Oleh: Bahren Nurdin, MA
Setelah melewati waktu yang lama dengan beberapa periode kepemimpinan juga menghadapi berbagai tantangan, akhirnya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi resmi berubah status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) STS Jambi setelah Presiden RI mengeluarkan Peraturan Presiden No 37 Tahun 2017. Rasa syukur pun telah dipanjatkan kepada Allah dengan menggelar tasyakuran bersama elemen masyarakat Jambi yang langsung dihadiri oleh Gubernur Jambi. Itu artinya, ‘akad nikah’ dan ‘resepsi’ sudah dilaksanakan. Selamat menempuh hidup baru!
What’s next? Ini pertanyaan singkat yang tidak bisa dijawab dengan singkat. Civitas akademika UIN tentunya tidak bisa berlama-lama dalam euphoria suka cita atas tercapainya peralihan ini. Jangan pula terlalu lama ‘berbulan madu’. Resepsi tasyakuran yang baru saja digelar (24/5/2017) dengan meriah, rasanya sudah cukup sebagai puncak suka cita itu. Saatnya kembali ke meja masing-masing menyelesaikan tugas-tugas yang sudah menunggu.
Peralihan status ini harus dipahami oleh semua insan UIN bahwa di samping membawa kebahagiaan dan harapan, juga menawarkan tantangan yang tidak ringan. Ada segudang pekerjaan berat yang siap menghadang. Pembangunan dan pembenahan di berbagai lini sudah harus dikerjakan dengan serius. Paling tidak ada dua bagian besar pembangunan dan pembenahan yang harus dilakukan; pembangunan fisik dan non fisik.
Untuk pembangunan fisik, dari apa yang disampaikan oleh Rektor pada perhelatan tasyakuran tersebut, bahwa Islamic Development Bank (IDB) telah menyediakan diri untuk mengulurkan tangan membantu pembangunan UIN STS Jambi. Pembangunan fisik diperkirakan akan dimulakan pada awal 2018 dan jika tidak ada aral melintang pada akhir 2019 sudah dapat terselesaikan. Gedung baru, wajah baru! Hal ini tentu sangat menggembirakan. Berkaca kepada beberapa UIN yang telah mendapat bantuan serupa, IDB mamang sangat serius membangun berbagai fasilitas kampus di negeri ini.
Jika pembangunan fisik sudah segera terealisasikan dengan kucuran dana dari IDB, maka pembangunan non fisik juga tidak kalah pentingnya dipersiapkan. Pembentukan fakultas baru dengan membuka program-program studi baru adalah pekerjaan berat yang telah menanti di depan mata. Pemikiran dan tenaga banyak orang sangat dibutuhkan. Belum lagi, jurusan-jurusan sudah ada tetap harus dijaga akreditasinya. Jangan sampai sibuk membuka jurusan baru, jurusan yang telah eksis malah terabaikan dan mendapat nilai akreditasi rendah.
Jikalah semua rencana berjalan sebagaimana mestinya, harapan menemui kehendaknya, itu artinya pembangunan fisik dan non fisik ini dapat diselesaikan hingga akhir 2019. Di awal 2020 akan menjadi starting point untuk ‘lepas landas’, terbang mengudara. Begitukah?
Semestinya begitu. Untuk mencapai itu semua sekaligus mewujudkan impian besarnya sebagai ‘Islamic Entrepreneurship University’ yang saat ini digadang-gadang, UIN STS paling tidak memiliki waktu lebih kurang dua tahun untuk menyiapkan segala sesuatunya. Waktu dua tahun ini bisa menjadi waktu yang panjang jika semuanya berjibaku bersama-sama bahu membahu mengejar mimpi itu. Namun boleh jadi, waktu ini terlalu singkat jika dihabiskan untuk hal-hal yang ‘tidak penting’. Harap-harap cemas.
Jangan khawatir, di institusi ini telah pula berkumpul orang-orang hebat pakar majanemen. Dapat dipastikan pula mereka sudah memahami teori dasar proses manajemen yang ditawarkan Alec MacKanzie (1969) yaitu ideas (gagasan), things (barang) dan people (orang). Pun sudah dikupas tuntas pada sesi Orasi Ilmiah pada acara tasyakuran tersebut. Tiga hal ini memang seyogyanyalah menjadi titik berat perhatian para pengambil kebijakan di kampus ini. Laksanakan!
Jika boleh memilih dan memilah, mana yang paling ‘mendesak’ untuk diperhatikan? People! Betul, pembangunan sumber daya manusia dan menyatukan semangat untuk maju merupakan tantangan tersendiri di institusi ini. Tidak hanya persoalan peningkatan strata pendidikan (S1, S2, S3, atau guru besar), tapi lebih kepada mindset dan orientasi. Belajar dari pengalaman selama ini, menyatukan visi dan kehendak bersama masih diperlukan kerja keras. Menghilangkan blok-blok politik kampus, menghindari perpecahan antar suku (primordialisme), dan membumihanguskan praktek-praktek KKN masih sangat memerlukan tenaga yang besar.
Akhirnya, seperti apa UIN STS pada tahun 2020? Akankah institusi pendidikan Islam tertua di Provinsi Jambi ini ‘lepas landas’ dan terbang tinggi bersama saudara-saudaranya di seluruh Indonesia? Tentu jawaban itu dikembalikan kepada para pemangku kebijakan dan seluruh civitas akademika UIN STS sendiri. Penyatuan kehendak (mindset), pengelolaan dan manajemen yang baik, kerja keras juga semangat juang yang tinggi adalah partikel-pertikel energi yang perlu disatukan untuk mencapai keinginan bersama. Inilah tantangan juga harapan kita semua! Harap-harap cemas. #BNODOC14425052017
*Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi
Discussion about this post