Oleh: Bahren Nurdin, MA
Saya beberapa kali diminta untuk memberikan nasehat perkawinan. Saya agaknya belum patut memberikan nasehat kepada siapa pun. ‘Umur belum setahun jagung, darah belum stampuk pinang’. Belum pantas. Umur perkawinan saya pun masih sangat muda. Dari pada menasehati perkawinan orang lain, rasanya jauh lebih baik mengoreksi perjalanan perkawinan saya sendiri.
Maka saya menolak untuk memberikan nasehat perkainan, tapi saya lebih suka memberikan motivasi perkawinan. Tidak menasehati atau menggurui sang mempelai atau para undangan yang hadir, tapi lebih pada konteks saling menyemangati dan mengingatkan satu sama lain.
Pesta penikahan atau resepsi perkawinan itu adalah ‘starting point’ untuk memulai membangun rumah tangga. Catat, rumah dan tangga. Oleh karena itu, karena baru hendak membangun rumah, hal terpenting adalah memperhatikan ketahanan fondasinya. Fondasi adalah salah satu bagian penting dari sebuah bangunan (rumah). Jika fondasinya kuat, in sya Allah bangunan yang beridiri di atasnya juga akan kokoh.
Maka tugas kita terhadap penganten baru adalah memberi semangat untuk mendirikan fondasi yang ‘anti badai’ dan ‘ramah gempa’. Saya biasa mengingatkan, ada beberapa hal yang tidak boleh dijadikan fondasi rumah tangga karena ia rapuh dan ringkih (fragile). Mudah hancur!
Pertama, hawa nafsu. Membulatkan tekat untuk membangun rumah tangga hanya dengan alasan menyalurkan nafsu syahwat adalah sebuah kerugian yang amat sangat besar. Lebih-lebih jika pernikahan itu diletakkan fondasinya di atas hal ini. Ini adalah serapuh-rapunya fondasi tempat meletakkan bangunan rumah tangga. Sama-sama diketahui bahwa hawa nafsu itu sangat singkat dan berlalu begitu saja.
Tidak percaya? Tanya saja kepada yang sudah lama berumah tangga. Masih samakah gejolak syahwat mereka dengan waktu ketika penganten baru? Kalau pun ada, satu dua dan itu keistimewaan, hehehe. Apakah dengan berlalunya gejolak syahwat terhadap pasangan, bangunan pernikahan itu akan berlalu pula? Ya, jika fondasinya cuma itu.
Kedua, kegantengan dan kecantikan. Jika pernikahan itu hanya dilandasi kemolekan fisik belaka, maka itulah juga fondasi yang mudah lapuk. Sesungguhnya kecantikan dan kegantengan itu bila Allah berkehendak bisa hilang dalam sekejap. Kemaren masih cantik dan ganteng, bisa saja hari ini jatuh dari motor dan hilang tangannya satu. Bisa saja. Apakah masih bertahan dengan kondisi itu?
Tidak pun hilang dalam sekejap, secara alamiah pun gagah dan cantik itu akan dimakan usia. Lihat saja sekeliling kita saat ini. Dulu dia adalah gadis ‘aduhai’ sekarang ‘aduh susah berdiri’ karena dibebani lemak. Perkawinan yang diletakkan di atas fondasi ini akan cepat bubar bersamaan hilangnya pesona yang ada.
Bahkan tidak jarang ada yang rela mengakhiri bangunan perkawinan hanya karena melihat ada yang lebih ‘cling’ dari pasangan hidupnya. Pindah ke lain hati juga ke lain body!
Ketiga, harta dan kekayaan. Harta adalah salah satu titipan yang Allah berikan. Namanya juga titipan, bisa diambil oleh sang pemiliki kapan saja, di mana saja. Maka jika bangunan penikahan hanya berdiri di atas fondasi harta dan kekayaan, ketika jatuh miskin atau melewati hari-hari sulit mereka dipasikan akan memilih untuk ‘balik kanan’. Itulah yang kita kenal dengan istilah, ‘ada uang abang di sayang, tak ada uang abang ditendang’. (Bersambung). #BNODOC25210092017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post