Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) sudah sama-sama kita ketahui sebagai organisasi mahasiswa dan pelajar yang sedang menuntut ilmu di luar Indonesia. Melalui organisasi ini berhimpun para intelektual bangsa. Di dalam organisasi ini terdapat orang-orang yang siap memegang tongkat estapet kepemimpinan bangsa di masa mendatang. Di sini ada asa rakyat Indonesia dititipkan. Ada cita-cita besar kebangsaan yang ditanamkan. Benarkah itu?
Ada kegelisahan yang saya rasakan ketika baru sebulan menjadi anggota (gak tau sudah anggota atau belum karena belum ada bukti administratif untuk itu). Kegelisahan yang mungkin tak lebih dari sebuah harapan yang tak sesuai kenyataan. Dalam hal ini memang ada dua sisi yang harus dipertanyakan yaitu; pertama, harapan yang terlalu tinggi (sehingga tidak tercapai), dan kedua, realita yang telalu rendah. Apa sesungguhnya yang ada (menjadi harapan) dalam benak saya ketika merencanakan berangkat ke Malaysia dan bergabung menjadi anggota PPI (khusunya PPI-UKM).
Saya membayangakan paling tidak 3 hari setelah penerimaan mahasiswa baru (S1, S2, dan S3) PPI langsung mengadakan silarurahmi dengan para ‘junior’. Apa tujuannya? Para mahasiswa yang sudah lama di UKM mem-briefing para new comers dalam hal bagaimana cara mendaftar, di mana gedung-gedung tempat pendftaran dan segala pengurusan pendaftaran, siapa yang belum dapat tempat tinggal, dll. Tapi harapan itu ternyata tidak saya temukan. Bahkan sewaktu pendaftaran di gedung PPS ada beberapa anggota PPI (yang kemudian saya tau adalah panitia acara Port Dickson) yang terkesan ‘lantak kono’ alias EGP. Saya kemudian berpikir positif saja “oo..wajar, mereka tidak perlu menjadi guide karena yang datang udah tua samua… sudah bisa usaha sendiri”. Jadi saya tidak perlu kecewa terhadap itu. Syukur saya memiliki abang yang baik, Kakando H. Izzat Daud, Lc, MA. “Terima kasih, Bang”
Saat itu, ada pengumuman akan ada acara pertemuan PPI dan kunjungan wisata ke PD (waktu itu saya belum tau PD itu apa. Hari itu juga saya langsung bayar RM 20,00). Saya senang sekali karena saya sudah membayangkan di acara ini akan berisikan hal-hal penting tentang PPI. Saya bayangkan ketua PPI dan perangkatnya akan memperkenalkan diri dan menjelaskan segala sesuatu tentang PPI, dari sejarah hingga perkembangan PPI terkini. Apa saja prestasi-prestasi yang telah diukir. Apa saja kritikan dan masukan sebagai kontribusi kepada pembangunan bangsa, dll. Padahal, pada hari yang sama (waktu pergi ke Port Dickson) saya ada kelas pertemuan pertama, tapi saya lebih memilih hadir di PD karena ada harapan itu. (Maaf kalau cuma ingin melihat pantainya, saya rasa PD tidak lebih bagus dari Pantai Parang Teritis Jogjakarta yang sering saya kunjungi waktu S1 dulu). Akan tetapi, (tanpa mengecilkan makna persaudaraan dan kebersamaan yang telah terjalin di PD) saya lagi-lagi tidak menemukan harapan yang saya impikan. Saya tidak menemukan roh, spirit, dan perjuangan PPI. Sekali lagi saya menemukan orang-orang PPI tapi tidak menemukan roh PPI yang saya impikan.
Menurut bayangan saya PPI tidak hanya sebagai wadah tempat berkumpul (silaturrahim), tetapi jauh dari itu, PPI harus mampu menjadi kekuatan intelektual Negera Republik Indonesia yang ada di Malaysia. Jika hanya asumsinya adalah sebagai tempat berkumpul saya rasa tidak perlu bentuk oraganisasi, cukup bentuk saja arisan yasinan atau kelompok pengajian (seperti ibu-ibu di dusun saya). Kekuatan intelektual yang saya maksud adalah PPI memiliki power di segala bidang. Artinya, ranting patah pun di Indonesia dan Malaysia harus direspon oleh PPI. Istilah inilah kemudian yang sering kita sebut social control.
Ketidaknampakan peran PPI sebagai social control, menurut saya memberikan sumbangan nyata terhadap terjadinya kasus korupsi yang terjadi di KBRI beberapa waktu silam. Sosial kontrol ini sebenarnya bisa diwejawantahkan melalui berbagai cara seperti tulisan-tulisan di media nasional, tanggapan-tanggapan, penerbitan buku, seminar, dan lain sebagainya. Saya juga dulu membayangkan saya aka disambut dengan sebuah jurnal yang berisikan tulisan-tulisan para anggota PPI. Melalui tulisan tersebut saya dapat mambaca pemikiran-pemikiran hebat calon-calon doctor, master anggota PPI. Tapi….
Terkahir, yeah….ini hanya sekedar ‘rengekan’ nurani dan mimpi. Mungkin semua itu ada, tapi saya belum menemukannya. Alangkah bahagia rasanya ketika mimpi-mimpi ini dapat saya rasakan (dreams come true) di hari-hari mendatang tuk mengobati kecewa sebulan ini. Amin.
Discussion about this post