Saya mungkin hanyalah salah seorang masyarakat Jambi yang kaget bukan main membaca berita hari ini (7 September 2015). Salah satu kutipan berita yang mengagetkan itu adalah pernyataan Pj Gubernur Jambi sebagaimana headline Jambi Ekspres “Data dari pusat 3 September lalu Hotspot kita 24, pada 4 September menjadi 11 dan malam itu ada 4 hotspot. Dan puncaknya hari ini nol” (7 September 2015). Itu artinya tidak ada kebakaran sama sekali yang terjadi. Jambi bersih!
Jika pernyataan itu benar, pertanyaannya adalah dari mana asap yang sampai tulisan ini ditulis masih menyelimuti Provinsi Jambi? Mungkinkah ada asap tanpa api? Faktanya, bandara belum berjalan normal, sekolah masih diliburkan, rumah sakit masih dipenuhi oleh penderita ISPA, hampir semua kegiatan masyarakat terganggu. Lantas mengapa Bapak Pj. Gubernur dengan sangat gampang megatakan bahwa titik api nol?
Semenjak ‘bencana’ asap melanda negeri sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini, sebenarnya masayarakat Jambi sangat ingin melihat aksi nyata yang dilakukan oleh Pejabat terkait untuk membantu meringankan beban masyarakat. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, para pejabat Jambi tidak cepat tanggap dan menganggap kasus asap ini biasa-biasa saja. Nyatanya, belum ada tindakan nyata yang dilakukan yang benar-benar berdampak pada penanggulangan asap yang kian menjadi. Jika pun ada masih sangat parsial dan ceremonial.
Di tengah kerisauan masyarakat menunggu aksi nyata pemerintah, malah dibuai dengan pernyataan yang ‘tidak masuk akal’ dan melukai nurani orang banyak. Logika mana pun yang digunakan pasti tidak masuk jika saat ini di Jambi disebut tidak ada hot spot. Tidak ada sumber api. Berpikir sederhana saja ‘tidak ada asap jika tidak ada api’.
Jika dicermati lebih dalam, pernyataan Pj Gubernur yang terhormat memiliki makna yang sangat luas dan multitapsir. Saya rasa bukan tidak disengaja tapi sebuah keseriusan (by designed). Pertama, mengecilkan masalah, atau lebih pada ‘menyepelekan’ masalah yang sebenarnya sangat besar. Dengan pernyataan bahwa titik api tidak ada di Jambi berarti Sang Pejabat ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat luas “jangan khawatir, tidak terjadi apa-apa, kok”. “ini bukan masalah serius, cuma masalah asap”. Di sisi lain rakyat telah menjerit dikepung asap yang menyesakkan dada. Mengapa Bapak kejam sekali?
Kedua, mencari kambing hitam. Jika ternyata titik panas tidak di Jambi, tapi asap ada itu berarti ‘paket’ kiriman dari daerah lain. Sudah dapat dibaca, jika logika ini yang digunakan maka yang bertanggung jawab terhadap asap yang ada di Jambi adalah daerah lain seperti provinsi tetangga Riau dan Palembang. Jadi pemerintah Provinsi Jambi ‘bersih’ dari penyebab yang sekarang sedang membahana. Betulkan begitu?
Ketiga, Asal Bapak Senang (ABS). Ada informasi Presiden Joko Widodo akan singgah di Jambi setelah melaksanakan pengecekan bencana kabut asap dan titik panas di Provinsi Sumatera Selatan, Palembang. Jika ini yang terjadi maka akan terjadi dua hal pula, pertama Pj Gubernur dan seluruh jajaran yang ada mengerahkan segala kekuatan yang ada untuk memadamkan titik api ‘yang mencolok’ hingga padam dan tidak terlihat lagi. Pemadaman api ini tentu dilakukan di titik-titik yang kira-kira bisa disambangi Sang Presiden. Pokoknya mati dulu. Jika Presiden sudah pulang ke Jakarta, mau hidup lagi juga tidak masalah. Kedua, data-data yang ada diolah sedemikian rupa (data pesanan). Pesan kepada siapa saja yang bisa mengeluarkan data bahwa tidak ada lagi titik panas di Jambi; Asal Bapak Senang.
Melalui kolom ini, atas nama rakyat jelata yang kini sedang mengenakan masker, kepada Bapak Pj Gubernur yang terhormat, bisa saja analisis saya di atas tidak beralasan dan salah. Bapak boleh bantah saya. Tapi bagaimana Bapak membantah asap yang sampai hari ini masih menyiksa rakyat Jambi? Bapak bisa saja bolak balik ke Jakarta, tapi tahukah Bapak bahwa anak-anak kami sudah seminggu terakhir tidak sekolah. Anak-anak kami diserang ISPA. Silahkan saja Bapak dan tim membuat alibi apa pun di hadapan Presiden dan petinggi Negara ini untuk membenarkan diri bahwa Bapak benar, tapi kami masyarakat Jambi tidak bisa berlindung dari kebenaran yang bapak buat-buat. Kami masih menarik nafas di dalam asap, Pak!
Saya sebagai masayarakat, minta maaf kepada Bapak jika Bapak tidak berkenan dengan analisa saya di atas. Kami orang Jambi punya pepatah adat, “rajo alim rajo di sembah.Rajo lalim rajo disanggah”. Saat ini kami masyarakat Jambi sedang memerlukan solusi dari para pemimpin, atau orang-orang yang diamanati untuk memimpin kami. Memimpin kami, itu artinya kami memerlukan solusi yang mengurangi beban kami. Paling tidak, jika Bapak tidak mampu mengurangi beban kami, Bapak tidak mengeluarkan pernyataan yang membuat kami bingung. Bingung karena Bapak bilang tidak ada titik api, tapi asap tak mau pergi. “Rajo kek gini boleh disanggah”
Akhirnya, kepada Bapak Pj Gubernur yang terhormat, jangan bohongi kami rakyat Jambi. Saat ini yang kami butuhkan cuma satu; hilangkan asap dari bumi Jambi. Tidak perlu banyak komentar. Kata Pak Presiden “Kerja. Kerja. Kerja!”.
Discussion about this post