Oleh: Bahren Nurdin, MA
Isitilah mahasiswa ‘kupu-kupu’ mungkin sudah sangat terkenal di kalangan mahasiswa. Istilah ini dilekatkan kepada mahasiwa yang ‘hanya’ kuliah. ‘Kupu-kupu’ itu singkatan dari kuliah pulang – kuliah pulang. Jadi perjalanan hidupnya selama menuntut ilmu di perguruan tinggi itu hanya dua; kos dan kampus. Jalan yang paling dia hafal juga cuma jalan pulang dan pergi ke kampus. Selebihnya tidak tahu.
Memang ada banyak jenis dan tipe mahasiswa dilihat dari perspektif aktitivitas yang dilakukan. Beberapa istilah yang sering digunakan diantaranya, kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang), kunang-kunang (kuliah nangkring-kuliah nangkring), kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat), kuda-kuda (kuliah dakwah-kuliah dakwah), kuker-kuker (kuliah kerja-kuliah kerja) dan banyak lagi.
Masing-masing tipe ini memiliki keunikan-keunikan sendiri. Pada kesempatan ini mari kita diskusikan satu saja; kupu-kupu. Apa yang salah? Baguslah jika ada mahasiswa yang kerjanya kuliah dan setelah selesai kelas kemudian pulang. Apa pun kegiatan selain belajar di kelas tidak pernah diikuti. Dia tidak ikut organisasi dalam kampus (intrakurikuler) dan ekstra kampus (ekstra kurikuler). Orang-orang yang dia temui pun hanya teman sekelas dan dosen yang mengajar. Selebihnya tidak kenal.
Saya sering sampaikan di dalam kelas, ‘mahasiswa yang tamat hanya berbakal ijazah saja, sama gagalnya dengan mahasiswa yang tidak tamat-tamat karena terlalu banyak kegiatan non akademis’. Jadi, mahasiswa yang sukses itu adalah kuliah berprestasi dan berbagai organisasi diikuti. Seimbang antara akademis dan non-akademis.
Mengapa kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler sama pentingnya dengan prestasi akademik? Coba perhatikan penelitian yang diterbitkan oleh National Association of Colleges and Employers, USA, 2002 dengan melakukan survey terhadap 457 pimpinan sukses, menyatakan bahwa komponen utama untuk kesuksesan mereka bukan Indek Prestasi (IP). IP bahkan menempati urutan ke 17 dari komponen-komponen pendukung kesuksesan mereka.
Jika begitu, dalam konteks ini, mahasiswa ‘kupu-kupu’ hanya sedang memperjuangkan komponen ke 17 tersebut dan cenderung mengabaikan paling tidak yang 16 komponen sebelumnya. Singkatnya, IP saja tidak cukup untuk menjadi mahasiswa berprestasi baik di kampus maupun nanti setelah wisuda. Jika hanya berbekal IP karena selama kuliah menjadi mahasiswa ‘kupu-kupu’ maka belum cukup syarat untuk menjadi ‘pemain’ di era global saat ini.
Kemampuan akademik yang hebat sekali pun juga harus ditopang oleh kemampuan non akademis yang notabenenya tidak hanya di dapat di dalam kelas pada saat proses belajar mengajar. Kemampuan-kemampuan lain bisa diperoleh dari berbagai kegiatan ekstrakurikuler atau ekstra kampus.
Namun, kata kuncinya adalah seimbang. Tidak boleh ada yang diabaikan atau mendapat porsi lebih. Kegiatan akademis tidak bisa diabaikan dikerenakan ada kegiatan luar kampus, dan sebaliknya, menutup mata dari berbagai kegiatan selain belajar-mengajar juga tidak baik. Menyeimbangkan ini memang tidak mudah, tapi bisa.
Akhirnya, menjadi mahasiswa ‘kupu-kupu’ belumlah cukup untuk memenuhi syarat menjawab tantangan zaman. Tapi gagal kuliah gara-gara terlalu banyak kegiatan non kampus juga tidak tepat. Perlu keseimbangan. Jadilah mahasiswa yang berprestasi di bidang akademik, dan sukses sukses menempa diri di berbagai organisasi. Semoga. #BNODOC24604092017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post