- Demi masa.
- Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
- Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Mayoritas ulama (jumhur) berpendapat surat ini diturunkan di Mekkah, tapi ada ulama seperti Qatadah, Mujahi dan Muqatil, berpendapat surat ini diturunkan di Madinah, pendapat ini didukung oleh Ibnu Abbas ra.
Imam Syafi’i berkata “Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka”, (Tafsir Ibnu Katsir 8/499), perkataan Imam Syafi’i ini dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin sholeh Al-Utsaimiin Rahimahullah. bahwa apabila membaca dan memahami surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar berpegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholeh, berdakwah dijalan Allah dan bersabar untuk semua itu, beliau tidak bemaksud tanpa mengamalkan syari’at yang lain (Syarah Tsalatsatul Ushul).
Menurut At-Tabari, setiap kali sahabat Nabi akan membubarkan diri mereka selalu membaca surat ini.
Asbanu nuzul surat ini, menurut Syekh Muhammad Abduh (lahir di Shabra Khit, Mesir tahun 1849 M) dalam tafsir Juz ‘Amma , menjelaskan bahwa kebiasaan bangsa Arab itu setiap sore selalu berkumpul dan bercerita tentang masalah dunia, ada yang bercerita tentang kehebatannya, kekayaannya, keturunannya dan lain-lain sebagainya. Tak jarang akhirnya menimbulkan pertengkaran bahkan menimbulkan perkelahian, sehingga mereka menuduh waktu ashar (sore) itu adalah waktu sial, maka turunlah Surat Al-Ashr ini.
Hikmah lain yang dapat diambil dalam surat ini, adalah bahwa waktu ashar merupakan waktu yang hampir gelap, ashar dianalogikan sebagai waktu ketika manusia berada diwaktu senja yang sebaiknya diisi dengan perbuatan-perbuatan yang baik sebelum datang malam yang gelap (kematian).
Surat Al-Ashr ini dimulai dengan kata “sumpah”. Apabila Allah mengkaitkan kata sumpah itu dengan menyebut salah satu makhluk-Nya (pada ayat ini Allah bersumpah dengan menyebut “Waktu/masa”). Maka Rasulullah saw. dan para sahabat selalu memperhatikan terhadap makhluk itu, ternyata makhluk yang bernama “waktu/masa” kita sadari atau tidak waktu itu tidak akan berhenti walaupun sedetik, waktu itu akan berjalan terus kedepan dan tidak akan kembali kebelakang, maka Allah mengingatkan manusia untuk memanfaatkan waktu yang singkat didunia ini semaksimal mungkin untuk dipergunakan dijalan-Nya.
Maka semua manusia akan merugi disisi Allah apabila waktu/masa itu tidak dipergunakan untuk menjalankan syari’at-Nya. Melihat kenyataan ini, ternyata banyak manusia yang merugi dibandingkan dengan yang beruntung. Siapa yang tidak merugi? Yang tidak merugi itu dijelaskan Allah pada ayat berikutnya, ada 4 (empat) macam yang secara bersamaan dalam pelaksanaannya.
- Pertama “Aamanu” (orang-orang beriman).
Bicara tentang iman, tentu kita bicara tentang keyakinan, bicara tentang aqidah, bicara tentang tauhid, untuk memahami tauhid/aqidah yang lurus itu wajib dilandasi dengan ilmu, karena keimanan tidak akan sempurna tanpa dilandasi dengan ilmu yang benar, terutama ilmu yang berkaitan dengan pemahaman aqidahnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
- dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS.Asy-Syuura ayat 52).
- Kedua “Amalan sholihan ( beramal sholeh)
Amal sholeh adalah buah alami dari keimanan dan aqidah yang lurus, apabila iman dan aqidah sudah mantap didalam hati, maka ia akan berusaha merealisasikan diri dalam bentuk amal sholeh, maka apabila ia tidak bergerak dengan gerakan otomatis, maka iman dan aqidahnya perlu dipertanyakan.
Yang dinilai oleh Allah di akhirat itu amal sholeh, semua ibadah yang kita lakukan wajib sesuai dengan sunnah Rasul yang dipraktekkan oleh Ahlus sunnah wal jamaah, jadi apabila ibadah yang kita kerjakan tidak memiliki dalil
syar’i, maka ibadah itu akan tertolak.
- Saling menesehati dengan yang haq (kebenaran).
Point ketiga ini ulama Syekh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, menafsirkan “Berdakwah”, mengajak manusia kepada Allah ta’ala, ini adalah tugas para rasul dan merupakan jalan orang-orang mengikuti jejak mereka dengan baik, firman Allah ta’ala
- Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik”.(QS. Yusuf ayat 108)
- siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”(QS.Fushshilat ayat 33)
Oleh karena itu, apabila seseorang telah mengetahui kebenaran, maka hendaklah dia berusaha menyelamatkan para saudaranya dengan mengajak mereka untuk memahami dan melaksanakan agama Allah dengan benar.
Pada hakekatnya orang yang lalai akan kewajiban berdakwah masih berada dalam kerugian, miskipun ia termasuk orang yang berilmu untuk dirinya sendiri, namun tidak memikirkan dan mengajak orang lain untuk melaksanakan ajaran islam yang benar seperti dirinya.
Hadits Rasulullah saw. : “Tidak sempurna keimanan seorang diantara kalian, hingga ia senang apabila saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi”(HR. Bukhari no.13)
- Saling menasehati dengan kesabaran
Sabar dalam melaksanakan syari’at islam adalah kunci utama untuk mencapai sukses, termasuk bersabar dalam berdakwah, karena juru da’i mesti menemui rintangan dalam perjalanan dakwahnya. Seorang da’i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak boleh menghentikan dakwahnya. Dia harus bersabar atas segala penghalang dan gangguan yang ia temui.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan dua hal yaitu :
Iman dan amal sholeh adalah untuk menyempurnakan dirinya sendiri, sedangkan Berdakwah dan bersabar adalah disamping untuk menyempurnakan dirinya sendiri juga untuk menyempurnakan diri orang lain.
Dari ke-empat kriteria tersebut, manusia dapat menyelamatkan dari kerugian dan mendapat keuntungan yang besar (Taisiir Karimir Rahmaan hal 934).
Discussion about this post