Jabatan akan selalu dipertukarkan. Begitulah hukum alamnya, yang pergi dilepas dan yang datang disambut. Setinggi-tingginya penghargaan, orang Jambi telah melepas Jenderal Muchlis untuk melanjutkan tugas di Jakarta setelah lebih kurang dua tahun mengabdikan diri di Tanah Sulthan Thaha ini Sebagai Kapolda. Semua yang dipersembahkan semoga menjadi amal kebaikan di dunia dan di akhirat, amin.
Dalam waktu bersamaan pula, dengan tangan terbuka, masyarakat Jambi menyambut kedatangan Jenderal Firman untuk menjadi ‘panglima’ di Polda Jambi. Pepatah Jambi mengatakan, kecik telapak tangan, nyiru kami tampungkan, kecik nyiru halaman kami tadahkan’. Artinya, seluruh rakyat Jambi dengan senang hati menerima kedatangan Sang Jenderal.
Tentu, dengan penuh harap dan pinta agar Jambi ke depan tetap aman, damai, dan tenteram. Masyarakat Jambi agaknya sadar betul bahwa Polda (Polri) salah satu elemen penting yang berperan menjaga keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat. Selama ini, negeri ‘Sepucuk Jambi, Sembilan lurah’ telah terkenal adalah negeri yang ‘adem ayem’. Tidak banyak gejolak yang berarti.
Begitu banyak perhelatan-perhelatan penting dan menegangkan telah dilewati dengan tenang. Beberapa pemilu dan pilkada yang katanya rawan konflik ternyata berlalu dengan sangat damai dan demokratis. Bahkan, Bawaslu Republik Indonesia pernah menetapkan Kabutapaten Kerinci sebagai ‘Red Zone’, pada kenyataannya demokrasi di Kerinci masih berjalan semanis dodol kentangnya, seindah Gunung dan sawahnya. Aman.
Kalaulah boleh, ‘ambil contoh pada yang sudah, ambil tuah pada yang menang’ dan tidak pula bermaksud ‘mengajari buaya berenang’, apa yang dilakukan oleh Jenderal Muchlis dalam menjalankan tugasnya patut menjadi rujukan bagi para penerusnya pemimpin Polri di Jambi ini ke depan. Salah satu hal menurut saya yang sangat baik Beliau lakukan adalah pendekatan tokoh.
Mengikuti ‘sepak terjang’ Beliau di bidang sosial kemasyarakatan, dari awal tugas baik sebagai Kapolda maupun sebelumnya, Beliau selalu melakukan ‘safari silaturrahmi’. Satu persatu tokoh-tokoh Jambi didatangi.
Ibarat menjahit baju yang sobek, tokoh-tokoh ini diikat dengan ‘benang persaudaraan’. Para ulama dan tokoh masyarakat betul-betul dirangkul dan ‘dipeluk erat’ dengan penuh penghormatan. Tidak peduli seberapa jauh dan pelosok, Beliau datangi. Dari ‘sialang belantak besi, durian ditakuk rajo, sampai ombak bedebur’ telah dijelajahi.
Ternyata, sebagai orang yang dilahirkan di tanah Melayu ini, Jenderal Muchlis pandai membaca psikologi sosial masyarakat Jambi. Pendekatan tokoh yang dilakukan efektif untuk ‘meredam’ segajala gangguan kamtibmas. Bukan tidak ada ‘bara’ yang berasap tapi sebelum ‘bara’ itu menjadi api, telah disiram dengan dinginnya ‘air persaudaraan’.
Belajar dari Beliau, terbuktilah bahwa pengamanan yang kokoh di Jambi ini dapat dilakukan dengan pendekatan tokoh. Sebagai penerus, Irjen Pol Drs. Firman Shantyabudi, M.Si pun mengawali tugas Beliau telah melakukan hal yang sama dengan menggandeng erat tangan para tokoh. Beberapa ‘pentolan’ masyarakat Jambi telah diajak duduk bersama.
Walaupun bukan orang Jambi, agaknya Beliau juga cukup memahami bahwa masyarakat Jambi sangat memegang teguh kebersamaan dan persaudaraan sebagaimana tergambar melalui pepatah adatnyo. ‘Ke langit samo dikadah, ke bumi samo ditungkupan. Darah samo dikacau, daging samo dikimpal. Ke ilir serentak dayung, ke mudik seentak galah. Kok kebukit samo mendaki, ke lurah samo menurun. Tegak samo tinggi, duduk samo rendah. Serumpun bak serai, seinduk bak ayam. Tolong menolong bak aur dengan tebing. Tudung menudung bak daun sirih’. Inilah hakikat dan landasan kuat persatuan dan kesatuan masyarakat Jambi. Sang Jenderal agaknya sangat mengerti bahwa masyarakat Jambi itu cinta kebersamaan.
Inilah pula yang mengikat segala bentuk pluralitas yang ada. Apa pun suku bangsa, agama dan berbagai perbedaan yang dimiliki, selagi menyebut ‘orang Jambi’ harus tunduk pada petatah-petitih ini.
Akhirnya, saya yakin dan percaya masyarakat Jambi pun sangat terbuka menerima kedatangan Sang Jenderal. Selamat datang dan selamat bertugas. Yakinlah, pendekatan tokoh adalah salah satu strategi pengamanan yang kokoh. Semoga.
*Ditulis oleh: Bahren Nurdin (Akademisi UIN STS Jambi dan Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan Kebangsaan (PUSAKADEMIA)).
Discussion about this post