Oleh: Bahren Nurdin, MA
Event Balap Motorprix Regional I Sumatera Putaran II tahun 2017 kali ini telah sukses dilaksanakan. Selamat kepada pemenang dan panitia yang telah menyuguhkan tontonan kepada masyarakat Jambi. Harapan dan semangat Wali Kota Jambi untuk menjadikan ajang ini sebagai sarana untuk menggali potensi dan prestasi generasi muda Jambi, perlu diapresiasi. Wako menegaskan “Ini sebuah kebanggan bagi masyarakat Kota Jambi, dan ini merupakan wadah untuk anak muda Jambi berprestasi. Saya berjanji event ini akan digelar kembali tahun depan dan akan dijadikan kegiatan rutin setiap tahunnya” (Jambi Ekspres, 07 Mei 2017).
Masyarakat Jambi tentu sangat mendukung semangat ini. Namun demikian, perlu evaluasi dan perbaikan sehingga kebanggan itu tidak terciderai oleh hal-hal yang merugikan masyarakat. Pada kegiatan kali ini, sebagai masyarakat yang ikut menyaksikan, saya memiliki catatan kecil yang mungkin bisa menjadi perhatian kita semua. Roh dari tulisan ini tentunya adalah semangat perbaikan untuk kemaslahatan bersama.
GRATIS? “Masuk gratis bang, tapi parkir bayar!” Itu kata panitia di lapangan. Ketika disuguhkan tiket parkir, tertera angka Rp. 10.000 untuk motor (roda dua) dan Rp. 20.000 untuk mobil (roda empat). Tidak perlu kita bahas apakah masyarakat keberatan atau tidak, tapi kata ‘gratis’ dan ‘membantai’ penonton dengan tiket parkir sedemikian besar, sama saja sebuah kebohongan publik.
Logikanya sangat sederhana. Jika memang gratis berarti masyarakat hanya dikenakan biaya perkir kendaraan. Biaya parkir kendaraan di Kota Jambi sudah diatur oleh Perda. Perhatikan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum, Bagian Kelima, Pasal 10 Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum sebagai berikut : a. sepeda motor sebesar Rp. 1.000,- sekali parkir; b. mobil meliputi : 1) roda 4 sebesar Rp. 2.000,- sekali parkir; 2) roda 6 sebesar Rp. 3.000,- sekali parkir; 3) di atas Roda 6 sebesar Rp. 5.000,- sekali parkir.
Jika demikian, penetapan ongkos parkir untuk kegiatan ini telah melanggar Perda. Jika kegiatan ini adalah kegiatan Wali Kota Cup, Wali Kota sendirilah yang telah ikut ‘merestui’ pelanggaran ini. Lebih lagi ketika bicara pajak dan retribusi. Tiket parkir yang dibagikan oleh panitia tidak tertera retribusi resmi untuk Kota Jambi. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 05 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, telah menetapkan Jenis Pajak Daerah pada Pasal 3 (1), Jenis – jenis Pajak Daerah dalam Peraturan Daerah ini terdiri dari : a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; 15 f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet. Parkir masuk di dalamnya!
Jika Wali Kota lantang mangatakan “Ini juga akan mendongkrak ekonomi masyarakat Jambi”, retribusi parkir saja sudah ‘meleleh’ entah ke mana! Seharusnya, banyak atau sedikit bisa menambah pundi-pundi Pendapatan Daerah!
Jika logika Perda parkir ini kita gunakan, maka sebenarnya kegiatan ini TIDAK GRATIS. Katakanlah parkir ‘resmi’ Rp. 1000 dan Rp. 2000, maka sisa dari itulah sebenarnya tiket masuk yang dibayarkan oleh masyarakat. Mungkinkah cara ini dilakukan oleh panitia untuk menghindari Pajak Hiburan seperti yang tertera pada Perda No 5 tahun 2011? Jika ada tiket masuk, tentu ada pajak. Jika begitu, inilah cara cerdas menghindari pajak. Cara ‘cantik’ manipulasi publik!
Seharusnya tidak perlu ada kata ‘gratis’ agar semua mendapatkan porsinya. Katakanlah tiket masuk Rp. 20.000. Dalam angka ini sudah termasuk retribusi parkir, pajak tiket, dan keuntungan panitia. Masing-masing akan mendapat bagian secara terhormat dan bermartabat. Masyarakat juga merasa puas karena telah ikut menyumbang untuk pembangunan daerahnya sendiri. Sekarang, jika masyarakat bertanya, untuk siapa parkir yang Rp. 10.000 atau Rp. 20.000 itu? Apakah Pak Wako mau menjelaskannya?
Akhirnya, yakinlah masyarakat Kota Jambi mendukung kegiatan ini dengan semangat membara. Tapi jangan pula disandera oleh kepentingan sekelompok masa. Sebagaimana visi Kota Jambi ‘mewujudkan Kota Jambi sebagai kota perdagangan dan jasa yang berbasis pada masyarakat yang berahklak dan berbudaya.’, saatnya menanamkan nilai-nilai itu dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Berbohong itu bukan akhlak mulia yang berbudaya!
#BNODOC12708052017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post