Oleh: Bahren Nurdin, MA
Untuk kesekian kalinya Pemerintah Kota Jambi (Satpol PP) melakukan razia di eks-lokalisasi Payo Sigadung alias Pucuk pasca penutupannya pada 13 Oktober 2015. Razia dilakukan karena disinyalir tempat maksiat terbesar di Provinsi Jambi itu diam-diam masih beroperasi. Jauh-jauh hari sudah saya ingatkan melalui artikel “Jangan Tutup Pucuk”. Saya kutip langsung artikel tersebut, “Jangan Tutup Pucuk jika setengah hati, jika hanya mencari pencitraan, jika bukan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Jika bukan karena takut kepada Allah!”. Penutupan Pucuk tidak boleh dijadikan ladang pencitraan siapa pun.
Faktanya, sampai hari ini walau dalam senyap Pucuk (masih) dicinta. Jika dicermati, sebenarnya persoalan prostitusi ini bagaikan segi tiga emas yang saling berkaitan satu sama lain. Segitiga itu melitputi prostitusi, ekonomi dan sospol. Tiga hal ini harus dikaji secara mendalam sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh untuk menyelesaikannya.
Jamak kita mendengar pengakuan dari para Pekerja Seks Komersial (PSK) bahwa mereka melakukan transaksi syahwat ini karena desakan ekonomi. Hal ini sebenarnya sudah mencoba dilakukan oleh Pemkot dengan menjalin kerja sama Kementerian Sosial untuk memberikan modal usaha kepada para eks-penghuni Pucuk. Tapi sangat disayangkan program ini masih terkesan musiman dan parsial. Seharusnya berkelanjutan dan menyeluruh. Apa yang terjadi kemudian adalah, modal habis dan mereka kembali menjajakan body.
Selain itu, masih beroperasinya bisnis ‘kenikmatan’ ini tentu tidak lepas dari teorie konomi ‘supply and demand’ (penawaran dan permintaan). Masih terjadi transaksi antara yang menyediakan jasa dan pelanggan. Sudah sangat jelas bahwa jika permintaan tinggi maka bisnis ini akan tetap subur. Jadi, dua hal yang terjadi sehingga membuat Pucuk masih beroperasi adalah permintaan yang masih tetap ada dan dorongan kebutuhan ekonomi pelaku yang selalu mendesak. Ditambah lagi, rantai ekonomi yang terjadi di lokasi seperti jasa penyewaan kamar, jualan makan dan minuman, dan lain sebagainya yang selalu saja menggiurkan.
Untuk memutus mata rantai ini tidak ada jalan lain kecuali melakukan alih fungsi lokasi. Dari awal penutupannya Wali Kota Jambi telah mewacanakan akan dilakukan alih fungsi lokasi ini mejadi sentral kegiatan umat Islam (Islamic Center). Alih fungsi ini tentunya sangat penting sebagai pengganti kegitan yang telah berjalan selama ini. Bolehlah kita mengambil contoh bagaimana dulu Pondok Modern Gontor, Jawa Timur, awal dibangun. Pada awalnya, Gontor hanyalah kawasan hutan yang dikenal sebagai tempat persembunyian para penjahat, rampok, penyamun dan pemabuk. Tempat yang tentu berbanding terbalik dari apa yang kita saksikan saat ini.
Wacana pembangunan Islamic Center di kawasan eks-lokalisasi Pucuk ini sudah sangat tepat. Namun sampai saat ini agaknya belum terlihat tanda-tanda akan reaslisasinya. Belum terdengar pembebasan lahan apalagi pembangunan fisik. Ada apa?
Jika yang menjadi kendala adalah mahalnya harga tanah yang ditetapkan oleh masyarakat di kawasan tersebut, rasanya Pemkot dapat melakukan pendekatan demi pendekatan. Pemahaman masyarakat setempat perlu ditumbuhkan dengan berbagai sosialisasi. Ini juga belum terlihat dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Memang disadari bahwa kompleksnya persoalan dalam pembebasan lahan, namun bukan berarti putus asa dan berhenti berusaha hingga rencana mulia ini ditelan bumi.
Kepada masyarakat tentunya juga dihimbau untuk bahu membahu bersama pemerintah mendukung rencana ini. Menuntut harga tanah selangit tentu bukan tindakan yang bijak. Duduk bersama dan mencari solusi yang saling menguntungkan (win win solution) adalah langkah tepat untuk mempercepat tercapainya tujuan bersama. Harus diingat, prostitusi adalah penyakit masyarakat yang harus diberantas bersama-sama. Jika tidak ada kehendak bersama, dampaknya tentu sangat merusak bagi keberlangsungan generasi bangsa ini.
Akhirnya, selagi Pucuk belum dialih fungsikan menjadi sesuatu yang lebih baik seperti Islamic Center, maka selama itu pulalah operasinya akan berjalan secara sembunyi-sembunyi. Razia hanya menyelesaikan masalah jangka pendek dan cenderung menciptakan peluang ‘kong kali kong’ petugas di lapangan. Semoga semangat Wali Kota dan masyarakat Jambi belum padam untuk merealisasikan alih fungsi ladang maksiat ini. Semoga.
#BNODOC11829042017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post