Oleh: Bahren Nurdin, MA
Matahari pagi baru saja menyapa bumi. Sinarnya menghangatkan siapa saja, apa saja. Burung-burung sawah baru saja keluar sarang bermandikan mentari, beterbangan kian kemari. Di tengah sawah nan hijau, padi muda asyiknya menari mengikuti irama angin semilir. Asap-asap kecil membubung ke angkasa sebagai penanda kehidupan di tengah sawah. Sejauh mata memandang, para petani sibuk dengan cangkul atau tajak di tangan. Ayam dan bebek mengais rejeki. Ikan dan belut bersemayam nyaman di dalam lumpur. Suasana pagi yang begitu damai dan bersahaja.
Itu dulu, sebelum mereka bisa mengeja kata ‘PETI’. Entah siapa yang memulai, hanya dalam hitungan bulan semua berubah; punah. Saksikanlah apa yang terjadi saat ini, sawah hilang bak disulap, ladang habis di kikis dan kampung-kampung gersang meradang. Yang tersisa hanyalah onggokan tanah merah nan gersang, lubang-lubang menganga, lumpur-lumpur bertabur, debu-debu menyerang hidung dan paru, longsor dan banjir mengintai setiap saat. Binatang ternak, ikan, dan tumbuhan musnah. Entah berapa banyak pula nyawa manusia yang melayang. Entahlah!
Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) memang telah meraja lela di berbagai daerah di Provinsi Jambi. Namun sayang, usaha-usaha yang dilakukan untuk memberantasnya tidak pernah benar-benar membuahkan hasil. Terkesan, PETI dijadikan komuditas jualan para pejabat dan penegak hukum. Bagi pejabat politik isu ini dijadikan jualan politik dengan janji-janji dan pencitraan. Buktinya, gonta ganti gubernur dan bupati, ‘gak ngefek’ sama sekali. Janji tinggallah janji, PETI tetap tak berhenti.
Bagitu juga bagi penegak hukum. Setiap ganti Kapolda dapat dipastikan isu ini menjadi perhatian penting bagi Kapolda baru. Coba saja hitung, barapa banyak Kapolda Jambi yang telah berjanji akan memberantas PETI? Faktanya, sampai hari ini PETI masih saja beroperasi!
Pemberantasan PETI memang memerlukan keseriusan dan ketegasan juga kerja sama semua pihak. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambangan illegal ini tentunya tidak dapat dianggap sepele. Bumi tempat manusia hidup saat ini telah rusak sedemikian rupa dan membahayakan. Bencana-demi bencana terus melanda.
Maka dari itu, dilihat dari dampak yang ditimbulkan, rasanya tidak salah PETI juga digolongkan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) layaknya korupsi dan narkoba. Jika korupsi dan narkoba dapat memberikan dampak massif terhadap kehidupan manusia di muka bumi ini, maka PETI juga demi kian. Lantas mengapa tidak memulai memikirkan peti mati bagi pelaku pertambangan ini, khususnya bandar penyandang dana. Siapa saja yang terbukti mejadi bandar PETI (layaknya Bandar Narkoba) sudah seharusnya dihukum mati. Dor!
Bandar PETI sudah seharusnya mendapatkan hukuman itu. Sangat yakin bahwa para pelaku di lapangan (masyarakat) tidak akan mampu melakukan pengrusakan sedemikian massifnya jika tidak ada para cukong penyedia alat berat dan permodalan yang melimpah. Logikanya sederhana, masyarakat sejak lama telah mengenal penambangan emas tradisional dengan ‘mendulang emas’. Aktivitas ini selama bertahun-tahun mereka lakukan tanpa merusak lingkungan dan alam. Namun, begitu kedatangan para cukung dari luar desa mereka, saat itulah kerusakan itu dimulai.
Itu artinya, untuk memberantas PETI ini harus terlebih dahulu ‘menghabisi’ para pemodal atau para bandar yang beredar. Dengan cara ini, paling tidak akan mengembalikan aktivitas masyarakat pada penambangan secara tradisional. Masyarakat masih tetap bisa menikmati hasil alam yang mereka miliki tanpa harus merusak.
Lebih dari itu, kesadaran masyarakat juga harus dibangun bahwa yang akan menerima dampak buruk PETI ini adalah mereka yang tinggal di desa tersebut. Sadarlah bahwa para cukong atau bandar tidak tinggal di sana dan ketika bencana melanda mereka boleh jadi sedang menikmati liburan menghabiskan uang keuntungan hasil PETI yang dikeruk dari masyarakat. Masyarakat sengsara, bandar gembira.
Akhirnya, peti mati adalah pilihan terbaik untuk memberantas para bandar PETI. Semua pemangku kebijakan sudah harus memikirkan ini dengan sangat serius. Pemerintah daerah, DPRD, Polri, tokoh masyarakat, adat, pemuda, dan masyarakat luas harus menyatukan tekad menyatakan perang terhadap bandar PETI. Sudah saatnya betindak sebelum semuanya mati! #BNODOC13516052017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post