Oleh: Bahren Nurdin, MA
Yakin sekali anda pernah berandai-andai. Jika dikategorikan, andai-andai itu akan masuk ke dalam dua kelompok besar, yaitu khayalan dan penyesalan. Sering kalimat-kalimat semacam ini terdengar, “Andai saya punya punya sayap, akan kujelajah dunia ini” (khayalan). Atau, “andai saja saya tidak menikah dengannya, mungkin hidupku lebih baik” (penyesalan).
Perandaian semacam ini, ternyata disadari atau tidak merupakan ‘virus’ yang dapat merusak kehidupan. ‘Virus’ ini boleh jadi akan menggerogoti cara berpikir dan mental. Dampak nyatanya akan terlihat dari cara hidup yang dijalani.
Berandai-andai yang tergolong dalam kategori berhayal akan mendatangkan beberapa dampak negatif dalam kehidupan. Ingat, berkhayal tidak sama dengan dengan bermimpi (impian). Bedanya sangat jelas. Bermimpi (atau impian) adalah kehendak yang ingin dicapai dengan berusaha secara baik dan terukur untuk merealisasikannya. Jika seseorang memiliki impian untuk menjadi sarjana, maka ia harus masuk perguruan tinggi dan melakukan aktivitas kampus sebagai mahasiswa. Tapi jika berkhayal ingin menjadi sarjana, ia tidak melakukan apa-apa. Cuma ingin, tapi no action. Itu ‘ngayal’ namanya!
Apa saja dampak negatif ‘virus andai’ jenis ini? Paling tidak dampak nyatanya adalah mendatangkan stress. Gimana tidak stress jika banyak keinginan hanya berakhir dalam bayangan. Tidak satu pun yang menjadi kenyataan. Kondisi ini membuat otak menjadi ‘butek’ dan menyebabkan ‘tegangan’ tinggi yang tidak berkesudahan.
Dengan kondisi seperti ini pula, diyakini tidak ada yang dapat dikerjakan. “Andai saya bisa terbang”, membuat ia akan larut dalam imajinasi dan fantasi terbang, sementara ia tetap berjam-jam di tempat duduk. Padahal, sungguh ‘lebih baik makan singkong benaran, dari pada makan keju dalam khayalan’. Walau pun tidak begitu enak, tapi nyata dan membuat perut kenyang. Keju dalam khayalan paling ‘banter’ bikin ngiler dan ngences, hehe.
Begitu juga ‘andai’ yang masuk dalam kelas penyesalan. “Andai saja saya tidak menikah dengannya, mungkin hidupku tidak begini”. Tapi faktanya, anda telah memutuskan untuk menikahinya dan hidup bersamanya. Maka orang-orang yang terserang ‘virus andai’ jenis ini akan cenderung menyesali apa-apa yang telah diputuskan pada masa lalu. Penyesalannya semakin menjadi-jadi jika ada sedikit saja faktor luar mengapa ia mengambil keputusan itu. Ia memutuskan sesuatu karena dorongan orang tua misalnya, wah pasti semua kesalahan akan ditumpukan pada orang tuanya.
‘Virus’ ini pun sangat berbahaya. Penyesalan yang berlarut-larut akan menurunkan kualitas hidup bahkan akan dapat merusak dan menghancurkan kehidupan itu sendiri. Dampak yang paling nyata kemudian adalah ketidaksiapan untuk menghadapi kenyataan hidup yang sedang dijalaninya. Kecenderungan yang terjadi menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, atau bahkan menyalahkan diri sendiri atas hidupnya.
Lantas bagaimana mematikan ‘virus andai’ ini?. Hiduplah untuk hari ini dan masa depan. Masa lalu, hanya dijadikan kenangan dan pelajaran. Tidak perlu berandai-andai jika itu kemudian hanya akan merusak hidup kita sendiri. Ingatlah bahwa kesuksesan dan kegagalan hari ini adalah dampak dari apa yang dilakukan masa lalu. Dan apa yang diperbuat saat ini akan ‘dinikmati’ pula di masa yang akan datang.
Akhirnya, berandai-andailah untuk masa depan, tapi bukan dengan cara berkhayal. Lakukanlah dengan memantapkan usaha dan ikhtiar. Penyesalan pun tidak akan mendatangkan kebaikan jika tidak diikuti dengan memetik pelajaran dari apa yang telah berlalu. Hiduplah untuk hari ini dan masa depan dengan menjadikan masa lalu sebagai guru kehidupan. #BNODOC27604102017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post