Sekira jam satu dini hari saya dikejutkan oleh para petugas ronda kompleks yang memberi tahu bahwa pipa air ledeng saya ‘meledak’. Tepat pada pipa sambungan belum meteran terlepas. Entah karena tekanan airnya yang terlalu kuat atau sambungannya yang yang abal-abal sehingga air muncrat ke mana-mana. Dugaan saya kedua-duanya. Pemasangan pipanya asal jadi ditambah lagi tekanan airnya malam itu sedang kencang, maka terjadilah.
Dibantu tetangga dan petugas ronda, di tengah kepanikan malam itu kami usahakan seadanya untuk mengatasi air yang mengucur deras. Saya pun jadi mandi tengah malam. Basah kuyup.
Besoknya pagi-pagi sekali saya membuat laporan resmi di kantor pengelola perusahaan air minum milik pemerintah daerah tersebut. Saya menyaksikan sendiri laporan itu dicatat di sebuah buku besar. Saya sempat membaca beberapa loporan konsumen lain yang mengalami nasip serupa: pipa pecah!
Apa yang terjadi kemudian? Dari hari laporan saya buat sampai artikel ini saya tulis belum ada tindakan sama sekali. Itu artinya sudah ada lima hari. Pipa yang lepas tersebut, walaupun sudah diusahakan sedemikian rupa tapi masih tetap bocor. Air masih mengalir karena saya bukan ahli pipa air ledeng. Akibatnya, sudah pasti ratusan liter air terbuang sia-sia hanya karena lambatnya penyelesaian laporan pelanggan.
Jika hal serupa terjadi dengan pelanggan lain, maka dampaknya tentu sudah dapat dibayangkan berapa kerugian perusahaan ini. Air yang seharusnya bisa dikonversi menjadi rupiah melalui meteran pelanggan tapi malah terbuang percuma. Sekali lagi, karena ‘slow response’.
Tidak bermaksud membanding-bandingkan. I love my country! Saya hanya ingin bercerita pengalaman pribadi saja. Ketika saya menyelesaikan studi di Malaysia beberapa tahun lalu. Suatu ketika pipa di bawah tower ledeng di samping komplek rumah susun (flat) kami pecah. Saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, kebetulan sedang melintas di sana.
Seperti biasa, Saya tertarik untuk mengamati kejadian-kejadian seperti ini. Saya menghabiskan waktu memperhatikannya. Entah siapa yang melapor, hanya dalam waktu kurang dari 15 menit petugas dengan peralatan lengkap sudah datang. Sigap dan selesai. Seingat saya, selama lebih dari dua tahun tinggal di negeri itu, tidak pernah mengeluh ledeng mati. Sekali lagi, anda boleh punya pengalaman yang berbeda!
Saya ingin menarik kasus ini ke ranah yang lebih besar. Bagaimana dampak dari ‘slow response’ terhadap ‘kebocoran’ di negeri ini. Kebocoran itu adalah kerugian. Jadi, wajar saja jika pemerintah baik pusat mau pun daerah selalu mengeluh bahwa perusahaan-persaahan plat merah selalu merugi. Saya tangerai salah satu penyebabnya adalah ini. Tidak profesionalnya dan cepat tanggap para petugas (di berbagai level) dalam mengatasi masalah yang terjadi alias lelet. Maka jadilah negara ini negara boco. Bocor sana sini!
Saya tidak habis pikir mengapa hal ini terjadi. Secara manajerial, seyogyanya mereka telah memiliki SOP (Standard Operating Procedure ) dalam berbagai tindakan operasional termasuk menanggapi keluhan pelanggan. Seharusnya berbasis waktu. Berapa lama paling lambat keluhan pelanggan harus diselesaikan. Tentu hal ini tidak hanya untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan tapi juga untuk menutup kerugian perusahaan itu sendiri. Di mana peran para pimpinan-pimpinan mereka. Bagaimana control mereka terhadap kinerja para petugas lapangan?
Saya sebagai pelanggan (juga pelanggan lain tentunya) sangat kecewa dengan layanan seperti ini. Memang air yang terbuang itu di luar tanggungan saya karena terjadi sebelum meteran, tapi tentu saja mengganggu saya secara pribadi dan lingkungan karena air tersebut juga mengalir ke jalan.
Akhirnya, walaupun tidak boleh menjeneralisir, melalui pengalaman ini saya hanya ingin menyampaikan bahwa beginilah buruknya layanan perusahaan-perusaan milik pemerintah. Jadi wajar saja mereka mengeluh rugi sana rugi sini. Yang membuat mereka rugi itu ya mereka sendiri! Ketidakprofesionalan dalam menyelesaikan masalah adalah salah satu biang kerugian tersebut. Para petugas yang tidak menjalankan tugas dengan baik juga bagian dari itu semua. Kurangnya kontrol para pimpinan, hal yang tidak dapat dipisahkan. Kompleks dan runyam! Mau sampai kapan bocor ini dibiarkan?
*Penulis: Bahren Nurdin (Akademisi UIN STS Jambi).
sumber foto: http://www.rotorooter.co.id
Discussion about this post