Oleh: Bahren Nurdin, MA
[KESATU; mari saling memberikan semangat dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Lebih-lebih kepada penganten baru, mereka sangat perlu diberikan motivasi positif agar rumah yang hendak dibangun itu memiliki kontsruksi yang baik dan kokoh. Bermula dari membangun fondasi yang kuat. Maka jangan jadikan hal-hal yang rapuh sebagai bahan bakunya. Fondasi yang ringkih itu diantaranya, nafsu syahwat, kecantikan/kegantengan (fisik), dan harta kekayaan]
Ketiga, harta dan kekayaan. Harta adalah salah satu titipan yang Allah berikan. Namanya juga titipan, bisa diambil oleh sang pemilik kapan saja, di mana saja. Maka jika bangunan pernikahan hanya berdiri di atas fondasi harta dan kekayaan, ketika jatuh miskin atau melewati hari-hari sulit mereka dipastikan akan memilih untuk ‘balik kanan’. Itulah yang kita kenal dengan istilah, ‘ada uang abang di sayang, tak ada uang abang ditendang’. Tendangan pojok, tung..!
Lebih lagi kita hidup di dunia yang sudah sangat materialistik dan hedonis saat ni. Semua dinilai dari uang. Kekayaan dijadikan barometer utama kesuksesan seseorang. Sungguh, sudah saatnya suami isteri menyatukan visi dan misi rumah tangga yang jelas agar nantinya tidak terombang ambing oleh pengaruh zaman yang menggila. Makanyalah, kekayaan harta benda tidak boleh dijadikan fondasi rumah tangga.
Apa lagi jika, yang dijadikan fondasi itu adalah harta orang tua atau mertua. Lebih rapuh lagi. Belum tentu orang tua atau mertua memberikan harta mereka untuk kehidupan anak-anaknya selama berumah tangga. Kalau pun iya, tentu juga bukan sesuatu yang baik. Seyogyanyalah, ketika berumah tangga tidak terlalu bergantung dengan orang tua atau mertua. Ayo semangat mandiri! Gak perlu tersinggung, keles..!
Keempat, pangkat dan jabatan. Seperti juga harta dan kekayaan, pangkat dan jabatan yang dimiliki adalah titipan yang bisa dengan sangat cepat berlalu. Jika ada pernikahan yang dilakukan hanya karena melihat pasangan hidupnya memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi, yakinlah pada masanya nanti itu semua akan hilang dengan berbagai alasan dan menimbulkan kekecewaan yang luar biasa.
Kekecewaan inilah nantinya yang akan menimbulkan berbagai benih konflik di tengah rumah tangga. Terbiasa pakai mobil dinas, terbiasa dilayani, terbiasa dihormati, namun ketika amanah itu diambil Allah, semua kembali ke titik nol. Kasih sayang pun kemudian mulai mengalami degradasi bersamaan dengan uang belanja yang semakin menipis. Hiks. Rumah tangga pun retak, pecah berantakan!
Kelima, karena kesolehan dan keimanan. “saya menikah dengan dia karena dia rajin shalat”. Upss.. berarti ketika pasangan hidup kita tidak mau shalat, diceraikan atau minta cerai saja. Atau, karena imannya ‘keren’. Iman itu naik turun. Apakah ketika pasangan hidup kita sedang ‘down’ kita langsung membencinya?
Justru disinilah fungsi membangun rumah tanga itu yaitu untuk yang saling menguatkan satu sama lain. Ketika isteri lagi malas shalat, ada suami yang akan membimbing dan mengingatkan. Ketika suami lagi bermasalah, istri hadir menjadi motivasi keimanannya, dan seterusnya. Bukan saling meninggalkan!
Lantas apa fondasi yang kuat dan kokoh itu? Jawabannya ‘karena Allah’. Menikahlah karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Satu-satunya alasan hebat itu adalah karena Allah; karena takut kepada Allah, karena mengikuti bimbingan Rasulullah. Jika sudah ini fondasinya, yakinlah apa pun kondisi kehidupan rumah tangga kita, akan dijalani bersama. Jika sudah menempatkan Al-Quran dan Sunnah Rasul sebagai ‘undang-undang’ rumah tangga, pasti selamat sampai ditujuan yang diinginkan; Surga Allah. Amin. #BNODOC252311092017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post