SALAM PILU DARI MERAPI[*]
Oleh: Bahren Nurdin
Lama sudah kenangan itu berkelana
melewati masa berganti masa
Tak ada kabar juga titip salam, tak ada apa-apa
Semua tunduk pada sabda Illahi
Tapi aku belum lupa, tak kan pernah hingga menutup mata
kita pernah bermesra bersama rembulan dan angin malam
cemara-cemara menari riang, rumput-ruput bermandikan embun
burung-burung lelap dengan nyanyian jangkrik nan syahdu
Malam itu, aku bermesra dengan lembahmu, ngaraimu, bukitmu, batumu, pasirmu, juga debumu.
Kau persembahkan jiwamu nan tenang lagi damai. Damai sedamai-damainya.
Di puncakmu pagi itu aku saksikan mentari tersenyum
Indah tak terkira, kau pasak bumi gagah berani, menjulang ke awan
Kenangan itu telah kulukis di atas kanvas kehidupan
dan akan kutempelkan di dinding syurga di akhir zaman
Pasti bidadari kan menari tu mengagumi
Namun
Di tengah gulita malam itu…
Kau kabari aku dengan berita pilu
Debu-debu yang selama ini meyuburkan tenaman moyangku
Kau ubah menjadi malapetaka nan membara
Angin malam di puncakmu nan dingin dan menyejukkan
Kau hembuskan menjadi api melalap siapa saja, apa saja
Lumpurmu panas meluncur menerjang malam
Lidah apimu garang menjilat-jilat bumi pertiwi
Seketika
Aliran lavamu berlomba dengan air mata negeriku
Abu panasmu menyelimuti kehidupan, juga kematian
Seketika, mayat-mayat hangus berjajar kaku
Darah-darah menetes beku
Anak-anak kehilangan ayah dan ibu
Binatang ternak mati dipangku
Sawah ladang berobah menjadi abu
Semua kaku, semua pilu.
Merapi…
Bukan salahmu berita ini kau khabarkan pada kami
Itu salah kami.!
salah kami berdiri di negeri lupa diri
Aku tahu kau hanya menyampaikan berita dari yang Maha Kuasa
Untuk mengingatkan kami yang selalu terperdaya
Pemimpin kami durhaka, budak harta, berhati buta
Ahli agama bermain ayat-ayat Tuhan di atas perut para pelacur; artis kata mereka.
Jubah dan sorban hanya topeng penutup aib nan amis
Ahli hukum menari di atas undang-undang kebohongan dan manipulasi
Kebenaran dijungkir balik berujung korupsi
Negeri kami….ya negeri kami…. negeri penuh ilusi
Bahkan saat kau kabarkan berita duka ini
Pemangku kuasa negeri masih sibuk mencari dalih keluar negeri
Menonton tari telanjang, mancari pelacur kelas teri
Berbelanja harta benda menghabiskan uang riba
Dibungkus dusta ‘urusan negara’
Sialan…!
Mereka ternyata tak peduli. Tak peduli..!
Tak peduli dengan mayat yang membanjiri
Bak luka disiram cuka mereka berkata “itu kan resiko mereka sendiri”
Merapi…
Sungguh pilu berita ini menghujam di nadi hingga hulu hati
Tangis dan ratap para pengungsi telah cukup sebagai lonceng introspeksi
Cukup sudah berita ini kau kabarkan pada kami
Kami ingin kembali menata hari nan telah pergi
Sejarah telah terpatri di tembok kelalaian kami
Merapi…
Aku rindukan kau tersenyum nenatap Jogja
Berdiri gagah di belakang Graha Saba¨
Menjadi kebanggaan dan cindramata bagi siapa saja
Merapi tersenyumlah….
Yaaa… Allahu Robbi, sudahkan murkaMu atas dosa kami.
Malaysia, 12 November 2010.
[*] Puisi ini disampaikan dalam rangka Pentas Seni Budaya dan Doa Bersama pada Malam Peduli Bencana Tanah Air yang diselenggarakan oleh PPI-UKM, Malaysia. 12 November 2010.
¨ Graha Saba Pramana adalah gedung pertemuan UGM. Bila masuk dari gerbang utama UGM (dari arah bundaran UGM) maka dapat melihat merapi berdiri kokoh di belakang Grahasaba ini, terutama jika cuaca cerah.
Discussion about this post