Oleh: Bahren Nurdin, MA
Pancasila itu roh pembentukan karakter bukan poster yang dipampang di mana-mana atau meme-meme yang dikirim di berbagai media sosial. Saya hanya khawatir masyarakat Indonesia terjebak dan salah dalam memahami keberadaan Pancasila. Jangan sampai ada yang menganggap bahwa dengan mengirim ribuan meme di media sosial (medos), trus merasa warga negara yang paling Pancasila. Dengan pemahaman yang ‘cetek’ semacam ini akan melunturkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Apa yang ingin saya sampaikan melalui artikel singkat ini adalah bahwa Pancasila itu tidak hanya cukup dipahami sekali lewat dengan euphoria berbagi meme-meme dan poster. Tidak cukup! Pancasila harus dipahami dan diaktualisasikan dalam pribadi dan kehidupan sehari-hari. Maka Pancasila itu adalah karakter yang manjadi pembentuk cara berpikir, cara bertutur, dan cara bertindak setiap jiwa yang mengaku warga negara Republik Indonesia. Artinya, Pancasila itu tidak tergambar melalui meme-meme atau poster tersebut tetapi melalui pribadi-pribadi anak bangsa ini.
Keberadaan Pancasila itu harus terefleksi dalam setiap tubuh dan jiwa warga negara Indonesia sehingga outcome-nya adalah jiwa-jiwa yang berkepribadian dan berkarakter baik. Mari kita perhatikan bagaimana sila demi sila sesungguhnya menajadi cetakan pembentu karakter orang Indonesia.
Sila pertama; Ketuhanan yang Maha Esa. Setiap warga negara Indonesia wajib mengakui adanya Tuhan. Apa pun agama yang dianut dan dipercaya selagi dilindungi undang-undang, maka ia bebas menjalankan keyakinan dan kepercayaan itu dengan baik dan benar. Sekali lagi, baik dan benar! Dapat diyakini, jika seseorang telah menjalankan perintah agamanya dengan baik, maka baiklah pribadinya. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang membolehkan penganutnya untuk berlaku jahat seperti saling membenci, membunuh, menyakiti, dan sebagainya. Pasti memerintahkan ummatnya untuk berlaku baik.
Karakter yang muncul dengan pembentukan sila pertama ini adalah warga negara yang tunduk patuh pada perintah Tuhan dan membina hubungan baiknya dengan orang lain juga alam sekitar. Apa pun yang ia lakukan akan selalu berorientasi pada Tuhan yang ia yakini.
Sila Kedua; Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini adalah karakter agung yang amat sangat luar biasa untuk membentuk pribadi warga negara ini. Pribadi yang menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam dirinya akan pula menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Nilai-nilai kemanusiaan itu akan menisbikan sekat-sekat suku, agama, ras dan golongan. Nilai kemanusiaan yang harus dimiliki anak-anak bangsa ini, yaitu kemanusiaan yang menjunjung tinggi keadilan dan keber-adaban.
Karakter yang muncul hasil dari pembentukan sila kedua ini adalah sebuah kepribadian yang akan selalu siap mengulurkan tangan untuk membantu sesama manusia tanpa harus terhalang oleh berbagai perbedaan yang dimiliki. Ketika benacana melanda misalnya, maka warga negara Indonesia akan segera memberi pertolongan tanpa harus mengetahui siapa dirinya. Pertimbangan dasarnya adalah pri kemanusiaan.
Sila Ketiga; Persatuan Indonesia. Indonesia adalah bangsa yang besar. Besar dan luas wilayahnya (geografis) dan kaya akan budaya juga tatan kehidupan masyarakatnya, namun besar pula perbedaan yang dimiliki. Sila ketiga ini kemudian menjadi pengikat dan perekat yang sangat kuat atas segala keberagaman yang dimiliki. Satu hal yang harus dikedepankan adalah persatuan dan kesatuan. Dengan bersatu padu kemudian segala bentuk penjajahan dapat dihilangkan dari muka bumi Indonesia.
Karakter yang terbentuk kemudian adalah jiwa-jiwa yang bijaksana dalam menyikapi segala bentuk perbedaan dan mengedepankan persatuan. Cinta akan bangsa Indonesia yang satu menjadi visi kehidupan yang dimiliki. Jiwanya akan dengan suka rela berkorban untuk bangsa ini.
Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Segala keputusan yang diambil harus mampu mengakomodir segala kepentingan yang ada. Maka musyawarah adalah jalan terbaik untuk mendapatkannya. Jika sudah dimusyawarahkan dapat dipastikan akan menghasilkan keputusan yang baik. Maka landasan yang harus digunakan adalah kebijaksanaan dan keterwakilan. Tidak mudah memang menyatukan semua pendapat dan kehendak, tapi jika mampu menempatkannya dengan kebijaksanaan, maka akan mendapatkan sesuatu yang baik.
Karakter yang terbangun oleh sila keempat ini adalah manusia Indonesia yang menghormati dan menghargai pendapat orang lain. Melaksanakan dan menjunjug tinggi dengan penuh tanggung jawab hasil-hasil musyawarah yang telah dipustuskan bersama.
Sila Kelima; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia harus dipastikan dapat merasakan kehidupan sosial yang berkeadilan. Begitu juga antar sesama warga negara yang harus berlaku adil dan memiliki kekerabatan sosial yang baik. Sila kelima ini akan membentuk jiwa dan karakter manusia Indonesia yang suka mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap kekeluargaan dan kegotongroyongan (kebersamaan sosial).
Karakter yang muncul adalah jiwa-jiwa yang memiliki sensitifitas sosial terhadap orang lain dan lingkunganya. Membina kebersamaan dan kekeluargaan. Manusia-manusia yang selalu menghormati hak-hak orang lain.
Akhirnya, Pancasila itu roh dan jiwa bangsa Indonesia yang hidup dalam setiap diri masyarakatnya. Ia tidak hanya hadir melalui meme-meme atau poster tapi tercermin dalam setiap karakter dan tindakan anak bangsa yang hidup di negeri ini. Semoga.
#BNODOC15505062017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post