TEPAT pada tanggal 27 Januari 2018 nanti organisasi kemasyarakat Al-Ittihadiyah genap berusia 83 tahun. Sebuah perjalanan usia yang tidak pendek. Organisasi ini telah melewati beberapa fase panjang yang bahkan lebih tua dari perjalanan kemerdekaan bangsa ini sendiri.
Paling tidak ia telah berada pada 4 (empat) zaman, yaitu fase kolonial Belanda (1935 – 1945), fase penjajahan Jepang (1942-1945), fase kemerdekaan (1945-1998), dan fase reformasi (1998-2018).
Hingga saat ini, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan, seorang tokoh ulama Medan terkemuka, alumnus Al Azhar Mesir ini masih berdiri kokoh.
Melewati fase-fase tersebut tentunya bukan pula hal yang mudah. Lihat saja ada begitu banyak organisasi-organisasi kemasyarakatan yang tidak mampu bertahan. Bahkan ada yang baru berdiri kemudian ‘menemui ajal’.
Sangat diyakini bahwa di negeri ini hanya organisasi yang mengakar dan berdiri di atas kepentingan ummatlah yang akan bertahan. Itulah Al-Ittihadiyah yang telah membuktikan dirinya hingga dapat bertahan dari zaman ke zaman.
Kiprah organisasi ini tentu tidak perlu diragukan lagi baik di tingkat nasional maupun Internasional. Sebagaimana dilansir http://al-ittihadiyah.org, di dalam negeri beberapa peran penting diantaranya; Ikut serta dalam setiap musyawarah organisasi Islam dan musyawarah alim ulama tingkat nasional dan regional.
Pencetus ide atau pemrakarsa dibentuknya lembaga permanen dengan nama Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Senayan Jakarta pada tahun 1972 yang diselenggarakan oleh PTDI. Usulan Al Ittihadiyah itu didukung oleh utusan dari beberapa daerah.
Tiga tahun kemudian yakni pada tahun 1975, barulah secara resmi didirikan MUI dalam suatu musyawarah alim ulama se-Indonesia.
Di level dunia, Al Ittihadiyah telah pula Ikut serta dalam KIAA (Kongress Islam Asia Afrika) di Bandung pada tahun 1965.
Ikut serta dalam Kongres Islam Internasional tentang kependudukkan (Islamic International Congress on Pupulation), pada awal tahun 1989 di Lhok Semawe, Aceh, dihadiri oleh 43 utusan Negara Islam dan seluruh dunia.
Ikut serta dalam SEASA (South East Asean Syari’ah Law Association), yaitu Perhimpunan Ahli Hukum Sara Islam Asia Tenggara, yang sudah bersidang di Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura dan Sri Langka.
Begitu juga halnya dengan program-program nyata di tengah masyarakat seperti pendirian panti-panti asuhan (MAMIYAI/Majelis Anak Yatim Piayatu Al-Ittihadiyah), yayasan pendidikan / sekolah, madrasah dan lain-lain. Semua program-program yang dimiliki diperuntukkan kepada kepentingan ummat.
Pada ulang tahunnya yang ke-83 ini, Al-Ittihadiyah semakin membulatkan tekad untuk memantapkan perannya di tengah masyarakat bersama rakyat Indonesia.
Jika tidak ada aral melintang, ulang tahun yang ke-83 ini, yang disatukan dengan kegiatan Musyawarah Kerna Nasional (Mukernas), akan dibuka langsung oleh Bapak Presiden RI dan dilaksanakan di Istana Negara, dihadiri oleh sejumlah menteri dan tokoh-tokoh nasional. Hal ini sekali gus mengukuhkan peran organisasi ini terhadap kemajuan bangsa ini.
Di bawah kepemimpinan Bapak Dr. Lukmanul Hakim, seorang tokoh muda yang banyak berkecimpung di level nasional dan internasional, Al-Ittihadiyah telah pula merumuskan haluan kerja dengan mengusung tiga pilar utama yaitu, pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan kaderisasi. Maka pada Mukernas kali ini pun telah dirancang kerjasama dengan beberapa stakeholder yang diyakini mampu menjawab tantangan ummat saat ini. Tiga pilar ini menjadi sangat urgen untuk diperjuangkan.
Perhatian terhadapa pendidikan menjadi ‘harga mati’ karena pembanganunan sumberdaya manusia menjadi point terpenting dalam pembangunan bangsa. Mengabaikan pendidikan sama saja membakar negeri ini di masa yang akan datang.
Tidak perlu diragukan lagi, sistem pendidikan yang dibangun oleh Islam dengan mengedepankan pembangaunan mental spiritual, adalah cara tepat untuk mendidik anak-anak bangsa.
Pembangunan ekonomi ummat menjadi keniscayaan untuk diperjuangkan. Itulah mengapa pada milad kali ini Al-Ittihadiyah telah menggandeng beberapa stake holder di bidang pemberdayaan ekonomi ummat yang salah satunya adalah penandatangangan Memorandum of Understanding (MoU) dengan LEU-Mart.
Di bidang lingkungan hidup, kehutanan dan keluatan juga akan digagas beberapa peran nyata untuk kepentingan ummat. Lihat saja saat ini, sebagian besar sumber daya hutan dan laut Indonesia dikuasai oleh sekelompok orang yang tidak berpihak untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Tekad sudah dibulatkan, rebut dan kembalikan sumber daya ekonomi bangsa untuk ummat!
Pemimpin negeri ini pun harus didesain sedemikian rupa sehingga estafet kepemimpinan negara ini tidak boleh jatuh ke tangan orang-orang yang tidak memperdulikan nasib ummat.
Kaderisasi kepemimpinan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan Al-Ittihadiyah. Melahirkan dan membentuk para pemimpin masa depan bangsa ini tidak boleh diabaikan!
Akhirnya, selamat Mukernas kepada para hulubalang Al-Ittihadiyah. Tahun 2018 ini sudah sepatutnya dijadikan titik balik menjemput kemenangan ummat di berbagai bidang. Selamat Milad Al-Ittihadiyah ke-83. Selamat berbakti untuk negeri.
Discussion about this post