Melihat perkembangan yang ada saat ini, penyebaran virus Corona (COVID-19) semakin merebak ke seluruh daerah di Indonesia. Pemerintah bersama rakyat sedang berjibaku melawan virus ini dengan harapan bencana nasional ini dapat berlalu dalam waktu yang tidak begitu lama. Semoga saja korban jiwa tidak terlalu banyak seperti beberapa negara yang dilanda. Amin.
Tidak dapat dipungkiri bahwa serangan Covid-19 ini tengah menguji sistem immune (kekebalan tubuh) bangsa ini. Beberapa aspek kehidupan dilumpuhkannya. Ekonomi dan politik agaknya dua aspek kehidupan masyarakat yang paling tergoncang. Ketika diberlakukan social and physical distancing atau bahkan (local) lockdown, maka tatanan kehidupan masyarakat pun berubah total.
Bahkan, tidak hanya presiden, kepala-kepala daerah juga sedang diuji kepemimpinan mereka dalam menghadapi bencana ini. Mereka diminta untuk mencari solusi-solusi dalam situasi yang sulit. Pada akhirnya nanti akan ketahuan mana daerah yang tangguh dan mana yang rapuh.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa saat ini sedang berlangsung proses persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Pada tahun 2020 ini Pilkada akan diselenggarakan di 270 daerah yang meliputi 9 Gubernur, 224 Bupati dan 37 Walikota yang tersebar di 32 Provinsi. Hari Rabu, 23 September 2020 direncanakan menjadi hari H pemungutan suara.
Namun nampaknya Covid 19 telah mengubah semua tahapan yang direncanakan. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU-RI) pun telah mengeluarkan Keputusan 179 Tahun 2020 tentang penundaan tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dalam upaya pencegahan Covid-19. Inilah tantangan pilkada dalam bencana.
*PILKADA DARURAT*
Jika semua tahapan telah terganggu oleh bencana Covid 19 ini, maka tidak ada salahnya untuk mulai memikirkan *‘pilkada darurat’*. Artinya, tidak mungkin semua tahapan dapat dilaksanakan dengan ideal. Akan ada hal-hal yang tidak maksimal karena memang kondisinya darurat.
Tentu saja, pilkada darurat ini harus dirumuskan oleh pihak-pihak yang berkaitan dari Presiden, DPR, KPU, Bawaslu dan pihak-pihak terkait lainnya. Landasan hukum dan mekanismenya harus pula diatur sedemikian rupa.
Menurut saya, karena dalam kondisi darurat, salah satu mekanisme Pilkada yang paling memungkinkan adalah melalui DPRD (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Semua tahapan pilkada langsung dapat dihentikan dan mulailah menyusun mekanisme pemilihan melalui perwakilan rakyat.
Paling tidak untuk kondisi darurat saat ini. Jika pada saatnya nanti normal kembali, maka pencoblosan dikembalikan kepada rakyat. Saya rasa, atas pertimbangan keamanan dan keselamatan rakyat, dengan mekanisme ini demokrasi kita tidak pula dianggap berjalan mundur.
Justeru jika penundaan-penundaan terus dilaksanakan dan beberapa kepala daerah telah habis masa jabatannya dan belum juga mendapatkan waktu pemilihan, maka akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi bangsa ini.
Lagi pula, anggota Dewan Perwakilan Rakat Daerah (DPRD) yang sedang menjabat saat ini juga sudah dipilih secara langsung oleh rakyat. Baru terpilih, lagi. Tidak ada salahnya untuk yang kali ini kita serahkan kepada mereka. Kita uji integritas mereka untuk kepentingan bangsa!
Untuk menghindari berbagai kecurangan yang kemungkinan mereka lakukan, tentu pengawasan dari berbagai pihak harus diperketat. Para lembaga penegak hukum harus memonitor detik per detik pergerakan mereka sehingga tindakan kejahatan seperti money politic dapat ditekan sebagaimana mestinya.
Dampak positif lainnya, selain membuat seluruh tahapan pelaksanaan pemilihan menjadi sederhana dan cepat, mekanisme ini juga akan menghemat anggaran negara. Anggaran yang telah dialokasikan untuk ini bisa ‘ditarik’ kembali dan dimanfaatkan maksimal untuk menghadapi bencana ini. Bisa dijadikan bantuan langsung untuk masyarakat yang kesulitan dalam menghadapi ancaman virus ini.
Dampak sosialnya juga bagus. Pilkada langsung telah banyak menyita tenaga dan psikologi masyarakat. Sekarang saatnya masyarakat fokus hadapi virus ini. Tidak perlu lagi menambah beban dengan segala tensi politik yang tinggi. Tidak perlu ada perang antar pendukung di medsos. Arena ‘perang’ di pindah ke gedung DPRD masing-masing. Lebih terlokalisir!
Akhirnya, pemerintah Indonesia sedang berjuang menghadapi bencana Covid-19 untuk menjamin keselamatan dan kesehatan rakyatnya. Di sisi lain, proses pilakada sedang berlangsung dan proses demokrasi bangsa tidak boleh berhenti. Karena kondisinya darurat, maka tidak ada salahnya pelaksanaan pilkada kali ini diselenggarakan secara darurat yaitu melalui DPRD. Kali ini saja!
Penulis: Bahren Nurdin (Akademisi UIN STS Jambi dan Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan Kebangsaan [PUSAKADEMIA]_)
Discussion about this post