Selesai magrib hari ini saya dikejutkan oleh sebuah sms (short message service) dari nomor yang tidak dikenal. Nomornya adalah 081919164011. Sms berbunyi “Salam Pembebasan. Kami dari mahasiswa Anti Penindasan (MAP) akan menuntut sikap pihak dosen & akademik yang terjadi di fakultas baru-baru ini karena telah mengancam menggunakan kekuatan mahasiswa untuk DEMO menekan pihak rektorat. “MAP” MENILAI dosen dan akademik sudah mencoreng idealis seluruh mahasiswa. Maka dengan ini kami mengundang seluruh mahasiswa IAIN untuk mengupas segala keluhan mahasiswa IAIN STS Jambi, 1. Masalah fasilitas kampus. 2. Iwama. 3. Akademik yang selalu mempersulitkan dana kegiatan dan tidak ada transpraransi terhadap mahasiswa dll. Malam ini pukul 21.00 WIB. Tempat sekre MAP telanaipura. Sehingga pertemuan malam ini akan menjadi satu gerakan masa yang akan kita gabung hari senin nanti. Menjadi kekuatan REVOLUSI SECARA AKBAR thp kampus iain. TTD GUB. ADAB (Tika Puspitasari anas Rullah dan jajarannya)”
Sebuah sms yang cukup panjang. Setelah mendapat sms tersebut saya langsung menelfon Gubernur Fakultas Adab Sdr. Tika Puspitasari untuk mengklarifikasi kebenaran sms tersebut. Dengan tegas Tika menyatakan bahwa sms itu bukan dari dirinya maupun dari jajarannya yang lain. Ini menjadi menarik untuk dicermati. Maka saya sebagai salah satu bagian dari mekanisme Fakultas Adab IAIN STS Jambi merasa terpanggil untuk menanggapi hal-hal seperti ini. Walaupun sebenenarnya lebih baik diabaikan karena ini hanya sms tidak bertanggung jawab. Saya mencoba menghubungi nomor pengirim tapi ditolak dan akhirnya dimatikan. Saya semakin yakin ini hanya sms ‘kaleng’. Ada beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi menyangkut hal ini.
Pertama, isu demo yang dalam minggu lalu mencuat sesungguhnya datang dari tuntutan mahasiswa sendiri khususnya mahasiswa sastra Inggris. Jurusan Sastra Inggris selelu mengadakan pertemuan rutin untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi mahasiswa. Muncullah beberapa persoalan vital menyangkut kenyamanan belajar mengajar yaitu ruangan yang sangat panas, listrik yang mati, air yang tidak mengalir, bis yang susah didapat. Keluhan-keluhan ini sampai ke pengelola jurusan yang kemudian diteruskan ke pihak dekan dan rektorat. Secara procedural melalui mekanisme yang ada jurusan membantu mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi yang disampaikan.
Setelah beberapa hari sesuai kesepakatan ternyata tidak ada tanggapan yang berarti dari pihak rektorat untuk melakukan perbaikan atau menanggapi keluahan yang disampaikan. Kami dari jurusan terus mendesak demi kepentingan mahasiswa. Akhirnya sampai pada kesimpulan untuk menggalang kekuatan masa alias demo. Namun hal tersebut ternyata mendapat tanggapan yang luar biasa dari pihak rektorat. Bapak Rektor langsung turun tangan memimpin perbaikan dan pembenahan atas keluhan kawan-kawan mahasiswa. Walaupun belum 100% namun sekarang mahasiswa telah merasakan kenyamanan di kelas. Apresiasi perlu diberikan untuk Bapak rektor dan pembantu rektor 2. Atas hal ini pula telah disepakti bersama BEM Fakultas untuk melakukan rapat terbuka antara Dekanat, Jurusan/Prodi, BEM Fakultas, LMJ, Kosma, dan perwakilan mahasiswa lainnya. Acara ini dikomandoi oleh BEM Fakultas dibawah kordinasi Sdr. Tika Puspitasari.
Apakah hal seperti ini dianggap PENINDASAN? Dosen dan pihak akademik dan dekan membantu menyuarakan keluhan mahasiswa ke rektorat disebut sebagai penindasan dan mencoreng idealism mahasiswa? Saya ingin bertanya pada yang mengirim sms, penindasan seperti apa dan siapa yang merasa tertindas? Idealism macam apa yang telah tercoreng? Saya tidak tahu hal ini dilihat dari sudut pandang mana.
Kedua, jika sms ini bukan dari BEM Fakultas Adab, maka sudah jelas ada orang-orang tertentu yang sedang ‘menunggangi’ BEM Fakultas Adab. Nama BEM baru saja dicatut. Jika saya menjadi Gubernur dan perangkatnya maka saya tidak akan tinggal diam. Siapa sebenarnya yang sedang ‘memancing’ di air keruh, mengambil kesempatan dalam ketidak tahuan?
Ketiga, jika dicermati ide dan pola pikir idealisme yang dibangun dari sms ini, ada kelucuan. Katanya mau menuntut dosen dan akademik yang melakukan penindasan dan mencoreng idealism mahasiswa, tapi kok mengajak mahasiswa lain untuk melakukan demo menuntut hal yang sama. Sang penulis sms lupa jika sebenarnya dia sedang melakukan ancaman dan mencoreng idealisme mahasiswa itu sendiri.
Keempat, jika sms ini benar dari mahasiswa maka sungguh sangat disayangkan. Sebuah tidakan yang sangat pengecut. Saya jadi ingat bagimana para aktivis mahasiswa zaman lalu melakukan perubahan yaitu dengan menulis. Menulis diberbagai media untuk menyampaikan keritikan dan idealisme mereka sehingga perubahan itu cepat atau lambat terjadi. Sebuah kedigdayaan intelektual. Mengkritik dan membangun opini dengan data dan tulisan bukan dengan sms bodong provokatif tidak bertanggung jawab. Miris rasanya melihat kenyataan ini. Jika ini bukan dilakukan oleh mahasiswa, ini baru disebut pencorengan idealisme dan nama baik mahasiswa. Yang seperti ini yang patut ‘dicari’!
Kelima, terakhir, tergambar sudah bahwa saat ini sedang terjadi pergeseran tata nilai dan tata cara pergerakan mahasiswa. Dulu mahasiswa bergerak dengan ‘jantan’ dan pergerakan dibangun di atas idealisme kematangan intelektual. Saat ini, idealisme dibangun di atas kegersangan intelektualisme sehingga gerakan yang dilakukan cenderung pragmatis dan parsial.
Akhirnya, apa pun tujuan pengiriman sms ini, yang jelas kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari semua ini. Mahasiswa adalah insane intelektual yang seyogyanya cerdas dalam menegakkan idealisme yang sesungguhnya. Kebenaran sms ini menjadi tidak penting berbanding dengan kesadaran akan perlunya menata kembali pola dan tata nilai idealism dan pergerakan mahasiswa. Semoga tulisan ini memberi value lain.
Discussion about this post