Seorang anak gadis tiba-tiba menghilang dari rumah selama dua hari dan ditenggarai diculik oleh orang yang tidak dikenal. Polisi pun turun tangan hingga tertangkaplah Febriari Irianto alias Ari (18 tahun). Ari ditangkap karena dicurigai telah menculik Marrieta Nova Riani (14 thn) yang notabenenya adalah pacarnya sendiri. Dari pengakuan mereka berdua, mereka telah pernah melakukan hubungan layaknya suami istri. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa tersangka telah melanggar pasal 332 KUHP tentang melarikan anak di bawah umur, pasal 387 KUHP tetang berhubungan intim dengan anak di bawah umur, dan pasal 21 UU Perlindungan Anak” (Detik.com, 10/02/10). Alhasil dengan pasal-pasal itu, tersangka akan meringkuk di penjara paling tidak 9 tahun. Usut punya usut mereka berkenalan melalui jejaring sosial Facebook. Maka jadilah Facebook sebagai kambing hitam dari kasus ini. Maka kembali mencuat isu miring tentang Facebook. Inikah dampak negatif yang dulu pernah ditakutkan para ulama di Jawa Timur akan kehadiran Facebook?
Di awal kepepularannya di Indonesia, Facebook pernah diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Sudah sama-sama diketahui bahwa para penggemar dunia maya ini tiba-tiba gempar karena fatwa ulama di Jawa Timur mengharamkan penggunaan Facebook. Saya adalah juga salah satu penggemar Facebook yang turut terkejut. Bagi saya kata-kata haram itu berkonotasi dengan neraka. Buka Facebook masuk neraka.
Tidak diragukan lagi fatwa haram ini mengundang pro dan kontra. Dunia nusantara pun hiruk pikuk, lebih-lebih dunia maya. Dari sekian banyak banyak alasan yang mengemuka sebagai landasan para ulama Jawa Timur mengharamkan Facebook saat itu adalah bahwa Facebook telah dijadikan media untuk jual beli seks. Dan hal ini banyak dilansir oleh media-media di tanah air, dari cetek, visual, dan online.
Tidak susah mencari informasi tentang Facebook. Saya langsung saja kopi paste (kopas) dari wikipedia.com yang neyebutkan bahwa Facebook adalah situs web jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat surat-e suatu universitas (seperti: .edu, .ac, .uk, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini. Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat surat-e apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis.
Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.
Perkembangan yang fantastis ini tentu saja tidak dapat dibendung untuk hadir di tanah air. Sudah sama-sama dimaklumi pula bahwa perkembangan tekhnologi dunia semacam ini saat ini berkembang dengan hitungan detik, ia dengan bebas masuk dan merasuk tanpa pamit hingga kemudian sampai pada ribut-ribut Facebook haram di Indoneisa yang difatwakan oleh Ulama di Jawa Timur. Itulah Facebook yang sedang diperangi oleh ulama.
Para ulama Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram Facebook tentu dengan pertimbangan-pertimbangan matang yang mereka yakini bahwa Facebook membawa dampak negatif terhadap generasi bangsa. Ulama sebagaimana kita pahami adalah orang-orang yang mengerti tentang hukum-hukum Islam. Mereka adalah intelektual muslim yang setiap ucapan dan perbuatannya dapat dijadikan tauladan untuk kepentingan kemaslahatan umat di bumi pertiwi ini. Seperti pengharaman Facebook, seperti yang diberitakan oleh inilah.com pada tanggal 9 Juni 2009, berangkat dari Kitab Bariqah Mahmudiyah halaman 7, Kitab Ihya’ Ulumudin halaman 99, Kitab Al-Fatawi Al-Fiqhiyyah Al-Kubra halaman 203, serta sejumlah kitab dan tausyiyah dari ulama besar.
Terlepas dari kontrapersi yang ada, tentu ini harus dilihat dengan postitf bahwa mereka sedang peduli dengan urusan umat yang ada. Namun demikian, para ulama harus pula membekali diri dengan ilmu pengetahuan di luar dari hanya tulis baca Al-Quran seperti ilmu komputer, tekhnologi informasi, ekonomi, dll. Dengan ilmu-ilmu ini Ulama mampu melihat persoalan umat secara objektif dan tidak ‘asal’.
Seperti yang telah saya singgung di atas, bahwa pengharaman Facebook salah satunya karena Facebook memiliki potensi untuk berbuat maksiat seperti jual beli jasa seks. Sebelumnya saya ingin mangatakan bahwa sebenarnya handphone adalah alat yang paling sering dan terang-terangan digunakan untuk jual beli hal-hal haram seperti seks, narkotika, penyelundupan senjata api, dll. Kalau begitu mari kita haramkan pemakaian handphone..! Maksiat tentu bisa terjadi dimana saja dan kapan saja dengan cara apa saja. Penggunaan Facebook untuk jual beli seks seperti yang dikemukan oleh para ulama tersebut memancing naluri ’rsearch’ saya untuk menelusuri fenomena ini.
Beberapa hari setelah ’pengharaman’ Facbook, saya mencoba membuat sebuah id Facbook dengan identitas yang sengaja saya buat ’nyerempet’ ke arah tabu, memasang foto panas di wall, dan menulis kata-kata ’jorok’ di wall. Kemudian saya melancarkan aksi dengan men-search friends yang juga ke id-nya kearah-arah ’abu-abu’ tersebut. Hasilnya luar biasa, hanya dalam waktu dua minggu saya sudah mengumpulkan no handphone para ’penjaja seks’ komersian dan non komersial (gratisan) yang siap didatangi di berbagai kota di Indonesia. Dengan sedikit berbohong bahwa saya seorang pegusaha kaya, mereka siap memberikan apa saja, termasuk seks. Wall-wall yang mereka tulis pun tidak jauh-jauh dari seputaran ’kenikmatan’. Dari cerita ’malam jumatan’ hingga cerita tidak diberi ’jatah’ oleh pasangan, dan seterusnya. Sebulan kemudian id yang saya buat tersebut ditutup oleh pihak Facebook dengan pemberitahuan alasan penutupannya melalui email yang saya daftarkan.
Dari penelusuran ini, maka saya ingin menyampaikan bahwa adalah benar Facebook bisa dijadikan sarana maksiat. Kasus Ari di atas adalah bukti nyata dan fakta dari efek negatif dari Facebook. Apakah kesalahan ini murni keslahan Facebook? Lantas apakah fatwa haram para ulama tersebut sebagi solusinya? Bisa saja dijadikan salah satu cara yang dapat ditempuh, walau tentunya memerlukan pengkajian dan dasar-dasar yang labih bisa diterima oleh masyarakat luas agar ia tidak menimbulkan polemik dan masalah baru.
Akan tetapi, last but not least, alih-alih meng-kambinghitam-kan Facebook, jauh lebih penting adalah memberikan pendididikan moral kepada masyarakat pegguna Facebook itu sendiri. Ada pemikiran bijak yang disampaikan oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag, salah seorang Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dalam prolognya di suatu seminar Internasional di Kabupaten Sarolangun beberapa waktu lalu. Menurut beliau, kondisi umat di era globalisasi sekarang ibarat memiliki rumah di tepi pantai. Untuk melindungi keluarga dari terpaan ombak, jangan membangun pagar di sekeliling pantai. Namun jauh lebih baik adalah dengan mengajari anggota keluarga cara tepat untuk berenang. Dalam konteks ini, bukan Facebook-nya yang harus kita haramkan tapi pengguna Facebook yang harus ’dididik’ untuk bisa ’berenang’ di dunia maya tersebut sehingga tidak tenggelam dalam lautan maksiat. semoga.
Discussion about this post