Akhir-akhir ini pemberitaan tentang masuknya Narkoba ke Jambi semakin ramai. Kaget? Bisa iya bisa tidak. Dapat dipahami saat ini seakan masyarakat sudah sangat akrab dengan berita-berita seperti ini. Nyaris setiap detik masyarakat disuguhkan berita-berita tentang penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang (Narkoba) baik sekala lokal mau pun nasional. Namun yang menyesakkan dada, barang haram ini (jika tidak waspada) juga akan sampai di ‘rumah’ kita. Sudah terlalu dekat. Waspadalah!
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana nasib masa depan Jambi? Haruskah Jambi menjadi sarang para pengedar dan ‘pengusaha’ racun ini? Jika dilihat data yang dirilis oleh Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Jambi, bahwa tidak lama lagi Jambi akan menjadi daerah strategis untuk transaksi barang-barang terlarang ini. Secara geografis, Jambi berbatasan langsung dengan beberapa provinsi tetangga seperti Sumatera Barat, Riau, dan Sumatera Selatan. Akses transportasi lintas provinsi ini juga sangat menunjang. Transportasi darat merupakan fasilitas paling aman bagi para pengedar untuk menyebarluaskan barang dagangan mereka. Para penumpang bis misalnya, tidak akan melalui pemeriksaan layaknya di bandara. Aman.
Dengan kondisi ini, apa yang harus diperbuat? Akankah kita biarkan Provinsi Jambi ini menjadi sarang Narkoba? Kita biarkan saja sampai nanti anak-anak kita sendiri menjadi korabannya? Berpangku tangan saja sampai saatnya nanti generasi muda kita tersungkur di panti rehabilitasi? Rasanya tidak ada pilihan lain kecuali semua pihak saat ini mengambil bagiannya masing-masing untuk menyatakan perang. Angkat ‘senjata’, lawan!
Masa depan Jambi ini, sepuluh atau dua puluh tahun mendatang estapet kepemimpinannya akan berpindah tangan kepada anak-anak muda kita hari ini. Merekalah yang akan meneruskan tampuk kepemimpinan itu. Lantas apa jadinya jika anak-anak muda saat ini telah berakrab-akrab dengan Narkoba? Tentu kita tidak ingin negeri ini dipimpin oleh para pecundang. Negeri Jambi ini harus dibangun oleh orang-orang yang memiliki integritas yang baik. Maka tugas berat kita saat ini adalah menjauhkan calon-calon pemimpin itu dari godaan Narkoba. Caranya?
Rasanya sudah banyak buku, jurnal, artiket, dan seminar-seminar yang menawarkan solusi untuk menjauhkan generasi muda negeri ini dari perangkap Narkoba. Peran orang tua, sekolah, dan masyarakat memegang peran strategis.
Pada tulisan ini saya ingin lebih spesifik pada peran orang tua. Paling tidak tiga tahun terakhir saya banyak terlibat sebagai pemateri dalam seminar-seminar penguatan peran orang tua dalam keluarga (hypno-parenting). Dari seminar-seminar itulah saya mendapati beberapa keluhan masyakata dalam mendidik dan ‘mengendalikan’ anak-anak mereka. Tidak mudah.
Saya memang selalu sampaikan bahwa orang tua hari ini tidak sama dengan orang tua tahun 60an. Tantangan menjadi orang tua hari ini jauh lebih berat. Kemajuan tekhnologi dan informasi tidak dapat kita hadang dan tidak pula bisa kita jadikan kambing hitam sebagai biang kerok kerusakan anak-anak kita.
‘Konflik’ terbesar orang tua dengan anak-anak mereka hari ini adalah tidak terjalinnya kedekatan emosional. Orang tua dan anak-anak mereka tidak memiliki ikatan emosional yang kuat. Ini ditengarai oleh masing-masing pihak sudah terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.
Oraganisasi rumah tangga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masing-masing orang di dalam keluarga tersebut seakan independent dan otonom. Tidak ada lagi yang boleh ‘ikut campur’ satu sama lainnya. Bahkan lebih menyedihkan lagi ada anak yang menjadikan kamarnya sebagai ‘private room’ yang orang tuanya sendiri tidak boleh masuk ke dalamnya. Handphone (HP) anak-anak tidak boleh diakses oleh orang tua. Tas sekolah tidak pernah diperiksa dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Orang tua hanya penyedia dana kebutuhan keluarga (funding). Titik.
Independensi dan privasi ‘buta’ semacam ini sering kali manjadi pintu masuk kejahatan-kejahatan di kalangan generasi muda kita (anak-anak kita) hari ini. Dengan otonomi semacam ini, mereka merasa lebih bebas untuk melakukan apa pun, termasuk kejahatan. Otonomi semacam ini terbentuk karena, sekali lagi, secara emosional tidak adak ikatan antara anak dan orang tua. Contoh sederhana, sering saya bertanya, kapan terakhir anda memeluk anak anda yang saat ini sudah SMU atau kuliah? Rata-rata orang tua menjawab ‘nyaris tidak pernah lagi’. Padahal, kegiatan semacam ini sangat banyak manfaatnya. Dengan memeluk anak anda, disampaing akan menambah keakraban dan kedekatan, anda juga secara langsung akan mengaetahui bau mulut atau badan mereka. Jika mereka merokok atau menenggak alkohol dengan cepat anda akan mengenalinya.
Begitu juga halnya dengan pergaulan. Banyak sekali orang tua tidak pernah tahu anaknya berteman dengan siapa karena tidak pernah ada waktu untuk berkomnikasi. Terlalu sibuk kerja. Padahal pola pergaulan anak juga merupakan salah satu pintu masuk berbagai kejahatan terhadap remaja. Salah bergaul, kehancuran segera melanda dan masa depan mereka taruhannya.
Terakhir, saya yakin kita semua yang hidup di bumi ‘Pucuh Jambi Sembilan Lurah’ ini tidak ingin tanah kelahiran ini dihancurkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan Narkoba. Kita ambil peran. Salah satu peran strategis itu adalah menyiapkan calon pemimpin yang baik di lembaga pendidikan abadi; keluarga. Mari kita tambah kedekatan dengan anak-anak remaja kita. Jangan biarkan para Bandar Narkoba lebih dekat dan akrab dengan anak anda ketimbang anda sendiri. Semoga
Discussion about this post