Oleh: Bahren Nurdin, MA
Saya yakin sebagian besar dari kita saat ini adalah penghuni dunia maya di berbagai media sosial. Media sosial (medsos) Facebook adalah salah satu ‘dunia’ yang paling banyak penghuninya. Penghuni dunia ini tentunya tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Medsos menihilkan batas-batas wilayah geografis. Semua disatukan dalam sebuah layar monitor. Dunia dalam genggaman.
Penghuni dunia maya dengan mudah dapat berkomunikasi dengan siapa pun di mana pun selagi dalam satu ‘gelombang’, walaupun masih juga dibatasi dengan jumlah pertemanan sebanyak 5000 orang. Namun dengan angka ini, agaknya sudah cukup luas jangkauan yang dicapai.
Persoalannya, apakah orang-orang di media sosial anda aktif berkomunikasi dengan anda secara langsung? Apakah setiap status atau tulisan anda selalu mendapat tanggapan langsung dari mereka? Belum tentu. Tapi apakah mereka yang tidak merespon itu, mereka tidak ada? Tidak juga.
Hal yang sama juga terjadi di dunia tulis menulis. Banyak kawan-kawan yang baru ‘buka laptop’ bertanya dengan keraguan, “apakah tulisan kita dibaca orang?’. Mengapa mereka selalu beratanya begitu? Karena mereka merasa tidak mendapat tanggapan langsung dari para pembaca tulisan-tulisan tersebut.
Padahal, tulisan mereka sudah dimuat di Koran cetak, di media online, dan disebarluaskan di dunia sosial. Tapi, sepi komentar. Ada juga yang merasa kecewa. Jika sudah begitu biasanya saya hanya bisa memotivasi mereka, “tulis saja. Biarkan tulisan itu menemui ‘takdirnya’ sendiri. Ibarat anak, lahirkan saja, didik dan bina, selebihnya biarkan mereka menemukan yang terbaik untuk diri mereka”. Tugas kita menulis!
Jika dikelompokkan, pembaca tulisan atau pun status-status di FB itu dapat dikatagorikan menjadi dua kumpulan. Kelompok pertama, active readers. Ya, kelompok ini adalah mereka yang memang dengan aktif memberikan tanggapan dan komentar. Minimal mereka memberikan ‘jempol’ sebagai bukti respons.
Untuk pembaca tulisan (artikel) perlu juga diingat bahwa mereka yang memberikan respon-respon seperti ‘like’, ‘jempol’, ‘mantap’ dan lain-lain belum tentu pula membaca tulisan tersebut. Aktif memberikan umpan balik tapi sebenarnya mereka tidak membaca tulisan tersebut.
Jika dilakukan penelitian, dipastikan hanya sebagian kecil saja yang benar-benar membaca kemudian memberikan respons itu.
Kelompok kedua, silent readers. Ini yang menarik. Pengalaman saya, paling tidak sejak 2003 mulai belajar aktif menulis di media masa (koran), kelompok ini sebenarnya lebih banyak dan menyebar di berbagai belahan bumi Allah ini. Mereka tidak diketahui sama sekali. Mereka membaca, bahkan ada yang sengaja menyimpan kliping koran tulisan tersebut. Mereka tidak memberikan komentar apa pun, terutama di media sosial.
Lantas bagaimana mengetahui bahwa merak ada? Saya sering sekali mendapat kejutan dari para ‘pembaca senyap’ ini. Suatu ketika saya memberikan seminar guru di sebuah kampung lumayan terpencil. Tiba-tiba salah seorang peserta menghampiri saya dan menyebutkan salah satu judul tulisan saya di Koran. “Saya suka tulisan bapak. Korannya masih saya simpan, Pak”. Pertimbangan logisnya, tidak akan ada orang yang membaca Opini surat kabar di desa sekecil itu. Saya juga tidak tahu bagaimana bapak tersebut mendapatkanya. Tapi yang pasti beliau memilikinya. Terima kasih, pak.
Akhirnya, ‘Active Readers’ dan ‘Silent Readers’ sama berharganya. Saya hanya ingin mengingatkan kepada kawan-kawan yang hobi menulis atau para penggemar update status, jangan dikira mereka yang tidak memberikan respon secara aktif, mereka tidak ada. Yakinlah, jika yang disampaikan itu hal-hal positif, ada begitu banyak mereka yang mengambil faedah dari tulisan itu walaupun mereka tidak menampakkan diri. Tidak nampak bukan berarti tidak ada. #BNODOC28311102017
*Akadesmisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post