Beberapa saat lagi akan terjadi pergantian tahun 2010 menuju 2011. Saatnya pula untuk melihat sebuah rute perjalanan kehidupan yang telah disusun. Meninjau hari-hari yang telah terlewati. Saya sendiri mempunyai rute yang terangkum di dalam “Road to the Fame”, sebuah peta kehidupan. Pada lembaran ini telah saya tuliskan target-target yang harus dicapai dari tahun ke tahun. Paling tidak, pada rute itu telah tertuliskan rencana kehidupan dari tahun 2006 hingga 2036. Bagaimana dengan capaian tahun 2010?
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, beberapa rencana tahun ini telah terlaksana dengan baik seperti memulai kehidupan berumah tangga, memulai perjalanan karir di kampus, penerbitan buku, dan lain-lain. Namun tidak dipungkiri pula beberapa kegagalan turut member dinamika kehidupan itu sendiri. Bukankah kegagalan itu adalah kata lain dari kesuksesan yang tertunda? Tahun ini, perjalanan mencapai target menamatkan Master (S2) di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) telah mencipta cerita penting mengakhiri untuk tahun 2010 ini. Dalam ‘peta’ kehidupan yang telah saya rancang (Road to the Fame) telah ditulis bahwa paling lambat saya sudah menamatkan S2 di tahun 2010. Mengenai target yang satu ini memang memiliki cerita khusus dan perjalanan yang mendebarkan sehingga terjadi pertarungan batin yang sangat memeras pikiran dan tenaga, paling tidak dua bulan terakhir.
Pertengahan Oktober 2010 lalu saya sampai di Malaysia dengan satu tekat untuk mengejar penyelesaian penulisan tesis, setelah merasa tidak bisa menulis di Jambi karena banyaknya pekerjaan harian/rutinitas yang harus diselesaikan. Tiga hari setelah kedatangan di Malaysia langsung menghadap pembimbing tesis (penyelia) dengan berbekal bab satu. Waktu itu belau bilang “it’s almost impossible for you to finish your study this year. I am so sorry, Bahren. I am so busy recently”. Saya terhenyak. Target yang sudah disusun sejak dari Jambi untuk menyelesaikan satu bab satu minggu jadi terpukul. Kerja keras selama tiga hari, siang dan malam berjibaku di perpustakaan menyelesaikan bab satu, terasa sia-sia mendengar komentar tersebut. Menyerah? Tunggu dulu! Rasanya perang belum dimulai. Lupakan komentar itu. Buktikan bahwa ‘everything is possible’. Sajak saat itu, saya seakan tidak pedulikan kesehatan, tidak ambil pusing dengan makan, dan tidak peduli jam tidur. Yang saya peduli hanya satu; Tesis selesai dalam satu bulan!
Setiap mengerjakan tesis “Road to the Fame” selalu saya sandingkan dengan window tesis yang sedang dikerjakan. Berpacu dengan waktu. Angka 2010 yang yang tertera di sana seolah-olah berteriak “ayoooo cepatan! Waktu anda tinggal sedikit. Atau anda hanya seorang pecundang..! Pe…cun…dang…!” Teriakan itu menampar-nampar mukaku ketika rasa kantuk menyerang. Ia memijit-mijit ototku ketika pegel terasa di seluruh tubuh. Menghilangkan rasa lapar. Menistakan rasa haus. Semua tidak lagi saya pedulikan. Hampir semua kawan-kawan yang sedang menghadapi ‘perang’ yang sama mengatakan “Hebat bangat kalo bisa selesai dalam satu bulan”. Artinya tetap sama dengan pembimbingku “Almost impossible!!”
Short target dibuat; hari ini harus selesai ini, hari ini harus sudah menemukan buku ini, hari ini sudah harus membahas ini, hari ini sudah selesai sub-judul ini dan seterusnya. Alhamdulillah, minggu ke-dua bab dua selesai. “I am so sorry Bahren. So many meetings to be attended. So many theses to read. You know, I have seven Ph.D students and 2 masters under my supervisory. Not only you..!” Begitu kata pembimbing tesisku. Dapat dipahami karena pembimbingku adalah kepala Pusat Pelatihan Bahasa dan Linguistik, UKM. Saya sangat memahami ini. Sedikit pun tidak menyalahkan beliau. Saya sangat paham dengan kesibukan beliau. Saya sendiri, hanya sebagai sekretaris jurusan di kampus, rasanya sibuk minta ampun, apa lagi beliau. Tapi di sisi lain, target adalah harga mati, atau saya akan menyebut diri sendiri pecundang! “Sorry, No excuse!!”
Mulai saat itu saya lebih mengambil sikap sendiri. “Ok Doctor, I’ll do my best”, sambil meninggalkan ruangan beliau. Beliau pun makin sibuk dengan kegiatan rapat akhir semester dan persiapan awal semester. Bab satu dan dua yang saya berikan baru dibaca dan dikoreksi seminggu berikutnya. Saat itulah saya baru merasakan betapa coretan-coretan di atas tesis itu begitu indah dan menyenangkan. Gembira bukan main mendapatkannya. Cortetan-coretan itu langsung saja diperbaiki sesuai yang disarankan. Obrak abrik buku-buku di perpustakaan memenuhi buku yang yang disarankan. Malam itu tidak ada kata tidur. Saya baru sadar dan melihat jam ketika sudah jam 5 subuh. Paginya langsung di-print dan diserahkan kembali ke penyelia siangnya. Beliau hanya bisa berkata “Wow…it is great, Bahren. You’ve finished it. Unfortunately, I do not have time to reread it”. Itu artinya dibutuhkan waktu lebih lama untuk melanjutkan penulisan bab-bab selanjutnya.
Hari itu, dari PPBL menuju PTSL (Perpustakaan Tun Sri Lanang), UKM, saya tapak trotoar kampus di tengah teriknya matahari. Heran, walau belum tidur sepicing pun, saya tidak merasakan kantuk. Waktu terus berlalu. 2010 seakan menonjok-nonjok hidungku, “You are the loser, man!”. Hari itu, seperti biasa, saya mengerjakan Shalat zuhur berjamaah di Masjid Kampus. Saya sujud di hadapan Allah, merasa diri begitu rendah di hadapanNya. “Ya Rabb… Engkau pasti tahu yang terbaik dalam hidupku. Berikanlah kemudahan dalam perjuangan ini. Tidak ada satu kekuatan apa pun untuk menentukan urusan ini kecuali izinMu. Insya Allah, ini adalah jalan yang Engkau ridhoi. Begitu banyak orang-orang yang telah berkorban untukku, Rabb. Janganlah kecewakan mereka oleh kelemahanku”. Saat itu tak terasa air mata menetes di hadapanNya.
Sebgai manusia, stress pasti. Panik sudah barang tentu. Mahasiswa dari Jambi terus bertanya melalui inbox facebook-ku untuk memastikan kelanjutan kelas mereka. Ibunda tersayang, adik dan keluarga yang menanti selalu bertanya kapan pulang. Isteri tercinta selalu bertitip rindu di dunia maya. Memberi dukungan dan semangat di setiap saat. “Abi sayang, berjuanglah untuk masa depan kita. Masa depan anak-anak kita. Jangan mundur setapak pun, karena isterimu ini akan selalu mendapingi dengan doa. Setiap nafasku adalah doa untukmu, sayang. Setiap shalatku adalah harapan-harapan yang dipanjatkan untuk perjuangan Abi. Fight, my man!” Putus asa? Rasanya tidak ada alasan untuk itu. Tentu bukan pula jalan yang mulia. Target adalah harga mati!
Larut dalam keputusasaan bukan caraku menjalani hidup. Saya putuskan untuk mengabaikan menunggu perbaikan dari pembimbing. Buat apa ditunggu? Menunggu tidak menyelesaikan apa pun. Baiklah, “I’ll do my best, and you’ll do yours”. Target jangka pendek pun kembali ditetapkan. Akhir November 2010 sudah harus selesai sampai bab 5 (kesimpulan). Kembali berjibaku di perpustakaan siang dan malam. Menghilang dari cerita pembimbing. Pulang ke kos (flat) hanya 3 hari sekali untuk berganti pakaian (kalu masih ada yang bersih, kalau tidak, terpaksa harus mencuci dulu). Handuk, pakaian, dan alat mandi dibawa sebagai perbekalan di perpustakaan. Jangan salah, di bawah meja tempat saya mengerjakan tesis ada jemuran handuk, hehehe… Untung petugas perpustakaan itu tidak pernah tahu hal ini. Meja dipenuhi buku. Makan tidak teratur (mie instan direndam air panas adalah makanan favorit), jadwal tidur aburadul. Waktu yang kurang dari satu bulan itu harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Alhamdulillah, semua sesuai target. November berakhir bersama lima bab tesisku. Tapi benarkah semua itu sudah ‘on the track?’. Sudah sesuai dengan apa yang diharapkan pembimbing? “who cares?”. Yang penting tugasku sudah selesai, ‘I’ve done my best”. Dengan semangat dibawalah hasil kerja ‘berdarah-darah’ tersebut menghadap pembimbing. Saya disambut oleh sekretaris pribadi beliau “Maaf lah encik Bahren. Docter tak boleh nak diganggu. Beliau dah seminggu ni ada bengkel kat Malaka”. Oh my God, apa hendak dikata. Tesis pun ditinggal begitu saja dan tidak mendapat kepastian kapan bisa bertemu untuk bimbingan. Jarum jam pun dengan pasti berputar di bulan Desember. Kepastian harus membayar spp sudah diumumkan oleh kampus. Masalah baru datang silih berganti, tidak ada biaya untuk membayar spp. Stress tingkat tinggi terjadi.
Siapa yang hendak disalahkan? Jangan salahkan siapa pun, karena itu akan menyakiti diri sendiri. Doa dan usaha adalah cara terbaik menghadapi masalah. Dukungan dari orang-orang terdekat sangat berarti. “Abi, jangan putus asa ya sayang. Kita tunggu keajaban dari Allah. Ok, sayang. Abi telah berbuat yang terbaik. Ummi yakin, Allah lebih tahu dari kita. I love you, sayang” Begitu kata isteri tercinta dari tanah Pekanbaru nun jauh di sana selalu memberi semangat. Seorang isteri yang merelakan rindu, sayang, dan kasihnya ‘dirampas’ perjuangan suaminya di rantau orang. Seorang isteri yang merenta hari dengan sepi dan kebosanan tanpa suami tercinta di sisinya. Demi sebuah perjuangan bersama. “Ya Rabb, jadikanlah keluargaku yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah. Hamba bersyukur kehadiratMu telah menempatkan wanita sholeha sebagai pendamping hidupku”. Itulah diantara doa-doa yang selalu terucap di setiap shalat lima waktuku.
Benar saja, beberapa hari kemudian saya mendapat sms dari pembimbing untuk membahas apa yang telah saya kerjakan. “it’s surprised, Bahren. You’ve finished everything” Begitu kata beliau sesaat saya masuk ke dalam ruangannya. “Give me time about two days to read your thesis. If everything is on the track, it is possible for you to have viva (thesis exam) at the beginning of January”. Serasa mau terbang ketika melangkah keluar dari ruangan itu. Inilah kekuasaanMu, ya Rabb. Dua hari adalah waktu menunggu yang sangat medebarkan. Kemungkian utuk ditolak sangat besar. Menulis tesis tanpa bimbingan sesuatu yang mengerikan. Tapi saya sudah siap dengan segala resiko. Mengulang dari awal penulisan pun siap. Tepatnya, mempersiapkan mental. Sesuai yang dijanjikan dua hari kemudian beliau sms “take your thesis at my home, do the correction, and submit” Allahuakbar, maha besar dangan segala rencanaNya. Berita baiknya lagi, saat berjalan menuju rumah beliau saya menemukan motor saya yang hilang sejak setahun yang lalu. “Today is the big day for me” sambil berulang kali bersyukur kepadaNya. Tesis selesai, motor kembali. “Bahren, your thesis is great. I like it” begitu kata beliau saat saya melangkah meninggalkan pekarangan rumah beliau. Bahagia dan mengharukan.
“Everything is possible!” keyakinanku semakin bertambah. Dua hari setelah submit datang lagi sms dari beliau “your viva is Friday, 31/12/2010”. Lagi-lagi Allah melihatkan kebesarannya. Semua langsung dipersiapkan. Tesis dibaca bolak balik, slide presentasi tuntas dalam satu malam. I am ready to fight. Namun, tanggal 26/12/2010 berlangsung final piala AFF. Malaysia menjadi juara setelah mengalahkan Indonesia. Perdana Menteri Malaysia pun mengumumkan hari Jumat libur bersama. Saya sama sekali tidak menyangka bahwa perhelatan piala AFF ini ada hubungannya dengan tesisku. Tapi itu lah faktanya, kegagalan Mas Firman Utina mengeksekusi penalty telah menggeser jadwal ujian tesisku menjadi hari Senin 3/1/2011. Gagalkah saya? Yups, gagal 3 hari dari target yang telah ditetapkan, 2010 harus Master. Gagal dengan dengan kepuasan karena telah berusaha maksimal. Persis seperti tim ‘Garuda’ yang tidak juara tapi sudah memeberikan permainan terbaik untuk bangsa Indonesia.
30 Desember 2010 adalah hari ulang tahunku. Tahun inipun saya sangat bahagia karena diberi hadiah oleh Allah sebuah peringatan bahwa kesehatan itu penting. Akumulasi dari kegiatan selama dua bulan terakhir telah membuat saya tidak berdaya di atas kasur saat ulang tahunku karena dihantam demam panas. Saat artikel ini ditulis pun saya masih tak berdaya karena batuk, filek, dan panas badan yang belum mau berkompromi. Mudah-mudahan hari Senin (3/1/2011) mendatang sudah sembuh dan cukup fit untuk menghadapi sidang tesis, amin.
Pesan kecil dari tulisan singkat ini adalah ‘tidak ada yang tidak mungkin’. Allah maha tahu mana yang mungkin dan mana yang tidak mungkin. Kerjakan tugas kita dengan usaha maksimal dan biarkan Allah yang memutuskan. Buatlah target-target dan fokus untuk mencapainya. Biarlah orang mengatakan ‘tidak mungkin’ tapi lakukan yang terbaik. ‘kemungkinan akan selalu ada’. Beberapa jam lagi tahun 2011 akan menjelma. Sudahkah kita membuat target-target yang hendak dicapai pada tahun mendatang? Semoga tahun mendatang kita menjadi hambaNya yang lebih baik dari tahun ini, amin. Selamat Tahun Baru 2011.
Malaysia, 31/12/2010
REFLEKSI AKHIR TAHUN: FIGHTING FOR THESIS
Beberapa saat lagi akan terjadi pergantian tahun 2010 menuju 2011. Saatnya pula untuk melihat sebuah rute perjalanan kehidupan yang telah disusun. Meninjau hari-hari yang telah terlewati. Saya sendiri mempunyai rute yang terangkum di dalam “Road to the Fame”, sebuah peta kehidupan. Pada lembaran ini telah saya tuliskan target-target yang harus dicapai dari tahun ke tahun. Paling tidak, pada rute itu telah tertuliskan rencana kehidupan dari tahun 2006 hingga 2036. Bagaimana dengan capaian tahun 2010?
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, beberapa rencana tahun ini telah terlaksana dengan baik seperti memulai kehidupan berumah tangga, memulai perjalanan karir di kampus, penerbitan buku, dan lain-lain. Namun tidak dipungkiri pula beberapa kegagalan turut member dinamika kehidupan itu sendiri. Bukankah kegagalan itu adalah kata lain dari kesuksesan yang tertunda? Tahun ini, perjalanan mencapai target menamatkan Master (S2) di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) telah mencipta cerita penting mengakhiri untuk tahun 2010 ini. Dalam ‘peta’ kehidupan yang telah saya rancang (Road to the Fame) telah ditulis bahwa paling lambat saya sudah menamatkan S2 di tahun 2010. Mengenai target yang satu ini memang memiliki cerita khusus dan perjalanan yang mendebarkan sehingga terjadi pertarungan batin yang sangat memeras pikiran dan tenaga, paling tidak dua bulan terakhir.
Pertengahan Oktober 2010 lalu saya sampai di Malaysia dengan satu tekat untuk mengejar penyelesaian penulisan tesis, setelah merasa tidak bisa menulis di Jambi karena banyaknya pekerjaan harian/rutinitas yang harus diselesaikan. Tiga hari setelah kedatangan di Malaysia langsung menghadap pembimbing tesis (penyelia) dengan berbekal bab satu. Waktu itu belau bilang “it’s almost impossible for you to finish your study this year. I am so sorry, Bahren. I am so busy recently”. Saya terhenyak. Target yang sudah disusun sejak dari Jambi untuk menyelesaikan satu bab satu minggu jadi terpukul. Kerja keras selama tiga hari, siang dan malam berjibaku di perpustakaan menyelesaikan bab satu, terasa sia-sia mendengar komentar tersebut. Menyerah? Tunggu dulu! Rasanya perang belum dimulai. Lupakan komentar itu. Buktikan bahwa ‘everything is possible’. Sajak saat itu, saya seakan tidak pedulikan kesehatan, tidak ambil pusing dengan makan, dan tidak peduli jam tidur. Yang saya peduli hanya satu; Tesis selesai dalam satu bulan!
Setiap mengerjakan tesis “Road to the Fame” selalu saya sandingkan dengan window tesis yang sedang dikerjakan. Berpacu dengan waktu. Angka 2010 yang yang tertera di sana seolah-olah berteriak “ayoooo cepatan! Waktu anda tinggal sedikit. Atau anda hanya seorang pecundang..! Pe…cun…dang…!” Teriakan itu menampar-nampar mukaku ketika rasa kantuk menyerang. Ia memijit-mijit ototku ketika pegel terasa di seluruh tubuh. Menghilangkan rasa lapar. Menistakan rasa haus. Semua tidak lagi saya pedulikan. Hampir semua kawan-kawan yang sedang menghadapi ‘perang’ yang sama mengatakan “Hebat bangat kalo bisa selesai dalam satu bulan”. Artinya tetap sama dengan pembimbingku “Almost impossible!!”
Short target dibuat; hari ini harus selesai ini, hari ini harus sudah menemukan buku ini, hari ini sudah harus membahas ini, hari ini sudah selesai sub-judul ini dan seterusnya. Alhamdulillah, minggu ke-dua bab dua selesai. “I am so sorry Bahren. So many meetings to be attended. So many theses to read. You know, I have seven Ph.D students and 2 masters under my supervisory. Not only you..!” Begitu kata pembimbing tesisku. Dapat dipahami karena pembimbingku adalah kepala Pusat Pelatihan Bahasa dan Linguistik, UKM. Saya sangat memahami ini. Sedikit pun tidak menyalahkan beliau. Saya sangat paham dengan kesibukan beliau. Saya sendiri, hanya sebagai sekretaris jurusan di kampus, rasanya sibuk minta ampun, apa lagi beliau. Tapi di sisi lain, target adalah harga mati, atau saya akan menyebut diri sendiri pecundang! “Sorry, No excuse!!”
Mulai saat itu saya lebih mengambil sikap sendiri. “Ok Doctor, I’ll do my best”, sambil meninggalkan ruangan beliau. Beliau pun makin sibuk dengan kegiatan rapat akhir semester dan persiapan awal semester. Bab satu dan dua yang saya berikan baru dibaca dan dikoreksi seminggu berikutnya. Saat itulah saya baru merasakan betapa coretan-coretan di atas tesis itu begitu indah dan menyenangkan. Gembira bukan main mendapatkannya. Cortetan-coretan itu langsung saja diperbaiki sesuai yang disarankan. Obrak abrik buku-buku di perpustakaan memenuhi buku yang yang disarankan. Malam itu tidak ada kata tidur. Saya baru sadar dan melihat jam ketika sudah jam 5 subuh. Paginya langsung di-print dan diserahkan kembali ke penyelia siangnya. Beliau hanya bisa berkata “Wow…it is great, Bahren. You’ve finished it. Unfortunately, I do not have time to reread it”. Itu artinya dibutuhkan waktu lebih lama untuk melanjutkan penulisan bab-bab selanjutnya.
Hari itu, dari PPBL menuju PTSL (Perpustakaan Tun Sri Lanang), UKM, saya tapak trotoar kampus di tengah teriknya matahari. Heran, walau belum tidur sepicing pun, saya tidak merasakan kantuk. Waktu terus berlalu. 2010 seakan menonjok-nonjok hidungku, “You are the loser, man!”. Hari itu, seperti biasa, saya mengerjakan Shalat zuhur berjamaah di Masjid Kampus. Saya sujud di hadapan Allah, merasa diri begitu rendah di hadapanNya. “Ya Rabb… Engkau pasti tahu yang terbaik dalam hidupku. Berikanlah kemudahan dalam perjuangan ini. Tidak ada satu kekuatan apa pun untuk menentukan urusan ini kecuali izinMu. Insya Allah, ini adalah jalan yang Engkau ridhoi. Begitu banyak orang-orang yang telah berkorban untukku, Rabb. Janganlah kecewakan mereka oleh kelemahanku”. Saat itu tak terasa air mata menetes di hadapanNya.
Sebgai manusia, stress pasti. Panik sudah barang tentu. Mahasiswa dari Jambi terus bertanya melalui inbox facebook-ku untuk memastikan kelanjutan kelas mereka. Ibunda tersayang, adik dan keluarga yang menanti selalu bertanya kapan pulang. Isteri tercinta selalu bertitip rindu di dunia maya. Memberi dukungan dan semangat di setiap saat. “Abi sayang, berjuanglah untuk masa depan kita. Masa depan anak-anak kita. Jangan mundur setapak pun, karena isterimu ini akan selalu mendapingi dengan doa. Setiap nafasku adalah doa untukmu, sayang. Setiap shalatku adalah harapan-harapan yang dipanjatkan untuk perjuangan Abi. Fight, my man!” Putus asa? Rasanya tidak ada alasan untuk itu. Tentu bukan pula jalan yang mulia. Target adalah harga mati!
Larut dalam keputusasaan bukan caraku menjalani hidup. Saya putuskan untuk mengabaikan menunggu perbaikan dari pembimbing. Buat apa ditunggu? Menunggu tidak menyelesaikan apa pun. Baiklah, “I’ll do my best, and you’ll do yours”. Target jangka pendek pun kembali ditetapkan. Akhir November 2010 sudah harus selesai sampai bab 5 (kesimpulan). Kembali berjibaku di perpustakaan siang dan malam. Menghilang dari cerita pembimbing. Pulang ke kos (flat) hanya 3 hari sekali untuk berganti pakaian (kalu masih ada yang bersih, kalau tidak, terpaksa harus mencuci dulu). Handuk, pakaian, dan alat mandi dibawa sebagai perbekalan di perpustakaan. Jangan salah, di bawah meja tempat saya mengerjakan tesis ada jemuran handuk, hehehe… Untung petugas perpustakaan itu tidak pernah tahu hal ini. Meja dipenuhi buku. Makan tidak teratur (mie instan direndam air panas adalah makanan favorit), jadwal tidur aburadul. Waktu yang kurang dari satu bulan itu harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Alhamdulillah, semua sesuai target. November berakhir bersama lima bab tesisku. Tapi benarkah semua itu sudah ‘on the track?’. Sudah sesuai dengan apa yang diharapkan pembimbing? “who cares?”. Yang penting tugasku sudah selesai, ‘I’ve done my best”. Dengan semangat dibawalah hasil kerja ‘berdarah-darah’ tersebut menghadap pembimbing. Saya disambut oleh sekretaris pribadi beliau “Maaf lah encik Bahren. Docter tak boleh nak diganggu. Beliau dah seminggu ni ada bengkel kat Malaka”. Oh my God, apa hendak dikata. Tesis pun ditinggal begitu saja dan tidak mendapat kepastian kapan bisa bertemu untuk bimbingan. Jarum jam pun dengan pasti berputar di bulan Desember. Kepastian harus membayar spp sudah diumumkan oleh kampus. Masalah baru datang silih berganti, tidak ada biaya untuk membayar spp. Stress tingkat tinggi terjadi.
Siapa yang hendak disalahkan? Jangan salahkan siapa pun, karena itu akan menyakiti diri sendiri. Doa dan usaha adalah cara terbaik menghadapi masalah. Dukungan dari orang-orang terdekat sangat berarti. “Abi, jangan putus asa ya sayang. Kita tunggu keajaban dari Allah. Ok, sayang. Abi telah berbuat yang terbaik. Ummi yakin, Allah lebih tahu dari kita. I love you, sayang” Begitu kata isteri tercinta dari tanah Pekanbaru nun jauh di sana selalu memberi semangat. Seorang isteri yang merelakan rindu, sayang, dan kasihnya ‘dirampas’ perjuangan suaminya di rantau orang. Seorang isteri yang merenta hari dengan sepi dan kebosanan tanpa suami tercinta di sisinya. Demi sebuah perjuangan bersama. “Ya Rabb, jadikanlah keluargaku yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah. Hamba bersyukur kehadiratMu telah menempatkan wanita sholeha sebagai pendamping hidupku”. Itulah diantara doa-doa yang selalu terucap di setiap shalat lima waktuku.
Benar saja, beberapa hari kemudian saya mendapat sms dari pembimbing untuk membahas apa yang telah saya kerjakan. “it’s surprised, Bahren. You’ve finished everything” Begitu kata beliau sesaat saya masuk ke dalam ruangannya. “Give me time about two days to read your thesis. If everything is on the track, it is possible for you to have viva (thesis exam) at the beginning of January”. Serasa mau terbang ketika melangkah keluar dari ruangan itu. Inilah kekuasaanMu, ya Rabb. Dua hari adalah waktu menunggu yang sangat medebarkan. Kemungkian utuk ditolak sangat besar. Menulis tesis tanpa bimbingan sesuatu yang mengerikan. Tapi saya sudah siap dengan segala resiko. Mengulang dari awal penulisan pun siap. Tepatnya, mempersiapkan mental. Sesuai yang dijanjikan dua hari kemudian beliau sms “take your thesis at my home, do the correction, and submit” Allahuakbar, maha besar dangan segala rencanaNya. Berita baiknya lagi, saat berjalan menuju rumah beliau saya menemukan motor saya yang hilang sejak setahun yang lalu. “Today is the big day for me” sambil berulang kali bersyukur kepadaNya. Tesis selesai, motor kembali. “Bahren, your thesis is great. I like it” begitu kata beliau saat saya melangkah meninggalkan pekarangan rumah beliau. Bahagia dan mengharukan.
“Everything is possible!” keyakinanku semakin bertambah. Dua hari setelah submit datang lagi sms dari beliau “your viva is Friday, 31/12/2010”. Lagi-lagi Allah melihatkan kebesarannya. Semua langsung dipersiapkan. Tesis dibaca bolak balik, slide presentasi tuntas dalam satu malam. I am ready to fight. Namun, tanggal 26/12/2010 berlangsung final piala AFF. Malaysia menjadi juara setelah mengalahkan Indonesia. Perdana Menteri Malaysia pun mengumumkan hari Jumat libur bersama. Saya sama sekali tidak menyangka bahwa perhelatan piala AFF ini ada hubungannya dengan tesisku. Tapi itu lah faktanya, kegagalan Mas Firman Utina mengeksekusi penalty telah menggeser jadwal ujian tesisku menjadi hari Senin 3/1/2011. Gagalkah saya? Yups, gagal 3 hari dari target yang telah ditetapkan, 2010 harus Master. Gagal dengan dengan kepuasan karena telah berusaha maksimal. Persis seperti tim ‘Garuda’ yang tidak juara tapi sudah memeberikan permainan terbaik untuk bangsa Indonesia.
30 Desember 2010 adalah hari ulang tahunku. Tahun inipun saya sangat bahagia karena diberi hadiah oleh Allah sebuah peringatan bahwa kesehatan itu penting. Akumulasi dari kegiatan selama dua bulan terakhir telah membuat saya tidak berdaya di atas kasur saat ulang tahunku karena dihantam demam panas. Saat artikel ini ditulis pun saya masih tak berdaya karena batuk, filek, dan panas badan yang belum mau berkompromi. Mudah-mudahan hari Senin (3/1/2011) mendatang sudah sembuh dan cukup fit untuk menghadapi sidang tesis, amin.
Pesan kecil dari tulisan singkat ini adalah ‘tidak ada yang tidak mungkin’. Allah maha tahu mana yang mungkin dan mana yang tidak mungkin. Kerjakan tugas kita dengan usaha maksimal dan biarkan Allah yang memutuskan. Buatlah target-target dan fokus untuk mencapainya. Biarlah orang mengatakan ‘tidak mungkin’ tapi lakukan yang terbaik. ‘kemungkinan akan selalu ada’. Beberapa jam lagi tahun 2011 akan menjelma. Sudahkah kita membuat target-target yang hendak dicapai pada tahun mendatang? Semoga tahun mendatang kita menjadi hambaNya yang lebih baik dari tahun ini, amin. Selamat Tahun Baru 2011.
Malaysia, 31/12/2010
Discussion about this post