Oleh: Bahren Nurdin, MA
Saya cukup dikagetkan dengan sebuah postingan salah seorang warga net (netizen) tentang meninggalnya salah satu anggota keluarganya kerena tertelan ikan hidup saat memancing. Telah saya pelajari dengan teliti, rasanya postingan itu tidak hoax; mudah-mudahan. Nama dan alamat kejadian biarlah tidak perlu disebutkan di sini, namun hikmah dan pelajarannya saja yang coba kita kaji.
Dari kronologi yang disampaikan, kejadiannya agak unik. Saya belum pernah mendengarkan cerita semacam ini sebelumnya sejak saya terlahir ke dunia ini. Seorang pemancing mendapatkan seekor ikan di kailnya. Jika saya amati gambar yang diposting, semacam ikan bethok, bethik, atau bahasa dusun saya menyebutnya kepuyu. Nama ilmiahnya ‘anabas testudineus’. Ikan ini memang jenis ikan yang ‘panjang umur’ dan susah dibunuh. Ia bisa bertahan hidup di lumpur bahkan di darat selama berjam-jam tanpa air.
Kecelakaan terjadi saat sang pemancing tidak mampu menguasai nafsu pembunuhnya. Ketika ikan didapat ia langsung menggunakan berbagai cara untuk membunuh ikan tersebut. ‘Perkelahian’ pun terjadi. Ikan dipukul, diinjak, dan terakhir digigitnya. Saya meyakini nafsu pembunuhan ini diiringi dengan rasa kesal dan amarah yang membara. Akhirnya, ikan yang digigit tersebut ‘mengamuk’ dengan meluncur ke dalam mulut sang pemancing.
Bayangkan apa yang terjadi kemudian, ikan hidup yang berduri itu masuk ke dalam mulut. Tak ayal lagi, mala petaka itu benar – benar menjadi bencana baginya hingga ia kemudian menghembuskan nafas terakhir. Ia meninggal dunia tertelan ikan hidup. Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya.
Saya ingin memfokuskan diskusi singkat ini pada naluri atau nafsu membunuh yang terdapat pada diri setiap manusia. Analisa sifat dasar manusia sebagai pembunuh ini sempat dituliskan Review Global berdasar penelitian dari David M Buss, psikolog sekaligus profesor di University of Texas di Austin. Penelitian yang dilakukannya mengemukakan sekitar 91 persen pria atau 84 persen wanita memiliki keinginan untuk membunuh makhluk hidup lain, baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan, (tirto.id).
Mengapa pula naluri atau sifat ini ada dalam diri manusia? Allah memang sudah menyapaikan beberapa sifat dasar manusia melalui Al-Quran. An-Nisa (4): 28“ ….manusia dijadikan bersifat lemah.” An-Nahl (16) : 4 “..ternyata dia menjadi pembantah yang nyata.” Al-Isra’ (17): 11 “..memang manusia bersifat tergesa-gesa.” Al-Isra (17) : 100 “..manusia itu memang sangat kikir.” Al-Balad (90): 4 “…manusia berada dalam susah payah.” Al-Ahzab (33): 72 “…manusia itu amat dzalim dan amat bodoh,” Al-Ma’arij (70): 19-21 “… manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir,”.
Apakah seluruh sifat ‘buruk’ ini tidak mendatangkan manfaat bagi manusia? (saya beri tanda kutip pada kata ‘buruk’ karena sesungguhnya tidak ada yang buruk apa pun yang datang dari Allah). Ini yang perlu digaris bawahi dan dipahami dengan hati yang bersih bahwa Allah maha mengetahui dan yakinlah segala sesuatu yang datang dari Allah pasti yang terbaik. Maka sifat-sifat ini sesungguhnya diminta oleh Allah bukan untuk diperturutkan tetapi ‘dikelola’.
Termasuk naluri membunuh yang sesungguhnya diberikan kepada manusia sebagai sistem pertahanan hidup (survival). Bayangkan jika tidak ada naluri ini, maka manusia tidak akan bisa mempertahankan dirinya dari berbagai serangan yang akan mencelakakan dirinya seperti binatang buas, pencuri jahat (perampok), penjajah, dan sebagainya. Atau, siapa yang akan menyembelih hewan ternak untuk dimakan?
Kembali pada kasus pemancing di atas, mengapa ia kemudian menjadi ‘korban’ nafsu membunuh yang ia miliki? Jelas karena ia tidak mampu mengelola gejolak nafsu yang ia miliki. Rumusnya sederhana, jika tidak terkelola dengan baik, nafsu membunuh akan membunuh dirinya sendiri, kebencian akan membenci dirinya sendiri, dendam akan merusak hidupnya sendiri, dan seterusnya. Sesuatu yang tidak terkontrol atas dirinya akan kembali pada dirinya sendiri.
Akhirnya, pada kasus ini, hakikatnya bukan ikan itu yang membunuh sang pemancing, tapi nafsu membunuh yang tidak terkontrol (terkelola) dalam dirinyalah yang mencelakainya. Maka kecelakaan terbesar dalam hidup manusia itu ternyata ketika ia tidak mampu mengontrol sifat-sifat yang ada pada dirinya; sifat baik mapun buruk.
#BNODOC20929072017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post