Oleh: Bahren Nurdin, MA
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Perbedaan pendapat banyak pihak itu tercipta karena dampak yang ditimbulkan oleh peraturan ini masif dan menyangkut hak berserikat dan berkumpul rakyat republik ini.
Saya lebih cenderung menganalogikan Perppu ini seperti narkotika atau apa yang sering kita sebut dengan narkoba (narkotika dan obat-obat berbahaya). Apakah narkoba itu sama sekali tidak ada manfaatnya?
Kita tahu bahwa narkotik sangat bermanfaat bagi bidang kedokteran. Beberapa jenis narkoba seperti Kokain yang dapat digunakan sebagai penekan rasa sakit di kulit, digunakan untuk anestesi (bius). Morfin dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik non narkotika. Methadone yang saat ini banyak digunakan dalam pengobatan ketergantungan opium. dan lain sebagainya.
Lantas mengapa obat-obatan ini kemudian menjadi sangat berbahaya dan bahkan menjadi musuh negara saat ini? Jawabannya cuma satu; PENYALAHGUNAAN.
Itu kata kuncinya. Sesungguhnya jika sesuatu itu digunakan oleh orang yang tepat dan sesuai peruntukannya, maka ia akan mendatangkan manfaat. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai ketentuan maka mudharatlah yang didapat.
Analogi ini akan saya pasangkan pada Perppu No. 2 Tahun 2017 yang sedang diributkan saat ini. Maka saya ingin menggarisbawahi bahwa kekhawatiran masyarakat saat ini bukan pada Perppunya, tapi lebih kepada implikasi penerapannya yang ‘rawan’ penyalahgunaan.
Kita ambil contoh yang paling sederhana, Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: ayat (3) Ormas dilarang: melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika dilakukan, apa sanksinya? Pasal 6l (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas: a. peringatan tertulis; b. penghentian kegiatan; dan/atau c. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Sungguh tidak ada yang salah dengan bunyi pasal-pasal tersebut. Sangat baik dan tepat untuk menjaga keutuhan NKRI dan menjaga ketertiban umum. Namun, dapat dibayangkan apa yang terjadi jika pasal-pasal tersebut ‘disalahgunakan’. Diayakini akan dapat ‘membahayakan’ kebebasan berserikat dan berkumpul yang juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Maka kembali ke analogi di atas. Agar Perppu ini tidak membahayakan maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, harus digunakan oleh ‘orang’ yang tepat. Narkoba akan bermanfaat jika digunakan oleh dokter kepada pasiennya. Maka Perppu ini juga harus digunakan oleh orang-orang yang memang memiliki kewenangan menggunakannya (dalam hal ini pemerintah). Tapi masalahnya, bagaimana jika Perppu digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab?
Kedua, dosis yang tepat. Obat yang diberikan tidak sesuai dosis tidak akan mendatangkan kesembuhan, bahkan sebaliknya akan mendatangkan kematian. Penerapan Perppu ini juga harus sesuai kadar dan ketentuan yang ada. Hal ini juga menjadi kekhawatiran banyak pihak kalau-kalau Perppu ini digunakan secara ‘over dosis’. Jangan-jangan suatu saat nanti, dikit-dikit Perppu, dikit-dikit Perppu yang tujuannya hanya untuk memberangus kebebasan berpendapat rakyat Indonesia tercinta ini.
Ketiga, rawan malapraktik. Di dunia medis malapraktik itu diartikan sebagai praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik. Apakah bisa terjadi ‘malapratik’ penggunaan Perppu ini? Sangat memungkinkan. Lain ‘penyakit’ lain obat yang diberikan. Khawatirnya, apa pun ‘penyakitnya’(tentang ormas) obatnya cuma Perppu No 2 Tahun 2017. Maka akan bergelimpanganlah ‘mayat-mayat’ ormas di negeri ini.
Akhirnya, pro dan kontra adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang juga dijamin dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Hadirnya Perppu No 2 Tahun 2017 ini pun tentunya harus dilihat dalam kerangka menjaga keutuhan NIKRI dan ketenteraman berbangsa dan bernegara. Namun, jangan sampai pula tujuan ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Narkoba itu bermanfaat di bidang okedokteran, tapi mudharat bagi penyalahgunaannya. Jangan sampai ada ‘narkoba’ jenis Perppu! hehe. #BNODOC239282017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post