliki kompetensi.
Ada yang menarik perhatian kita semua melihat hasil capaian guru pada UKG tahun 2016. Ternyata guru seluruh Indonesia masih jauh dari pencapaian maksimal. Secara nasional nilai rata-rata yang baru berhasil diperoleh 56,69. Di tingkat nasional, Provinsi Jambi menempati peringkat ke 22 dengan nilai rata-rata 52,25. Mengerucut di tingkat Provinsi, dari 527 peserta yang ikut ujian, ternyata sebanyak 330 orang tidak lulus dan harus mengulang. Hanya 190 orang yang kemudian berhak mendapatkan sertifikat pendidik dan diberi bonus bulanan berupa tunjuangan sertifikasi guru (TPG) (Jambi Ekspres, 31/03/2017).
Jika dilihat capaian ini, angkanya memang masih rendah. Data ini juga dapat diartikan guru-guru di Provinsi Jambi masih bayak yang belum memenuhi kompetensi yang diharapkan. Maka saya sangat menyayangkan salah seorang pengamat pendidikan Jambi, Prof. Damris Muhammad, M.Sc., Ph.D yang menyatakan bahwa passing grade harus diturunkan untuk memperbanyak angka kelulusan bagi guru. “saya khawatir, jika passing grade tetap pada ankga 80 akan sangat susah bagi guru-gru di Provinsi Jambi memenuhi hal tersebut, sehingga perlu ditinjau kembali passing grade itu” (Jambi Ekspres, 31/3/2017).
Saya rasa cara berpikirnya yang harus ‘ditinjau’ kembali. Maksud saya, seharusnya kita sama-sama berpikir bahwa bukan nilai passing grade-nya yang harus di turunkan, tapi kemampuan dan kompetensi guru yang harus ditingkatkan untuk mencapai angka tersebut. Kita tidak boleh lupa bahwa tujuan ditetapkannya angka tersebut untuk mendorong peningkatan kualitas guru bukan untuk lomba siapa yang banyak lulus. UKG ini juga harus dijadikan data bagi Diknas Provinsi Jambi untuk mengambil langkah-langkah pembenahan kualitas guru.
Jika UKG ini hanya dijadikan ‘pencitraan’ antar provinsi, saya rasa merupakan pemikiran yang ‘sesat’. Hanya karena tidak ingin dianggap provinsi yang memiliki sedikit guru yang lulus UKG, lalu meminta pemerintah pusat untuk menurunkan angka passing grade. Mari bersama-sama berpikiran positif atas ini. Begitu juga Bapak dan Ibu guru, mari kita terus membenahi diri dengan selalu meningkatkan kompetensi diri sehingga menjadi guru yang professional.
Akhirnya, UKG adalah salah satu jalan menuju guru yang professional. Bukan passing grade-nya yang harus diturunkan, tapi melakukan segala upaya untuk meng-upgrading profesionalitas guru kita. Jangan pula ‘buruk muka, cermin dibelah’.
#BNODOC900142017
*Akademisi dan Praktisi Hypno-Teaching Jambi.
Discussion about this post