Dalam sebuah kesempatan di mana mahasiswa Indonesia yang rata-rata sedang mengambil program master di Universiti Kebangsaan Malaysia menjadi panitia dan sedang sibuk mendekorasi ruangan acara tersebut. Acara tersebut menurut rencana akan dihadiri oleh para petinggi UKM. Dekorasi dilaksanakan semeriah mungkin. Dekorasi pentas (panggung) dengan berbagai aksesoris, dari pemasangan kain latar (background) sampai pada menggantung burung-burung origami.
Saya adalah salah satu dari panitia tersebut. Saya terlibat sepenuhnya. Tapat pada hari dekorasi tersebut saya secara tidak sengaja ditunjukkan sebuah kajadian yang sederhana tapi (yang menurut saya) luar biasa. Seperti kegiatan-kegiatan lainnya, acara dekorasi ini pun tidak luput diselingi dengan acara foto-foto. Pada saat itulah, ketika saya akan memasang bendera Malaysia di sisi kiri dan kanan panggung, saya sengaja mengambil bendera itu dan berdiri dengan memegang gagah siap-siap untuk difoto. Kedua tangan saya memegang erat tiang bendra itu dan berdiri siaga, tapi saat itu hampir semua mahasiswa yang menyaksikan kejadian itu langsung berteriak, “Bahren…lepaskan..! kami tidak akan memotretmu..!” saya terhenyak. Saya coba untuk meminta lagi dan lagi untuk memastikan mereka tidak main-main. Selagi saya mencoba, selagi mereka semakin marah.
Saat itu, dada saya sesak dan gemetar. Rasanya haru tak terkira menyamai perasaan saya menyaksikan Merah Putih naik perlahan saat upacara 17 Agustus 2008 di Wisma Duta Kuala Lumpur. Air mata rasa tak cukup untuk meluapkan keharuan tersebut. Betapa sesungguhnya anak negri ini masih mematri abadi nadi bangsa di hati.
“Wahai negeriku…walau kau kini tesobek di sana sini. Kemelaratan meraja lela disetiap sudut pulaumu. Ketidakadilan merampas hak-hak raknyatmu. Koruptor ganas memakan semua hak kami. Pejabat negara tak pernah peduli akan nasip orang kecil. Pendidikan dikesampingkan. Kesehatan rakyat dinapikan. Polisi dan tentara dicipta untuk menajajah rakyat biasa. Dokter dan bidan membunuh pasien dengan malprateknya. Wahai negriku… kami tetap mencintaimu…”
Indonesia tanah airku, Tanah tumpah darahku.
Disanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku.
Indonesia kebangsaanku, Bangsa dan Tanah Airku.
Marilah kita berseru “Indonesia Bersatu.”
Hiduplah tanahku, Hiduplah negriku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya.
Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya.
Untuk Indonesia Raya.
Reff:
Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka
Tanahku, Negriku yang kucinta.
Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya.
Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka
Tanahku, Negriku yang kucinta.
Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya.
Discussion about this post