Oleh: Bahren Nurdin, MA
Dalam sesi-sesi pelatihan menulis, inilah pesan yang selalu saya sampaikan kepada kawan-kawan peserta. “Tumpahkan saja tinta pena yang ada. Kata yang tercipta akan menemukan takdirnya sendiri. Ada yang tercipta kemudian dicaci, dihina, dimaki dan ada pula yang disanjung dan dipuji. Biarkan saja. Yakinlah, salah satu dari mereka akan menjadi bakti setelah kita tiada”. Inilah sebenarnya tujuan jangka panjang dari kegiatan tulis menulis.
Apa yang saya maksud ‘menemukan takdirnya sendiri’ adalah bahwa ketika sebuah tulisan sudah dilepas kepada para pembaca, maka hak pembacalah untuk ‘menghakiminya’. Akan tetapi, seburuk-buruk tulisan dapat dipastikan akan ada yang mengambil manfaat darinya. Penulis tidak memiliki hak untuk menentukan bagaimana pembaca harus menanggapinya karena pembaca memiliki hak sendiri untuk menentukan sikap. Sekali lagi, biarkan saja.
Banyak pula yang bertanya bagaimana cara menulis yang baik. Saya tidak berani menjawabnya karena saya bukan seorang penulis yang hebat. Belum ada karya luar biasa yang saya lahirkan. Saya belum pantas menasehati orang lain tentang hal ini. Saya hanyalah anak ingusan yang selalu ingin belajar dan belajar, termasuk belajar menulis. Dari beberapa pelatihan kepenulisan yang saya ikuti di berbagai tempat, para guru saya selalu berkata, “cara terbaik belajar menulis itu adalah dengan MENULIS!”.
Tidak ada orang hebat yang langsung besar. Tidak ada orang terkenal yang langsung tenar. Yakinlah, karya-karya besar yang pernah lahir di dunia ini pun pasti diawali dengan menulis kata-kata kecil. Itulah yang selalu saya sebut dengan keberanian berproses. Dalam berproses itulah akan ada ujian menghadapi berbagai tantangan. Ada yang menang dan ada pula yang tumbang.
Pertama, melawan diri sendiri. Ini tantangan pertama dan paling banyak yang mengalami kegagalan menghadapinya. Dengan pendekatan hypno-writing, biasanya hal ini dapat diatasi dengan membangun percaya diri dalam diri orang-orang yang berkeinginan untuk menulis. Membangun kesadaran dari alam bawah sadar (sub-consciousness). Alam bawah sadar manusia sesungguhnya memiliki kekuatan yang dahsyat untuk menggerakkan dirinya melakukan sesuatu.
Maka, hantu yang menakutkan dalam menulis itu ternyata diri sendiri yang menjelma dalam berbagai bentuk. Ada yang berbentuk rasa malas, tidak percaya diri, takut ini dan itu, tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Semua alasan-alasan itu sesungguhnya hanyalah jelmaan dari dalam diri sendiri. Tidak ada pilihan kecuali ‘angkat senjata’ menyatakatan perang. Ada kata-kata bijak, ‘orang sukses selalu kelebihan satu cara, dan orang gagal selalu kelebihan satu alasan’. Jangan banyak alasan!
Kedua, melawan para ‘hater’. Tulisan yang terlahir dapat dipastikan akan menerima respons dari pembaca, baik positif maupun negatif. Kuncinya Cuma satu, ‘tidak membumbung ketika disanjung, tidak patah hati ketika dicaci’. Nikmati saja. Sikap yang paling arif adalah dengan menjadikan cacian, ejekan dan kritikan sebagai energi untuk terus menulis. Jika tulisan anda dikatakan tidak berkualitas, maka terus menempa diri untuk menjadikannya bermutu. Jika tulisan anda belum bisa dimuat di media yang bersekala nasional atau internasional, jangan risaukan. Jika takdirnya harus sampai di sana, yakinlah akan datang waktunya.
Tidak perlu berdebat dengan para ‘pembenci’ tulisan anda. Jangan buang-buang waktu. Beri tanggapan seadanya saja. Tugas anda tidak untuk berdebat tapi menulis. Sayangnya, tidak sedikit pula yang gagal menghadapi kondisi ini. Baru menulis satu atau dua artikel kemudian berhenti hanya karena mendapat tanggapan negative dari para pembanca yang ‘sinis’. Kuncinya, jangan menulis untuk menyenangkan orang lain, tapi menulislah untuk tulisan itu sendiri!
Akhirnya, ingatlah pesan Pramoedya Ananta Toer “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Mengembaralah kata-kata!
#BNODOC11021042017
*Akademisi dan Praktisi Hypno-Writing
Discussion about this post