Oleh: Bahren Nurdin, MA
Kota Jambi telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang berbicara tentang prostitusi dan tindakan asusila yaitu Perda Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pemberantasan Pelacuran Dan Perbuatan Asusila. Pada Bab II Pasal 3 disebutkan “Setiap orang dan/atau badan dilarang menggunakan tempat tinggal, hotel, panti pijat, salon, pondokan, warung, kantor, tempat hiburan dan tempat-tempat usaha lainnya untuk kegiatan pelacuran.”.
Dasar inilah kemudian para petugas penegak perda bergerak ke salah satu hotel berbintang di Kota Jambi dan melakukan ‘penggerebekan’ terhadap jasa terapi kesehatan dan kecantikan spa (solus per aqua) yang disediakan oleh hotel tersebut. Petugas kemudian mendapati beberapa wanita yang diduga sebagai penyedia layanan ‘plus-plus’ dengan ‘cover’ spa. Digerebeknya tempat ini oleh petugas karena ada laporan dari masyarakat.
Membicarakan persoalan prostitusi tentunya tidak akan habis-habisnya. Maklum, katanya prostitusi adalah bisnis tertua di dunia dengan berbagai bentuk dan perlakuannya. Modus operasinya tentu menyesuaikan zaman dan kebutuhan manusia pada masanya. Begitulah faktanya, bahwa prostitusi (baik yang terorganisir maupun yang bebas) bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, terencana maupun tiba-tiba. Saat ini, tidak hanya hotel, kos-kosan, salon, warung, bahkan kantor atau rumah pribadi sekali pun bisa dijadikan transaksi kenikmatan ini. Pelakunya (penikmat layanan) pun boleh berasal dari berbagai kalangan.
Khusus untuk kasus prostitusi yang saat ini menghebohkan masyarakat Kota Jambi yang terjadi di spa salah satu hotel berbintang tersebut, seharusnya dijadikan pijakan (‘entry point’) untuk melihat beberapa jasa-jasa kecantikan yang ditawarkan oleh hotel-hotel lainnya. Jangan-jangan ‘bisnis’ ini betul-betul telah tumbuh dan berkembang tak terbendung. Maka dari itu pengawasan adalah kunci utamanya.
Pemberantasan prostitusi semacam ini sebenarnya mudah saja dilakukan yaitu dengan melakukan pengawasan sejak dari pengajuan izin. Seharusnya pusat-pusat kecantikan yang disediakan oleh tempat-tempat ‘elite’ seperti hotel berbintang telah mengantongi izin. Pemantauan sudah harus dilakukan sejak dari awal. Misalnya, petugas sudah memantau ketentuan atau standarisasi kamar atau fasilitas yang disediakan.
Mencuatnya kasus prostitusi kelas spa ini tentu tidak pula bisa dianggap ‘angin lalu’ karena Pemerintah Kota Jambi telah menutup beberapa pusat prostitusi seperti Payo Sigadung dan Langit Biru. Pemerintah harus memastikan bahwa mereka-mereka yang saat ini melakukan pelacuran bukan ‘alumni’ tempat-tempat pelacuran yang ditutup tersebut. Jangan sampai pemerintah kecolongan dengan menutup satu atau dua tempat pelacuran, malah menciptakan ribuan lainnya.
Diperlukan keseriusan dan kerja keras Pemerintah Kota Jambi bersama-sama masyarakat. Masyarakat Kota Jambi juga tidak bisa hanya berpangku tangan. Perda No. 2 Tahun 2014 itu pun sudah dengan jelas menyebutkan peran serta masyarakat.
Pada pasal 14 disebutkan, peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk: a) memberikan informasi dan/atau melaporkan tentang terjadinya tindak pidana pelacuran dan/atau tindak pidana kesusilaan kepada Polri atau Satuan kerja perangkat daerah yang tugas pokok dan fungsinya melakukan penegakan peraturan daerah; b) turut serta dalam mencegah terjadinya tindak pidana pelacuran dan tindak pidana kesusilaan; c) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dalam pembinaan dan rehabilitasi sosial terhadap germo, mucikari, pelacur dan pelanggan pelacur. d) Ketua Rukun Tetangga yang mengetahui terjadinya tindak pidana pelacuran dan/atau tindak pidana kesusilaan wajib melaporkan kepada Polri atau Satuan kerja perangkat daerah yang tugas pokok dan fungsinya melakukan penegakan Peraturan Daerah.
Maka dari itu, menanggapi kasus terungkapnya salah satu spa di hotel berbintang yang diduga telah dijadikan tempat transaksi prostitusi, saatnya pemerintah Kota Jambi menjadikan kasus ini sebagai ‘entry point’ untuk melihat dan meninjau kembali layanan serupa di hotel-hotel lainnya. Jangan tebang pilih. Pemerintah juga harus tegas. Jika terbukti ada indikasi pelanggaran perda maka harus ditutup. Jangan kamu dikalahkan oleh para konglomerasi yang nakal dan merusak daerah dan bangsa ini.
Akhirnya, Pemerintah Kota Jambi bersama masyarakatnya harus bekerja keras dan bekerja sama dalam menanggulangi maraknya prostitusi di daerah ini. Peran masyarakat dibutuhkan sebagai salah satu sumber informasi bagi penegak hukum. Penyakit masyarakat ini harus ditekan sedemikian rupa demi menyelamatkan moral bangsa ini. Semoga.
#BNODOC19211072017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post