Penyair Dari Surga
(puisi untuk Abdurrahman Faiz)
Ketika ubun-ubunmu masih berdenyut lembut
Kain bedongmu baru saja menelongsong
Tangis lahirmu baru saja senyap
Bersama angin syurga
Matamu belum terbuka melihat ayah bunda
Kau hadir dengan kata berhimpun makna
Bibirmu masih kelu tuk mengeja aksara
Tangan mungilmu belum sebesar pena
Kupingmu belum mampu mendengar
Namamu dipangil
Hidungmu baru mengenali susu ibumu
Tapi nafasmu nafas syurga membawa telaga
Kau susun kata tanpa indera
Tapi dengan sukma
Kau bangun bait-bait anggun
Membuat insan pikun tertegun
Kau harungi bahtera makna di alam fana
Mengayuh biduk sampai ke upuk
Kini kata belum katamu
Kini rasa belum rasamu
Kini makna belum maknamu
Kini semua dari syurga bersama mu
Tanpa dosa
Lugu biru haru
Tak ada tipu daya dan angkara murka.
Tak ada benci dan caci maki juga dengki
Kau penyair dari syurga
Wahai penyair dari syurga
Siapkan jiwa siapkan raga
Kau sebentar lagi terjaga dalam buaian dunia
Dunia yang penuh tipu daya
Dunia yang tak lagi sama dengan syurgamu
Ingatlah selalu pesan syurgamu
Jangan kau torehkan tintamu karena pesanan
Kecuali pesanan hatimu
Jangan kau tulis sepatah kata pun kerena penghormatan
Kecuali penghormatan rohmu
Jangan kau ukir makna karena sebuah harga
Kecuali karena harga dirimu
Jangan…
Jangan kau hiraukan, penyair kecilku
Biarkan dunia dengan segala godanya
Dirikanlah syurga makna di jahannam fana ini
Wahai penyair dari syurga
Siapkan asa menebal di jiwa
Siapkan barisan dan prajurit-prajurit aksaramu
Tuk berperang gantikan pahlawan
Pahlawanmu itu tak abadi
Menunggu hari untuk berganti, nanti
Taufiq Ismail, si datuk mu
Rendra, seburung merak kesayanganmu,
Helvy Tiana Rosa, mahaguru dan ibundamu
Segera pergi meninggalkan bakti tuk pertiwi
Wahai penyair dari syurga
Bangunlah raga tuk asah jiwa
Bangukan jiwa dalam kata syarat makna
Kami siap memberi mu alamat dan amanat
Sebagai penyair dari syruga untuk bangsa.
Malaysia, 15 Desember 2008
Discussion about this post