Oleh: Bahren Nurdin, MA
Ketika memberikan sambutan sebagai Ketua Panitia pada acara “Malam Silaturrahmi Masyarakat Tebo” tahun 2016 lalu, saya berulang kali tegaskan bahwa persatuan dan kesatuan adalah kunci utama untuk membangun kabupaten ini. Hal ini sangat beralasan karena berangkat dari makna filosofis motto kabupaten ini sendiri, “Bumi Serentak Galah, Serengkuh Dayung” . Bersatu!
Kabupaten Tebo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi. Kabupaten ini berasal dari hasil pemekaran Kabupaten Bungo-Tebo, tanggal 12 Oktober 1999.
Hari ini adalah hari ulang tahun Kapubaten Tebo yang ke 18. Tidak banyak yang ingin saya tuliskan melalui artikel ini. Saya hanya ingin mengajak para membaca untuk menela’ah ulang pondasi dasar kabupaten ini melalui makna logo yang dimiliki. Semoga menjadi ‘remainder’ baik bagi masyarakat Tebo secara umum maupun bagi para pemimpin yang saat ini sedang dipercaya masyarakat. Ada nilai-nilai yang telah ditanamkan untuk dijadikan pelajaran sepanjang masa. Makna logo ini harus pula menjadi ‘rel’ tatanan kehidupan masyarakat dan ‘guides lines’ pembangunan yang dilakukan. Semoga.
Perisai persegi lima melambangkan Rukun Islam dan Ideologi Pancasila. Kubah Masjid melambangkan bahwa mayoritas Penduduk Kabupaten Tebo beragama Islam. Pintu atau kotak-kotak pada kubah masjid yang terdiri dari enam buah melambangkan bahwa pada saat pembentukan Kabupaten Tebo terdiri dari enam kecamatan. Padi nan duo belas kapas nan sepuluh melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran serta tanggal bulan berdirinya Kabupaten Tebo.
Rantai sembilan di sebelah kanan dan sembilan di sebelah kiri melambangkan persatuan dan kesatuan serta tahun berdirinya Kabupaten Tebo. Kajang Lako melambangkan kebesaran dan merupakan alat transportasi pada masa Kesultanan Jambi. Gong melambangkan salah satu alat komunikasi dan alat kesenian masyarakat. Tali berpintal tigo yang mengikat gong melambangkan kesenian adat, syara’ dan pemerintah. Keris berlengkuk tujuh yang tidak memakai ulu melambangkan kepatuhan terhadap hukum serta semangat menolak yang bathil dan khufur. Tujuh bilangan ganjil berarti tidak memihak.
Galah adalah menunjukkan tekad untuk maju dan penolakan terhadap budaya asing yang negative. Dayung adalah tanda kekompakan, kebersamaan dan bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama. Sungai melambangkan bahwa Kabupaten Tebo didominasi oleh daerah aliran sungai dan juga merupakan sarana transportasi masyarakat. Pita yang bertuliskan “SEENTAK GALAH SERENGKUH DAYUNG” melambangkan identitas sosial, jatidiri, masyarakat Kabupaten Tebo. Keluk Paku dalam Tudung layar Kajang Lako melambangkan ragam hias.
Lihatlah, semua yang tertera pada lambang tersebut memiliki nilai-nilai filosfis yang mendalam. Motto itu pula telah menyiratkan makna dan nilai-nilai kesatuan dan kekompakan. ‘Seentak Galah’ mengajarkan kepada masyarakat Tebo betapa energi terbesar untuk melakukan pembangunan terletak pada kebulatan tekad bersama.
Begitu juga ‘Serengkuh Dayung’, yang mengisyaratkan betapa kebersamaan dan kekompakan menjadi modal utama dalam menentukan masa depan. Maka, tidak ada alasan bagi masyarakat Tebo untuk tidak bersatu padu yang terikat dalam ukhuwah silaturrahmi. Kemudian, ‘silaturrahmi’ menjadi kata kunci juga fondasi utama tempat berdirinya pembangunan kabupaten Tebo mendatang. Selamat ulang tahun Kabupaten Tebo ke-18. #BNODOC28412102017
*Akademsisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post