Setelah beberapa bulan lalu ketok palu sidang senat Fakultas Adab memilih Dr. Subhan, M.Ag sebagai Dekan ke-2 fakultas termuda di IAIN STS Jambi tersebut, pada tanggal 23 Desember 2009 lalu Rektor kembali melantik beberapa pejabat eselon dan tiga orang diantarnya adalah pembantu dekan Fakultas Adab. Dengan dilantiknya tiga pembantu dekan tersebut artinya mulai hari itu fakultas ini sudah siap kembangkan layar untuk melanjutkan pelayaran para nahoda dan awak kapal periode yang lalu. Disadari atau tidak di tangan merekalah kapal Fakultas Adab ini ditentukan. Ke mana dia akan berhala, dimana ia akan berlabuh, karam dan berdiri tegaknya layer sepenuhnya tergantung pada mereka yang tentunya juga dibantu oleh warga kapal itu sendiri. Namun warga kapal tentu tidak bisa berbuat banyak karena segala kebijakan dan keputusan ada pada pembesar-pembesar ini.
Dari nama-nama yang terpilih untuk berada di barisan depan Fakultas ini tidak ada yang perlu diragukan kualifikasi mereka secara kasat mata. Nama-nama yang naik ke panggung adalah nama-nama yang memiliki reputasi dibidang keilmuannya masing-masing. Maka dari itu, kata yang pantas untuk menyembut mereka adalah satu prase “selamat bekerja”. Kerja yang tentunya tidak ringan karena segenap ‘pekerjaan rumah’ dan tantangan peradaban globalisasi siap menghadang. Melalu tulisan ini mari kita liahat, bagaimana masa depan Fakultas Adab ke depan?
Pembenahan Administasi dan Birokrasi
Salah satu tugas berat Dekan dan para pembantunya saat ini adalah mengurus akreditasi jurusan yang ada. Jika saya tidak salah hampir semua jurusan yang ada di Fakultas Adab belum terakreditasi. Jurusan-jurusan yang ada baru sekedar mengantongi surat izin baik dari Depag maupun Diknas. Ini tidak bisa dianggap enteng karena jika dalam beberapa tahun ini jurusan-jurusan tersebut juga belum memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), maka dipastikan akan terlalu banyak yang harus dikorbankan, dari mahasiswa hingga fakultas sendiri. Bisa-bisa jurusan tersebut di tutup. Tentu jangan sampai ini yang terjadi. Lagi-lagi ini adalah tugas berat dan mendesak
Selain itu, di bidang akademis seperti penyusunan kurikulum dan matakuliah di setiap jurusan juga masih sangat memerlukan tenaga dan pemikiran. Ambil saja contohnya apa yang ada di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Menurut pengamatan saya penyusunan matakuliah untuk jurusan ini masih perlu pembenahan, kalau tidak boleh saya katakan kacau balau. Penentuan kode mata kuliah belum berjalan. Penetapan mata kulih pilihan dan mata kuliah wajib masih celang-belengkang. Mata kuliah prasyarat belum ditetapkan, dan sebagainya. Dan diyakini juga terjadi pada jurusan-jurusan lain yaitu jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Sejarah Peradaban Islam, dan Ilmu Perpustakaan. Jika ini tidak dibenahi dengan cepat maka lulusan yang dihasilkan tidak akan mencapai kualitas yang diharapkan. Karena pada dasarnya mata kuliah-mata kuliah inilah yang berfungsi sebagai alat untuk membentuk mahasiswa fakultas ini sehingga pada saatnya nanti mereka keluar dengan kualifiksi-kualifikasi yang ditargetkan. Tetapi jika mesin pengolahnya ini rusak maka diyakini hasil yang diproduksi pun akan rusak, alias tidak berkualitas.
selanjutnya, pembenahan administrasi mahasiswa dan dosen juga menjadi persoalan tersendiri yang tidak kalah pentingnya. Sistem pengarsipan dan filing masih sangat tidak teratur. Coba sekali-kali diperlukan data nilai mahasiswa tiga tahun silam, apa masih bisa ditemukan? Jangankan tiga tahun silam, sering kali data nilai, kartu rencana studi (KRS), dan kartu hasil studi (KHS) semester yang lalu kadang-kadang susah untuk ditemukan. Para staf yang bertanggung jawab untuk mengatasi hal-hal seperti ini terkadang tidak menganggap ini penting ditambah dengan keterbatasan infrastruktur seperti perangkat komputer yang tidak terjaga dan terpelihara. Seringkali komputer yang ada hanya menjadi sarang virus sehingga tidak bisa diakses sebagaimana mestinya.
Begitu juga dengan administrasi dosen. Selama ini yang terjadi adalah dosen mengajar sesuai dengan ’keinginan’ masing-masing. Artinya, dosen hanya diberi surat keputusan pengampu matakuliah tertentu pada awal semeseter dan selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada dosen bersangkutan untuk meng-handle mata kuliah tersebut tanpa ada kontrol dari pihak fakultas maupun istitut. Dosen belum terbiasa membuat rencana pengajaran bahkan ada pula yang tidak mengacu pada kurikulum yang ada (karena kurikulmnya sendiri tidak up to date). Perangkat dan media pengajaran tidak pernah menjadi perhatian. Belum pernah terjadi sebuh kelas yang disiapkan untk proses belajar mengajar. Yang terjadi adalah dosen harus menyiapkan segala peralatan mengajar sendiri dari board marker, penghapus papan tulis hingga laptop dan LCD. Dengan kondisi seperti ini, dosen cenderung memakai metode ’diktator’ (jual diktat tuk kredit motor). Menggunakan diktat ’jadul’ dari tahun ke tahun.
Kesimpulannya, pembenahan administrasi dan birokrasi di kampus ini menjadi hal yang mendesak dan titik tolak pijakan pertama para pemimpin baru ini memulai kerjanya. Jika pembenahan ini diabaikan maka sudah dapat dipastikan hal-hal lain juga terabaikan. Kelancaran dan kenyamanan semua pihak di dalam kampus ini tidak dapat dipungkiri bergantung pada hal-hal teknis di atas. Para pembantu dekan yang baru semestinyalah mengambil ’kue’ bagian mereka masing-masing. Dari pembenahan kurikulum dan tetek bengek akademis lainnya oleh pembantu dekan satu, administrasi dan keuangan oleh pembantu dekan dua, sampai pada urusan kegiatan-kegiatan mahasiswa oleh pembantu dekan tiga. Ada harapan besar yang di letakkan pada pundak mereka ini semua untuk membangun fakultas ini lebih-lebih dalam menghadapi tantangan ke depan.
Facing the Future
Siapa saja yang hidup saat ini harus siap-siap menghadapi kehidupan global yang semakin hari semakin dekat dirasakan. Peradaban global (dan kapitalisme) yang siap menelan korban bagi siapa saja yang tidak siap mengikuti dan menhadapinya. Ritme kehidupan manusia yang semakin menggila. Kamajuan teknologi yang didewakan oleh Barat merajalela merambah dan memah peradaban Islam. Nilai-nilai keislaman dan budaya-duaya ketimuran, juga kearifan-kearifan adat-isti-adat setiap detik digerogoti. Orang-orang yang lengah pasti kalah. Orang-orang yang alfa pasti jadi mangsa. Orang-orang yang tidak siap berkompetisi akan mati. Begitulah sedikit gambaran peradaban yang akan dihadapi tersebut.
Untuk mengahdapi peradaban seperti ini, seyogyanyalah fakultas ini tampil sebagai lembaga pendidikan yang memberi solusi. Sebenarnya dengan empat jurusan yang ada saat ini, Fakultas Adab sudah merupakan pilihan tepat bagi masyarakat untuk dijadikan tempat menempa diri dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi zaman global tersebut. Sebut saja jurusan Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) misalnya akan mampu melahirkan sarjana yang mupuni di bidang Bahasa Inggris sekaligus dengan sastra yang di dalamnya syarat dengan pemahaman-pemahaman kesusastraan dan kebudayaan. Dengan keilmuan ini diharapkan para sarjananya akan mampu bermain di kancah internasional. Begitu juga jurusan Bahasa dan Sastra Arab (BSA), Sejarah Peradaban Islam (SKI), dan Ilmu Perpustakaan (IPt).
Namun demikian, jurusan-jursan ini hanyalah alat. Ibarat sebuah mobil canggih jika ia tidak dioperasikan dengan baik maka ia tidak akan mendatangkan manfaat apa pun. Karena ianya hanyalah sebuah alat. Yang jauh lebih penting dari alat itu adalah siapa yang menggunakan alat tersebut. Maksud saya, jurusan-jurusan yang hebat ini tidak akan berarti apa-apa jika orang-orang yang terlibat pada pengoprasiannya tidak berkeinginan besar untuk membuatnya hebat. Maka dari itu, para pembesar fakultas yang baru dilantik inilah yang akan menetukan masa depan fakultas ini. Apakah fakultas ini benar-benar menjadi institusi yang mampu memberi solusi bagi masyarakat untuk menghadapi zaman global mendatang atau hanya hebat sebatas nama namun kosong secara kualitas?
Jawaban dari pertanyaan ini tentunya tidak kita butuhkan sekarang namun akan kita saksikan paling tidak empat tahun mendatang. Apa pun hasilnya nanti bergantung pada apa yang dilakukan hari ini dan hari-hari selama empat tahun berlangsung. Ada harapan semoga pemimpin-pemimpin yang baru ini akan membawa perubahan dan perbaikan. Bukankah mereka semua juga telah memahamimi bahwa hanya orang-orang yang dalam kerugianlah yang masih berada pada posisi yang sama antara hari ini dengan hari kemaren. Mulai hari ini, fakultas ini harus lebih baik dari hari-hari sebelumnya, agar tidak rugi. Semoga.
Malaysia, 27 Desember 2007
Discussion about this post