Oleh: Bahren Nurdin, MA
Saya yakin anda sudah sangat mengetahui kata-kata Eleanor Roosevelt berikut ini, “Orang besar berbicara tentang ide-ide, orang biasa berbicara tentang kejadian sekitar, dan orang kecil berbicara tentang orang lain”. Paling tidak ada tiga golongan. Artikel singkat ini mencoba untuk mengkolaborasi kata-kata bijak ini sehingga dapat dijadikan motivasi bagi siapa saja. Semoga!
Secara sederhana saya merumuskannya ‘anda tidak akan pernah besar dengan mengecilkan orang lain’.
Kita bahas dari yang kecil hingga yang besar. Saya termasuk orang yang tidak nyaman mendengarkan orang lain (lawan bicara) membicarakan orang lain. Lebih tidak nyaman lagi jika yang ‘digunjingkan’ itu adalah keburukan-keburukannya. Karena saya yakin, di waktu lain dan dengan orang lain, orang teresebut juga membicarakan saya, hehehe. Mudah-mudahan yang baik-baik.
Inilah mengapa orang-orang yang hobi membicarakan orang lain itu tergolong orang kecil. Paling nyata, mereka terjebak dengan subjektivitas tanpa batas. Mereka dipastikan akan membicarakan orang lain dengan ‘rasa’ mereka sendiri (subjektif). Sudut pandang yang digunakan adalah suka dan tidak suka (like or dislike). Suka dipuji, tidak suka dicaci. Kedua-duanya tetap saja subjektif!
Pada konteks ini, tidak ada salahnya saya gunakan artikel ini untuk mengingatkan kawan-kawan politisi muda, calon pemimpin, dan tokoh-tokoh yang berkecimpung di tengah masyarakat. Berhentilah untuk menyebut keburukan-keburukan siapa saja, termasuk lawan politik anda. Dengan mengumbar aib orang lain, justru dengan mudah kredibilitas anda ‘diukur’ orang lain. Sekali lagi, dengan menjelekkan orang lain, tidak akan membuat diri anda terlihat bagus dan mulia. Tidak akan!
Begitu juga orang-orang biasa yang hanya disibukkan dengan membicarakan kejadian sekitar. Biasanya, orang-orang yang masuk golongan ini lebih cenderung mengeluh dengan segala situasi dan kondisi yang ada, termasuk yang sedang dia hadapi. Mereka akan saling berbagi ‘aib’ masing-masing dengan kondisi-kondisi sulit yang dihadapi. Biasanya, mereka sangat faham dengan situasi politik, pemerintahan atau sosial budaya yang terjadi. Namun sayang, ujung-ujuangnya, menggosip dan menyalahkan.
Akan tetapi, orang-orang hebat (besar) tidak tertarik membicarakan dua hal tersebut. Golongan ini akan terus membicarakan ide-ide, gagasan, dan tujuan-tujuan (goal) yang hendak dicapai. Hebatnya, mereka cenderung tidak peduli dengan siapa dan apa pun kondisinya. Orang dan situasi tidak dijadikan bahasan utama, tapi gagasanlah yang menjadi fokus mereka.
Jalan pikir yang dibangun adalah ‘jika ingin besar maka besarkanlah orang lain’. Gagasan yang selalu menjadi fokus mereka adalah bagaimana membesarkan orang lain dan sibuk dengan mencari jalan keluar untuk menghadapi segala kendala dan kondisi yang ada. Inilah kemudian yang disebut dengan objektivitas. Meraka sedapat mungkin keluar dari ranah ‘like or dislike’. Siapa pun anda, jika memiliki potensi untuk maju maka akan didukung. Bukan orangnya, tapi idenya.
Hal ini tergambar salah satunya dari kata-kata yang diucapkan. Orang-orang besar tidak akan pernah menganggap dirinya besar sehingga mengeluarkan kata-kata yang memunculkan kesombongan dan keangkuhan untuk mengkerdilkan orang lain. Tidak juga merasa paling berjasa terhadap masyarakat banyak. Kalaupun faktanya memang sudah berbuat banyak untuk masyarakat, orang besar lebih suka berkata, ‘semua ini bukan karena saya, tapi berkat bantuan Si A, Si B dan Si C’. Dia akan membesarkan orang lain ketimbang ‘tepuk dada’ dan berkata, “Itu semua karena saya. Kalau bukan saya, pasti…”.
Akhirnya, orang besar itu adalah mereka yang selalu berbicara gagasan dengan mencari solusi setiap masalah yang ada dan membesarkan orang lain. Artinya, jangan pernah merasa menjadi orang besar jika masih terselip niat membicarakan (keburukan) orang lain, atau menyalahkan situasi yang dihadapi. Orang besar tidak pernah melihat dirinya besar! #BNODOC264222017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post