Hitungan hari ke depan, tugas yang dibebankan negara kepada saya akan segera dituntaskan. Itu artinya purna sudah tugas saya di Jakarta selama lebih kurang lima bulan terakhir. Suka duka sudah dilewati. Bakti dan prestasi sudah pula dipatri. Tidak ada yang sempurna, tapi usaha telah maksimal dilakukan untuk mencapai yang terbaik. Siap-siap kembali ke ‘barak’ untuk mendidik para ‘tentara’ masa depan di kampus tercinta.
Lima bulan menjadi ‘city dweller’-nya Jakarta telah pula banyak mendapat ilmu dan pengalaman yang berharga untuk diri dan orang lain. Beberapa cerita inspirasi dan motivasi sudah saya tuangkan di artikel-artikel terdahulu. Semoga bermanfaat, amin.
Pada artikel kali ini saya ingin berbagi cerita tentang H. Sai’un. Bagaimana pun, nama ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kisah hidup saya. H. Sai’un adalah sebuah nama gang tempat saya ngekost. Tepatnya tidak terlalu jauh dari stasiun MRT Blok A. Kepalanya pas kaki tangga stasiun ini dan ekornya berada di belakang PDAM Palyja DPP Jaksel. Silahkan mampir.
Apa yang istimewa? Di sinilah sesungguhnya beberapa penakluk Jakarta berkumpul. Di ujung gang ini terdapat sebuah pasar kecil (memanjang sepanjang gang lebih kurang 100 meter). Buka setiap hari dari subuh hingga sebelum zuhur. Para pedagang juga tidak terlalu banyak, tapi seluruh kebutuhan harian masyarakat tersedia di sini seperti sembako, sayuran, buah-buahan, daging, ayam, dll. Saya menyebut mereka para penakluk Jakarta. Mengapa penakluk? Karena mereka mampu bertahan hidup dan melawan stigma ‘Jakarta itu kejam’.
Mereka orang-orang hebat yang bergelut dengan waktu memperjuangkan kehidupan untuk anak dan keluarga. Mereka orang-orang yang bekerja keras memberikan yang terbaik, tidak hanya untuk diri mereka sendiri tapi untuk orang lain. Kehidupan pasar membuat mereka bisa saling membangun satu sama lain. Mereka mampu saling mengasihi antar sesama.
Di pasar ini ada canda dan tawa. Sulitnya hidup tidak lantas mereka kehilangan rasa kemanusiaan dalam diri. Walau pun tidak terlalu banyak waktu, bersosialisasi dengan mereka membuat saya benar-benar merasakan kehangatan kekeluargaan yang mereka miliki. Tegur sapa masih menajdi alat komunikasi terbaik mereka miliki. Tawar menawar harga bukan untuk saling merugi tapi itulah cara mereka berbagi rejeki. Bukan semata keuntungan yang mereka buru tapi kehidupan yang sedang diperjuangkan.
Ya berbagi. Saya tahu persis apa yang mereka lakukan ketika akan menutup dagangan; berbagi. Tukang sayur berbagi sayur, tukang buah berbagi buah, tukang tempe berbagi tempe, dan seterusnya. Alangkah indahnya hidup mereka. Mereka tidak mencari kekayaan untuk mebangun rumah bertingkat atau membeli mobil milyaran rupiah seperti orang-orang di tivi-tivi . Tidak, mereka mencari rejeki yang berkah karena mereka yakin di sanalah kebahagiaan itu berada.
Siapa saja mereka yang berjuang di sini? Saya akan kenalkan beberapa diantara mereka yang boleh jadi menjadi inspirasi kita semua untuk lebih banyak mensyukuri nikmat Allah. Mereka adalah …..(bersambung)
*Akademisi UIN STS Jambi
Discussion about this post