Oleh: Bahren Nurdin, MA
Selamat tahun baru. Masuknya tahun baru memberi informasi bahwa dengan pasti selama setahun waktu telah berlalu. Tahun berganti, bulan belalu, hari pun datang dan pergi silih brganti. Pertanyaannya, apa yang berbeda tahun ini dengan tahun kemaren? Tahun kemaren dengan tahun sebelumnya? Jawaban dari pertanyaan ini akan menempatkan manusia, termasuk saya dan anda, dalam salah satu dari dua golongan; golongan beruntung atau golongon orang yang merugi. Untung dan rugi!
“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.” (terlepas dari perdebatan kalimat-kalimat ini hadis atau tidak, paling tidak dapatlah dijadikan sebagai kalimat motivasi untuk menumbuhkan semangat perubahan diri.
Bagaimana cara mengetahui kita dalam keberuntungan atau kerugian? Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan meninjau kembali tujuan hidup. Cobalah jawab pertanyaan berikut ini. Apa tujuan hidup anda? Tahukan anda, bagaimana memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk mencapai tujuan tersebut? Sejauh mana hidup anda benar-benar telah berorientasi untuk mencapai tujuan itu?
Menentukan tujuan (goal) memang sangat penting karena anda tidak akan pernah sampai ke suatu tujuan jika anda tidak tahu hendak kemana. Lantas, apa tujuan hidup ini? Sebagai ummat muslim, tujuan hidup manusia itu sudah sangat jelas yaitu, “Wama khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun” (QS. 51:56).
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”. Mengabdi atau menyembah Allah itu tidak hanya persoalan melaksanakan kewajiban menjalankan rukun Islam. Tapi ini adalah orientasi kehidupan. Manusia harus menempatkan orientasi hidupnya dalam bingkai pengabdian kepada Allah semata. Maka inilah tujuan yang sebenarnya. Kerena juga Allah sudah tegaskan bahwa manusia itu pada akhirnya akan dikembalikan dan dimintai pertanggungjawaban (QS: Al-Mu’minun: 115).
Tujuan sudah tahu yaitu untuk menyembah Allah. Selanjutnya, bagaimana cara mencapai tujuan itu? Rasanya pada tataran teori, anak SD juga tahu jawabannya yaitu menjalankan perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya (taqwa). Maka ketika teori itu kita aplikasikan pada kehidupan sehari-hari, saatnya pada baru in bertanya pada diri masing-masing sudah seberapa banyak perbuatan-perbuatan hidup ini yang berorientasi pada ketawaan.
Maka tahun baru itu sesungguhnya harus diisi dengan evaluasi diri akan arah dan tujuan hidup. Kita hanya khawatir jika tidak dievaluasi perjalanan itu tiba-tiba melenceng dari destinasi yang hendak dituju. Dengan evaluasi setiap tahun inilah diharapkan perjalanan itu tetap pada relnya. Jika berbelok pun diharapkan tidak terlalu jauh dan dengan mudah dikembalikan.
Tapi satu hal yang harus diingat bahwa yang paling tahu akan itu semua adalah diri kita sendiri. Kita bisa saja memanipulasi apa pun dihadapan orang lain, tapi tidak terhadap diri dan Tuhan. Kejujuran terhadap diri sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil evaluasi yang valid. Hasil yang valid juga akan mempengaruhi tindakan dan rencana parbaikan diri di masa yang akan datang.
Akhirnya, tahun baru adalah momentum untuk kembali melihat tujuan hidup kita. Apa saja hal-hal yang dilakukan untuk sampai ke tujuan tersebut. Jika ternyata sudah jauh melenceng, saatnya kembali ke jalan yang benar. Semoga. #BNODOC26321092017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi.
Sumber foto: www.annasindonesia.com
Discussion about this post