Oleh: Bahren Nurdin, MA
Corat-coret baju seragam untuk merayakan kelulusan sekolah sudah menjadi budaya turun temurun anak negeri ini; berlangsung dari tahun ke tahun. Saya sebut ‘budaya’ karena kegiatan ini seolah-olah ‘wajib’ dilakukan baik yang dinyatakan lulus maupun yang pura-pura lulus. Lihat saja baru-baru ini, di beberapa kota dan kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jambi, selesai pesta coret-coret, mereka melakukan konvoi motor berknalpot besar hingga larut malam, tidak memakai helm, berdiri di atas motor, klakson memekakkan kuping, teriak-teriak, dan seterusnya. Sedikit pun tidak mencerminkan nilai-nilai intelektual.
Aksi coret-coret ini boleh digolongkan sebagai mental vandalisme. Vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya); atau perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas, (KBBI online). Mencoret baju seragam termasuk badan sendiri boleh dikategorikan ‘perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas’. Seragam yang masih begitu bagus sesungguhnya masih bisa dimanfaatkan oleh orang lain, minimal keluarga terdekat.
Lebih aneh lagi, aktivitas yang menciderai dunia pendidikan ini seolah mendapat restu dari pihak sekolah. Betul, beberapa sekolah sudah melakukan pelarangan dengan menempel pengumuman bagi siswa mereka. Namun, larangan ini terkesan sekedar melepas tanggung jawab, “kami sudah melarang, tapi mau gimana lagi”. Itu namanya dalam seloko adat Jambi, ‘melepas batuk diselo tanggo’ alias tidak serius.
Memberangus mental buruk ini sangat dibutuhkan keseriusan semua pihak. Tidak ada salahnya ke depan dibentuk semacam satuan tugas bersama yang dapat mengambil tindakan terhadap siswa yang masih nekat berbuat. Satgas ini harus terdiri dari berbagai elemen masyarakat, dari Polri, TNI, Satpol PP, Diknas, orang tua (komite sekolah), ormas, dan sebagainya. Namun, terlebih dahulu harus ditanamkan ‘sense of crisis’ bersama bahwa hal ini sudah harus dihentikan. Ada kesepakatan bersama bahwa aksi corat-coret baik seragam sekolah maupun benda lainnya adalah pelanggaran berat dan memalukan dunia pendidikan.
Siapa pun yang melanggar harus mendapat sanksi. Pertama, siswa. Siswa yang masih nekat melakukannya harus diberi hukuman. Bisa saja berupa pembatalan pemberian ijazah yang bersangkutan. Apa korelasinya? Ijazah itu sebagai salah satu bukti bahwa yang bersangkutan sudah menamatkan pendidikan yang sekali gus melekat nilai-nilai intelektualitas dan moral pada dirinya. Jika mentalnya masih melakukan vandalime, berarti belum pantas mendapatkan ‘sertifikat’ intelektual itu. Sekali gus, memberi efek jera dan mendidik mereka betapa pentingnya penanaman norma dan etika.
Kedua, sekolah. Sekolah yang gagal melarang siswa dan siswinya melakukan coret-coret, dianggap sekolah gagal. Kegagalan sekolah, adalah kegagalan kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di institusi tersebut. Itu artinya, siswa coret-coret, kepala sekolah dicopot! Yakinlah, dengan cara ini dapat dipastikan akan ada ketegasan dan pengawasan yang baik dari pihak sekolah. Terutama guru, bagaimana mungkin mereka membiarkan anak-anak didik mereka melakukan hal-hal yang tidak baik di depan mata mereka sendiri. Menyedihkan lagi, ada pula guru yang juga ikut tanda tangan di atas baju para siswanya. Kenang-kenangan? Inilah seburuk-buruknya kenang-kenangan!
Ketiga, Diknas / Dispora. Saatnya kepala daerah, gubernur, bupati dan wali kota, ikut andil mengatasi masalah ini. Beri sanksi tegas kepada kepala dinas jika di daerahnya masih terjadi coret-coret. Copot jabatannya karena dianggap gagal membangun peradaban yang baik bagi dunia pendidikan. Dengan cara ini pula kepala dinas akan menjalankan tugasnya maksimal bekerja sama dengan seluruh stakeholder yang ada bahu membahu mendidik anak negeri ini.
Akhirnya, budaya yang buruk tidak boleh dipertahankan dari masa ke masa. Harus diberangus dan dihentikan. Ingat, aksi coret-coret tidak bisa dianggap sepele karena kegiatan ini tidak menutup kemungkinan akan menyeret anak didik kita pada kegiatan yang lebih ‘gila’ lagi seperti pesta narkoba, pesta seks, minum-minuman keras, merokok, judi, dan sebagainya. Jangan biarkan mereka terjerumus. Aksi coret-coret harus diberangus!
#BNODOC12607052017
*Akademisi dan Pengamat Pendidikan Jambi
Discussion about this post