Artikel ini agaknya menjadi tulisan terakhir di tahun 2020 ini. Besok sudah tahun 2021. Selamat Tahun Baru. Berapa artikel yang berhasil ditulis sepanjang tahun 2020 ini? Masih terlalu sedikit! Belum begitu produktif. Malu dengan waktu yang berlalu. Masih terlalu banyak masa yang terlewati sia-sia tanpa produktifitas yang berarti. Masih banyak ide dan gagasan yang berlum tersampaikan. Masih banyak bisikan hati yang belum disuarakan. Masih terlalu banyak suara kebajikan yang belum terwakilkan. Semoga di tahun 2021 nanti lebih banyak lagi. Amin.
Ya. Sesungguhnya menulis bukan hanya sekedar merangkai kata jadi kalimat, kalimat jadi paragraf, dan paragraf jadi sebuah artikel. Menulis adalah menyampaikan makna dan nilai-nilai. Makna dan nilai yang sesungguhnya akan berkontribusi pada kebaikan dan kemaslahatan ummat manusia. Bungkusan makna dan nilai itu bisa berupa apa saja seperti motivasi, inspirasi, koreksi, kritik, argumentasi dan sebagainya. Singkatnya, kata-kata itu hanya bungkusan atau alat untuk menyampaikan makna. Maka, bukan bungkusnya, tapi isinya.
Disadari pula, dengan segala keberagaman latar belakang pembaca, tidak semua mampu melihat isi dari tulisan-tulisan yang saya sampaikan. Banyak juga yang terjebak potongan-potongan kata sehingga gagal menemukan makna dan nilai di dalamnya secara utuh dan komprehensif. Mereka membangun opini sendiri bahkan tidak jarang membenci. Bagi saya, itu pun harus dimaknai dan dinilai dengan kaca mata kebaikan sebagai masukan-masukan untuk membangun diri di masa akan datang.
TULISAN AKU, YA KATA AKU
Saya ingin menyitir kata-kata aktris Dian Sastrowardoyo, salah satu bintang iklan sampo di televisi; ‘rambut aku, ya kata aku’. Bagi saya menarik memaknai ikalan ini, tidak hanya karena katanya, tapi juga nilai yang ada dari kata-kata yang disampaikan. Intinya, orang tidak akan pernah berhenti menilai dengan perspektif mereka sendiri. Rambut panjang salah, pendek tidak baik, diwarnai kurang pas dan seterusnya. Pokoknya semua tidak benar. Jadi, yang benar yang bagaimana? Bagi saya, berpegang teguhlah pada kebenaran!
Dengan konteks yang berbeda, saya juga menghadapi hal yang sama. Di sepanjang tahun 2020 ini ada beberapa tulisan saya yang ‘kontroversial’. Beberapa diantaranya diserang dengan berbagai sudut pandang. Dan yang lebih menyeramkan lagi, tulisan-tulisan itu diserang hanya dengan sepotong judul. Baca judul, langsung ‘sundul’!
Apakah saya marah dengan ‘serangan’ itu? Tentu saja tidak. ‘Tulisan aku, ya kata aku’, kira-kira begitulah cara saya menanggapinya. Artinya, saya menulis dengan prinsip-prinsip yang kokoh tanpa harus dipengaruhi oleh opini-opini pembaca. Saya biarkan para pembaca membangun persepsinya sendiri. Prinsipnya saya tidak menulis untuk siapa-siapa tapi, meminjam kalimat Prameodya Ananta Toer, ‘menulis adalah bekerja untuk keabadian’.
SILATURRAHMI TANPA BATAS
Artikel yang saya tulis biasanya dimuat di blog yayasan keluarga kami, www.yaqin.id. Selebihnya diunggah di media sosial facebook dan dibroadcast melalui whatsapp kepada beberapa sahabat dan juga kawan-kawan media massa baik cetak maupun online. Paling tidak tiga tahun terakhir saya menyadari cara ini ternyata sangat efektif untuk menjalin silaturrahmi. Dengan artikel-artikel yang saya bagikan membuat hubungan tidak terputus. Saya masih bisa berkomunikasi dengan para sahabat bahkan yang telah terpisah jauh. Itulah yang saya sebut silaturrahmi tanpa batas.
Boleh jadi tidak semua tulisan-tulisan yang saya bagikan dibaca. Itu hak mereka. Tapi paling tidak saya sadah menyampaikan apa yang bisa saya sampaikan. Beginilah cara saya menjalin persahabatan. Saya hanya berkeyakinan, jika tidak sekarang mereka sempat membacanya, mungkin suatu saat nanti akan ada waktu bagi mereka. Buktinya, ketika saya tugas ke luar kota, selalu saja ada yang berdiskusi tentang artikel-artikel yang saya tulis. Saya menyebutnya ‘silent readers’.
Akhirnya, setahun berlalu dan setahun ke depan akan dihadapi. Saya masih tetap ingin menulis dan menulis. Saya masih meyakini artikel adalah salah satu media untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran yang akan berkontribusi positif untuk ummat. Pro dan kontra terhadap sebuah artikel adalah hukum alam. Tapi satu hal, saya tetap memiliki pendirian dalam menyampaikan makna dan nilai dalam sebuah tulisan karena ‘tulisan aku, ya kata aku’. Saya yakini pula bahwa atikel-artikel itu akan menjadi jembatan kokoh penyambung silaturrahim tanpa sekat ruang dan waktu. Semoga.
Ditulis oleh: Bahren Nurdin (Akademisi UIN STS Jambi dan Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan Kebangsaan)
Discussion about this post