Oleh: Bahren Nurdin, MA
Pendaftaran dibuka. Teng! Paling tidak ada 9 kursi ‘empuk’ terbuka untuk diduduki oleh siapa saja di Pemerintah Kota Jambi. Pelaksana tugas Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Jambi mengumumkan kepada putera-puteri terbaik negeri ini untuk uji ‘nyali’ memperebutkan jabatan yang kosong. Kursi yang sedang menunggu adalah Kepala BKD, Kepala BPMPPT, Kadis PU, Kadis Pendidikan, Kadis Perhubungan, Kepala BLHD, Kepala Kominfo, Kadisbudpar, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Berita yang berseliwaran beberapa hari terakhir, lelang ini masih sepi peminat. Tapi masih ada waktu hingga tanggal 3 Februari nanti. Kadang memang demikianlah tabi’atnya, suka di akhir-akhir baru desak-desakan. Masih belum muncul sikap ksatria ‘I have to be number one’. Paling suka bilang ‘kagek be, kito belakang-belakang be’. Hiks!
Lelang jabatan merupakan era baru dalam dunia birokrasi Indonesia. Tidak terlalu baru sebenarnya, hanya bahasanya saja yang boleh jadi berbeda-beda. Lelang jabatan mulai ‘naik’ daun dan dipopulerkan oleh Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tapi banyak juga yang membantah. Bukan Jokowi yang pertama membuat trobosan ini. Faktanya, Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah diam-diam telah terlebih dahulu menerapkanya. Sudahlah, tidak usah diperdebatkan siapa yang memulai, tapi bagaimana mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari lelang jabatan ini sudah sangat jelas yaitu untuk menjaring anak-anak negeri terbaik yang memiliki integritas dan kapabilitas untuk menjalankan roda pemerintahan di berbagai level kepemimpinan. Maka lelang jabatan ini harus dimaknai sebagai cara atau alat alias mekanisme. Hipotesanya jelas, proses yang baik akan mendapatkan hasil yang baik pula. Dan sebaliknya, proses yang buruk akan mendapatkan hasil yang jelek.
Tim Seleksi
Untuk mendapatkan pejabat-pejabat yang berkualitas tinggi melalui lelang jabatan ini, maka wajib hukumnya dipilih oleh Tim seleksi (timsel) yang terdiri dari orang-orang berkualitas super. Siapa pun yang tergabung dalam tim ini harus dapat dipastikan memiliki integritas dan kapabilitas yang terbebas dari kepentingan (conflict of interest). Satu-satunya kepentingan yang mereka miliki adalah memilih yang terbaik secara objektif bebas tekanan. Kata kuncinya ‘objektif’.
Hal ini sangat penting untuk ditegaskan. Timsel menjadi penentu segala proses yang ditempuh. Jangan sampai ‘cacat’ dan ‘masuk angin’. Penguasa sejagat sekali pun tidak boleh ikut campur. Objektif itu kata Merriam Websters adalah ‘expressing or dealing with facts or conditions as perceived without distortion by personal feelings, prejudices, or interpretations’. Ini dia kuncinya. Timsel jika mau disebut objektif harus menghindari tiga hal yaitu perasaan pribadi (baper), praduga, dan interpretasi.
Tiga hal ini memang sangat berbahaya. Jika Timsel terbuai perasaan alias ‘baper’ (personal feelings) maka hasilnya akan ‘melo’. Maka muncullah ‘like’ and ‘dislike’ (suka dan tidak suka). Sebagus apa pun nilai peserta yang ikut lelang, jika Timsel tidak suka, ia tidak akan terpilih. Nah, hal ini juga harus berlaku untuk Pak Wako; gak boleh baper. Jangan nanti sudah dipilih oleh Timsel, eh pak Wako bilang “Yang lain aja deh, saya gak suka yang itu”. Gawat!
Begitu juga halnya dengan praduga dan interpretasi. Praduga dan interpretasi sangat subjektif dan ‘moody’. Gak boleh diduga-duga dan dimaknai macam-macam. Lihat saja nilainya. Sudah! Maka objektif adalah kata kunci mutlak yang harus dimiliki oleh Timsel juga seluruh unsur yang terlibat.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah keterbukaan. Seluruh tahapan lelang harus dibuka dan bisa diakses oleh siapa saja baik peserta lelang maupun masyarakat umum. Ini juga penting untuk menghindari adanya ‘permainan’ di bawah tangan, dibawah meja, dibawah kursi, dan di bawah lainnya. Jangan ada kesempatan untuk ‘main’ bawah. Semua harus di atas, terbuka dan transparan. Masyarakat diberi kesempatan untuk menjadi ‘juri’ walau bukan sebagai penentu. Paling tidak, dengan terbukanya proses tersebut dapat memberi gambaran kepada masyarakat kualitas dan kapabilitas calon pemimpin mereka.
Peserta
Bagi pesersta lelang, ajang ini akan menciptakan iklim kompetisi yang sangat positif. Saatnya ‘unjuk gigi’. Maka harus punya ‘gigi’! Pejabat ‘ompong’, minggir! Paling tidak para peserta harus memiliki kompetensi akademik. Syarat administratif tidak perlu kita bahas di sini karena sudah ditentukan oleh undang-undang dan tekhnisnya sudah diatur pula oleh Timsel. Yang ingin ditegaskan di sini adalah, kompetensi diri.
Harus diingat, ijazah tidak selalu (sekali lagi ‘tidak selalu’, tapi bisa saja iya) berkorelasi dengan kopetensi diri. Boleh saja seseorang memiliki gelar keserjanaan yang tinggi, tapi belum tentu mampu memimpin atau mengorganisir suatu organisasi. Ini artinya bukan merendahkan titel keserjanaan, tapi dalam konteks ini, peserta harus mempersiapkan diri tidak hanya titel yang tinggi tapi kemampuan juga harus menjulang.
Akhirnya, Lagi-lagi objektif! Apa pun prosesnya masyarakat hanya menginginkan pemimpin-pemimpin negeri ini yang berkualitas! Titik. Lelang jabatan ini harus benar-benar uji kompetensi bukan basa-basi apa lagi sekedar ikut zaman yang sedang trendi! #BNODOC32022017 [wa085266859000]
‘Gigi’ dua, pengalaman. Mengapa seorang pilot pesawat terbang yang selalu ditanyakan adalah jumlah jam terbangnya? Salah satu alasannya, dapat dipastikan pilot yang memiliki jam terbang tinggi sudah pernah melewati berbagai situasi dan masalah. Jika dia masih hidup dengan jam terbang yang ribuan, berarti sang pilot sudah mahir menghadapi semua situasi di angkasa. Jika tidak mahir pasti sudah ‘terkubur’. ‘Pilot’ kepala SKPD juga harus memiliki jam terbang yang tinggi sehingga nantinya mampu menerbangkan ‘pesawat’nya denan baik.
Tapi ada juga pilot baru yang hebat dan matang ketimbang yang sudah jam terbang tinggi.
Discussion about this post