Oleh: Bahren Nurdin, MA
[Kesatu, “A goal without a plan is just a wish”, maka jika seorang mahasiswa ingin sukses dalam menempuh pendidikannya, semua harus dirancang dan direncanakan dengan baik. Beberapa fase penting harus dilewati sesuai situasi yang ada. Fase pertama merupakan tahun awal untuk penyesuaian. Fase kedua merupakan waktu yang baik untuk memulai meraih prestasi setinggi langit dan mulai mengenal organisasi sebagai penunjang kehidupan seorang mahasiswa].
Fase ketiga, semester lima dan enam. Pada fase ini seorang mahasiswa seharusnya sudah memiliki daya analisis dan ‘critical thinking’ yang baik. Apa yang dimaksud dengan berpikir kritis adalah proses intelektual yang dengan aktif dan terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan dan tindakan (Scriven & Paul, 1992).
Ciri intelektualitas seorang mahasiwa pada fase ini sudah harus benar-benar menuju kematangan. Berpikiri kritis akan menggiring dan membentuk pola tingkah dan tutur baik di tengah mayarakat kampus maupun masyarakat luas. Segala persoalan-persoalan yang dihadapi akan ‘digoreng’ dengan baik sehingga matang dan ‘gurih’. Pada fase inilah seorang mahasiswa dapat tampil sebagai sumber daya manusia yang aktif ‘memikirkan’ persoalan-persoalan kebangsaan.
Dengan kemampuan berpikir kritis inilah mereka muncul dengan label ‘agent of change’. Boleh jadi, label agen perubahan itu berangkat dari ‘perlawanan’ yang dilakukan oleh kaum intelektual terhadap apa yang telah menjadi ‘pakem’ di tengah masyarakat. Kesannya, semua yang ada di tengah masyarakat dianggap salah. Dibantah!
Untuk memenuhi naluri intelektual dan berpikir kritis tersebut, pada fase ini seorang mahasiswa mau tidak mau atau suka tidak suka memperkaya diri dengan berbagai bacaan sehingga memperoleh informasi yang memadai. Lebih-lebih di zaman ini, perkembangan media sosial (medsos) memberikan kemudahan memperoleh informasi apa pun. Buku kemudian menjadi teman akrab.
Namun harus hati-hati pada semeseter enam. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah manajemen waktu. Aktif berorganisasi tidak boleh mengabaikan kuliah. Pada semeseter enam ini, ibarat novel, sudah mulai masuk pada ‘resolusi’ yaitu menujutu ke ‘ending’ cerita. Tidak boleh lagi terlalu asyik berorganisasi. Jika dipresentasekan, pembagian waktu sudah harus lebih banyak untuk penyelesaian studi yaitu 70%:30%.
Fase terakhir, semester tujuh dan delapan. Pada fase ini mahasiswa berada pada ujung perjuang. Tapi jika tidak hati-hati, malah sebaliknya, akan berlarut-berlarut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sudah lebih pada aktivitas ilmiah yang dapat menunjang penelitian dan penulisan tugas akhir (skripsi). Memang pada semester ini, mahasiswa sudah harus disibukkan dengan kegiatan kampus seperti Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dan Kuliah Kerja Nyata (Kukerta).
Maka yang harus diperhatikan pada fase ini adalah penyelesaian tugas akhir kuliah. Inilah masanya seorang mahasiswa mulai menakar masa depannya. Tenaga dan pikiran sebesar-besarnya dikerahkan pada penelitian dan penulisan. Energi yang digunakan untuk urusan selain peneyelesaian kulaih adalah energi-energi yang tersisa; paling 10%.
Akhirnya, fase demi fase yang dilewati merupakan tahapan kehidupan yang harus dilalui oleh seorang mahasiswa. Mahasiswa hebat adalah yang mampu merencanakan studinya dengan baik. Kuncinya Cuma satu, plan your work and work your plan. Selamat berjuang! #BNODOC25008092017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post