Oleh: Bahren Nurdin, MA
Menggunakan bahasa yang sederhana, saya ingin menuliskan “jika kebaikan (amaliah) yang anda lakukan untuk Allah, mengapa harus ditunjukkan kepada orang?”. Atau, anda tidak yakin bahwa Allah melihat kebaikan yang anda lakukan sehingga harus dipamerkan kepada orang lain? Apa yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini bukan untuk memperdebatkan apakah boleh atau tidak menyiarkan kebaikan-kebaikan yang anda lakukan kepada orang lain, tapi lebih kepada penyampaian pesan untuk saling mengingatkan agar jangan sampai pahala-pahala yang kita lakukan hilang begitu saja karena dibakar oleh sifat riya.
Mungkin anda akan membantah dengan kalimat, “Kan, tergantung niatnya?”. Banyak orang yang sering berlindung di balik kalimat ini, padahal memang ingin pamer. Yakinlah, jika kebaikan yang dilakukan hanya untuk dilihat baik oleh orang, maka ‘pahala’ yang didapat juga dari orang berupa pujian, jempol, ‘salutation’, dan sejenisnya. Tentu semua itu sangat tidak sebanding dengan pahala yang disediakan oleh Allah. Hayo, mau dapat dari Allah atau dari orang?
Inilah fenomena media sosial hari ini. Dengan kemudahan komunikasi untuk berbagai konten dari tulisan, gambar hingga video-video, orang sangat mudah ‘mengumbar’ amaliah kebaikan yang mereka lakukan. Ke masjid, nulis status, baca Quran selfie, shalat malam divideoin, nyumbang ta’jil kirim foto, trus diberi caption “Alhamdulillah, bisa berbagi”, dan seterusnya. Salah?
Sekali lagi, jangan perdebatkan salah atau benar. Saya hanya ingin mengingatkan kita semua, termasuk saya, bahwa riya itu memang berbahaya. Ini peringatan Allah dalam Al-Quran, “Wail (Kecelakaanlah) bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, dan orang-orang yang berbuat riya’, … ” (Al Maa’uun: 4-7). Bukan pahala yang didapat, tapi malah celaka! Rasulullah juga mengkhawatirkan masalah riya ini. Beliau bersabda “Sesuatu yang aku khawatrikan menimpa kalian adalah perbuatan syirik asghar. Ketika beliau ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: ‘(contohnya) adalah riya’ ” (HR Ahmad).
Mengapa kita harus selalu saling mengingatkan mengenai hal ini, karena dengan berbagi status, foto, atau video amaliah yang kita lakukan akan mudah menggelincirkan kita pada keriyaan. Bolehlah kita mengatakan untuk memotivasi, untuk menyemangati, untuk silaturrahim, dll, tapi alibi-alibi ini boleh jadi sebagai jembatan menuju riya.
Perhatikan perumpamaan yang Allah berikan dalam Al-Quran, “…seperti orang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka. Perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang kafir.”(QS. Al-Baqarah: 264). Jelas? Jadi pahalanya ‘bersih’ tak tersisa. Hanyut!
Besok insya Allah kita ummat Islam akan melaksanakan puasa ramadhan. Memasuki ‘bulan pendidikan’ yang akan dijadikan ‘training center’ untuk melatih jiwa dan raga menjadi hamba Allah yang lebih baik. Puasa membuat badan lebih sehat dan bugar, juga menjadi jiwa-jiwa yang tenang dengan lebih mendekatkan diri kepadaNYA. Di bulan ini pula Allah janjikan ganjaran-ganjaran yang berlipat ganda atas kebaikan-kebaikan yang dilakukan.
Sungguh sangat merugi jika amal-amal itu harus tercampur dengan sikap riya yang cenderung pamer dan sombong. Janganlah sampai puasa kita tidak mendapat apa-apa hanya gara-gara terlalu sering ‘selfie’. Nabi bersabda, “Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR. Ibnu Majah).
Akhirnya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.“ (QS. Az Zalzalah: 7-8) . Masih belum yakin? Jadi, tanpa ‘selfie’ pun Allah sudah tahu kebaikan anda. Saatnya puasa selfie agar terhindar dari riya. Wallahu a’lam bish-shawab.
#BN14526052017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post