Bahren Nurdin: – Saya dapat dua mata kuliah filsafat waktu ‘mondok’ di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta: ‘Dasar-Dasar Filsafat dan Metodologi Penelitian’ dan ‘Filsafat Ilmu Pengetahuan’. Untuk mata kuliah filsat ilmu saya tidak mau mengambilnya di fakultas saya sendiri (FIB). Waktu itu saya yakin sekali jika dosen filsafat yang mengajar di fakultas lain pasti tidak sedalam pembahasan ketika mengajar di Fakultas Filsafat sendiri. Kurang puas, saya pun langsung ikut kuliah di Fakultas Filsafat.
Entah ada korelasi atu tidak, saya kemudian sangat menikmati buku-buku yang genre-nya ‘nyeleneh’ dan cenderung ‘kiri’. Beberapa yang masih saya ingat seperti Zarathustra (Friedrich Nietzsche) yang ungkapannya sangat terkenal ‘Tuhan Sudah Mati’, Puisi-puisi William Blake tentang Tuhan dan kematian, ‘The Third Way’-nya Anthony Giddens, dan buku-buku Pramoedya Ananta Toer yang kemudian novelnya saya jadikan tesis S2 di UKM, Malaysia.
Tentu, ilmu dan pemahaman saya tentang filsafat tidak sebanding dengan apa yang dimiliki Rocky Gerung. Tapi, dengan modal yang sedikit ini, saya cukup memiliki dasar paling tidak untuk memahami jalan pikirannya. Saya juga penikmat filsafat sebagaimana saya menikmati ilmu psikologi dan sastera.
Think without the Box (tanpa kotak)
Kita semua pasti sudah sangat faham dengan ungkapan ‘Think out of the box’ (berpikir di luar kotak). Terjemahan bebasnya, cobalah berpikir atau bertindak di luar kebiasaan orang banyak. Jangan terjebak dengan rutinitas. Padanan kata lainnya ‘anti-mainstream’.
Bagaimana jika ‘think without the box’? Walaupun mungkin dalam beberapa konteks tidak terlalu tepat, saya menterjemahkannya menjadi ‘berpikir bebas’. Kata ‘bebas’ ini yang harus ekstra hati-hati difahami. Bebas yang bagaimana?
Sesungguhnya, manusia adalah mahluk terbaik yang Allah ciptakan. Salah satu elemen terbaik itu adalah otak atau pikiriran. Itu artinya, manusia memiliki kemampuan berpikir yang sangat dahsyat dan tidak dimiliki oleh mahluk mana pun. Terbaik!
Apa ‘kotak’ itu? Ketika seorang manusia dilahirkan dengan modal kemampuan otak yang luar biasa ini, dia tidak lahir di ruang hampa. Dia lahir di tengah-tengah manusia lainnya. Di sini berlakulah hukum sosial. Kemampuan otak yang luar biasa ini kemudian harus disesuaikan (adjustment) dengan apa pun yang ada di sekitarnya. Sang Pencipta manusia pun pasti sudah sangat faham akan ‘bahaya’ kekuatan otak manusia itu. Agar tidak salah gunakan, maka dibekalilah manusia itu dengan Kitab Suci . Kitab suci ini kemudian diturunkan menjadi norma-norma, hukum, kebiasaan, pandangan hidup, dan lain sebagainya.
Jangan terlalu cepat anda tarik garis lurus dari ‘box’ ke ‘Kitab Suci’. Saya tidak ingin sejauh itu. Saya hanya berani ‘bermain’ di wilayah sosial. Saya hanya ingin mengatakan bahwa ‘without the box’ berarti mengibiri nilai-nilai dan pola pandang apa yang orang lain anggap ‘salah’ dan ‘benar’ (pandangan umum). Tentu dengan alasan yang kuat. Senjata ampuh untuk melakukannya adalah dengan berpikir kritis (critical thinking).
Jadi, saya melihat Rocky Gerung bermain di wilayah ini. Itulah mengapa ia selalu menekankan ‘akar tunggal’ bukan ‘akar serabut’ dalam melihat sebuah perkara. Dia ingin selalu melihat akar terdalam dengan mengkritisi setiap pola pikir yang sudah terbentuk di tengah masyarakat. Celakanya, ketika hal-hal semacam ini ditarik ke wilayah politik, maka banyak yang gagal memahami jalan pikirannya. Satu sisi masyarakat hanya berpikir ‘sederhana’ blok A atau B, hitam atau putih, sementara Rocky Gerung ingin ‘lebih dalam’ lagi.
Jadi saya ingin sampaikan bahwa jika banyak diatara masyarakat yang gagal memahami jalan pikiran Rocky Gerung itu wajar karena kemungkinan besar berangkat dari cara pandang yang berbeda, premis yang berbeda, pisau analisis berbeda; pokoknya beda. Di sisi lain, Rocky juga terlalu ‘memaksa’ masyarakat untuk memahami jalan pikirannya.
Lantas yang ‘dungu’ siapa? Jawab saja sendiri. Saya rasa, kita hanya butuh waktu untuk terus belajar. Selagi kita terus belajar, berarti kita mengakui bahwa kita semua ‘dungu’. Jika begitu, kita adalah orang-orang ‘dungu’ yang ‘terpelajar’. Dan, se-dungu-dungu-nya manusia adalah mereka yang tidak mau belajar!
Akhirnya, melalui artikel singkat ini saya hanya ingin menyampaikan bahwa kita telah dibekali Allah kemampuan berpikir yang luar biasa dahsyat. Namun terkadang kita hanya menggunakannya sedkit saja karena terjebak oleh ‘kotak-kotak’ yang terkadang kita (masyarakat) buat sendiri. Saya melihat, Rocky Gerung hanya ‘ingin’ keluar dan bahkan tidak ingin punya ‘kotak’. Untuk memahami jalan pikirannya, paling tidak anda tidak bisa tetap berada di dalam ‘kotak’ anda sendiri. Mari terus belajar karena sesungguhnya kita sama-sama dungu!
Suber Foto: CNN Indonesia/Safir Makki
Discussion about this post