Saat ini belum ada pilihan lain yang lebih efektif untuk bepergian jauh kecuali menggunakan pesawat terbang. Lihat saja, rute dan jumlah penerbangan setiap saat bertambah. Daerah-daerah terpencil di muka bumi ini pun sudah mulai dihinggapi burung-burung besi dari berbagai negeri. Bandara semakin ramai. Jika puluhan tahun lalu yang menggunakan penerbagan hanya kalangan tertentu dan terkesan ekslusif, saat ini semua orang bisa terbang dan inklusif.
Berbagai persoalan penerbangan pun mulai menjadi perhatian semua orang. Yang paling ekstrim tentu cerita tentang pesawat jatuh (crash) atau hilang. Namun yang paling jamak menjadi pembicaraan masyarakat adalah penundaan penerbangan alias ‘delay’. Lebih-lebih di negeri ini, ‘delay’ seakan menjadi ‘budaya’ perusahaan penerbangan (maskapai) tertentu. Pertanyaannya, jika pengalaman itu dialami secara pribadi, anda akan marah atau pasrah? Mari kita diskusikan dalam berbagai perspektif.
*PERSPEKTIF MANAJEMEN*.
Dari perspektif ini, apa pun alasannya penundaan menunjukkan ketidakberesan pengelolaan perusahaan. Katakanlah alasan tekhnis. Semua langkah penerbangan itu dari urusan administratif hingga ruang kokpit (flight deck) diatur sedemikian rupa. Rumit dan tertata. Semua orang harus tunduk dan patuh pada Standard Operating Procedure (SOP).
Menit per menit dimonitor. Tidak boleh ada yang salah (zero mistake). Kesalahan sedikit saja dampaknya pasti besar, bisa-bisa nyawa taruhannya. Dengan demikian, jelas sudah bahwa jika terjadi penundaan penerbangan pasti ada yang tidak beres!
Di sinilah sesungguhnya peran pemerintah melalui otoritas yang berwenang untuk memberikan reward dan punishment kepada perusahaan penerbangan yang memiliki layanan buruk karena manajemen yang tidak benar. Bayangkan saja, betapa banyak orang-orang yang ketinggalan rapat-rapat penting, menghadiri pemakaman, menjadi pembicara seminar, dan lain sebagainya. Semua itu adalah kerugian.
*PERSPEKTIF FAKTOR X*
Kendala di luar dugaan. Jika semua sudah dipersiapkan sesuai SOP yang ada namun kemudian masih saja terjadi kendala yang tidak diinginkan, itulah yang disebut dengan faktor x. Bentuk faktor ini biasanya banyak, dari gangguan teknis (tiba-tiba) hingga keadaan kahar atau lebih dikenal dengan istilah ‘force majeure’ seperti keadaan cuaca atau bencana alam.
Pada perspektif ini, tentu semua pihak harus menerima dengan lapang dada. Tidak ada yang menginginkannya. Pastilah semua orang mau cepat sampai ke tujuan dengan selamat. Namun harus difahami bahwa tidak semua rencana sesuai dengan yang dikehendaki, tapi ada kekuatan lain yang jadi penentu.
Rencana Allah adalah bagian dari faktor ini (qadha dan qadar). Ingat, sehebat apa pun manusia menyusun rencana, Allah memiliki cara terbaik untuk hambanya. Tapi harus diingat pula, bahwa ada hukum kausalitas yang juga Allah tetapkan, jika prosesnya baik (sesuai keinginan Allah) maka hasilnya juga baik. Tidak pula bisa dikatakan bahwa setiap ‘delay’ alasan faktor x padahal manajemen yang buruk. Itu namanya mencari ‘kambing hitam’!
*PERSPEKTIF PENUMPANG*
Siapa yang tidak marah ketika jadwal kegiatan yang telah disusun sedemikian rupa harus berantakan hanya gara-gara pesawat tidak tepat waktu. Delay itu berat. Dilan saja belum tentu kuat, hiks. Lantas, bagaimana menghadapi situasi ini?
Sebenarnya aturan main perlakuan maskapai kepada penumpang yang pesawatnya ‘delay’ sudah diatur oleh pemerintah. Namun di lapangan sering sekali tidak ditaati. Maskapai sering memiliki aturan sendiri. Ketika penumpang protes atau marah, mereka seakan lepas tangan. Konpensasi-konpensasi yang jelas-jelas tertera di dalam aturan itu dikibiri.
Ketika secara hukum dan aturan tidak bisa berbuat apa-apa, maka berbuatlah untuk diri sendiri. Misalnya, jika anda menghadiri rapat penting, booking-lah jam penerbangan lebih awal agar tidak terlambat. Beri waktu untuk factor x-nya lebih panjang. Jadi, jika harus ‘delay’ pun, tidak ketinggalan rapat. Begitu juga halnya dengan penerbangan bersambung. Aturlah diri sendiri dengan baik.
Akhirnya, penundaan penerbangan tidak memiliki faktor tunggal. Ada banyak hal yang menjadi penyebabnya baik dari sisi administrasi maupun faktor x. Sesungguhnya, semua harus berikhtiar maksimal sesuai kapasitasnya masing-masing. Kesimpulannya, tidak harus marah tapi juga tidak selalu disuruh pasrah. Paham sendirilah!
Discussion about this post