Oleh: Bahren Nurdin, MA
Saya pernah mendapat broadcast melalui media social sebuah artikel menarik tentang salah satu produk smartphone (HP) yang memiliki spesifikasi ‘payah’ tapi melejit di pasaran. Sayang artikel yang sampai kesaya ini tidak ada nama penulisnya, jadi saya tidak berani mengutip langsung dan tidak juga boleh menyebutkan nama HP itu karena menyangkut merek dagang. Saya intisarikan saja ceritanya.
Ada sebuah merek HP yang sekarang sedang ‘booming’ ternyata memiliki spesifikasi mesin yang ‘rendah’ dalam segala hal. Boleh dikatakan kemampuan mesinnya dibawah kawan-kawan sebayanya. Ram, OS, Prosesor, Navigasi, dll dipastikan tidak begitu bagus. Namun ia memiliki satu kelebihan yaitu kehebatan kameranya yang luar biasa. Satu itu saja. Dengan menggunakan kamera HP ini, wajah anda berubah menjadi ‘cling’ seketika. Flek hitam hilang, jerawat sirna. Tidak perlu jauh-jauh pergi ke salon untuk merias wajah demi mendapatkan foto yang keren.
Kelebihan ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga orang lupa kelemahan-kelemahan yang begitu banyak. Orang bahkan tidak pernah melihat kemampuan operasionalnya yang rendah itu karena tergoda dengan kehebatan kamera yang dimiliki. Hanya dengan bermodalkan satu keunggulan itu kini HP tersebut jadi primadona di tengah masyarakat. Luar biasa!
Apa pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini? Fokuslah pada kelebihan yang anda miliki!
Maka, apakah anda akan mengatakan buaya bodoh karena ia tidak mahir memanjat pohon kelapa? Monyet tolol karena ia tidak mampu menyelam? Burung ‘oon’ karena tidak sanggup berenang? Ikan ‘bengak’ karena tidak bisa terbang? Itu artinya, di atas dunia ini tidak ada apa pun atau orang yang menguasai segala hal secara sempurna. Itulah yang disebut potensi diri.
Mungkinkah mengarjari buaya memanjat pohon kelapa sampai mahir seperti monyet? Atau melatih monyet menyelam berjam-jam seperti buaya? Mungkin saja, kenapa tidak. Namun, coba bayangkan berapa lama waktu dan tenaga yang dihabiskan untuk mencapai itu? Boleh jadi seumur hidup!
Akan tetapi, jika potensi masing-masing tersebut dikembangkan sesuai yang dimiliki, hasilnya pasti luar biasa. Monyet dilatih intensif dan dikembangkan kemampuannya memanjat pohon kelapa, dapat dipastikan ia akan menjadi sangat ahli. Kecepatan, ketepatan, dan kemahirannya dalam memanjat pasti akan melejit. Diyakini akan menjadi pemanjat yang professional tingkat internasional. Begitu juga dengan buaya, ikan dan burung yang telah memiliki ‘spesifikasi’ diri masing-masing.
Dalam keseharian juga demikian. Pada beberapa training kepenulisan, misalnya, saya selalu menyampaikan bahwa tidak semua orang harus bisa menulis semua hal. Masing-masing anda pasti memiliki keahlian atau potensi yang berbeda. Ada orang yang pintar menulis karya ilmiah berupa buku atau artikel jurnal, ada juga yang hebat dalam menulis opini, ada pula yang hobi menulis novel atau cerpen, ada yang suka menulis puisi, dan lain sebagainya.
Lantas, apakah penulis hebat itu hanya orang yang bisa menulis artikel ilmiah kemudian dimuat pada jurnal internsional? Selebihnya digolongkan penulis ecek-ecek? Terlalu dangkal! Itu sama halnya memaksa buaya mahir memanjat kelapa.
Intinya, setiap kita memiliki potensi masing-masing. Hebat di suatu bidang belum tentu mahir di bidang lain. Maka dari itu, yang harus kita lakukan adalah mengenali dan menggali potensi diri yang dimiliki sehingga bisa dikembangkan menjadi suatu kelebihan. Tidak perlu berkecil hati jika kita tidak bisa di bidang tertentu yang memang kita tidak mampu. Tapi maksimalkan usaha untuk menempa kelebihan yang ada.
Akhirnya, tidak ada orang yang serba hebat, kecuali merasa hebat dengan kesombongan dan keangkuhan. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka, fokuslah pada kelebihan dan jangan habiskan waktu untuk menyesali segala kekuarangan. Kata Michael Josephson dalam puisinya “what will matter is not your success but your significance. (Bukan suksesmu yang penting, tapi seberapa penting dirimu bagi orang lain).
#BNODOC10516042017
*Akademisi dan Motivator Pendidikan Jambi
Discussion about this post