Oleh: Bahren Nurdin, MA
Adakah hubungan antara kepemimpinan (leadership) dan kata-kata? Ternyata dua hal ini sangat erat hubungannya. Pepatah tua mengatakan ‘apa yang kita ucapkan dan bagaimana cara kita mengucapkannya menunjukkan gaya kepemimpinan kita dan kualitas diri kita yang sebenarnya’. Menarik!
Judul artikel ini saya kutif langsung dari salah satu bab bukunya Octavia Pramono yang berjudul ‘Leadership ½ Malaikat; Solusi Jitu Atasi Krisis Kepemimpinan’ (2013). Ya, kondisi bangsa kita saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Bukan tidak ada pemimpin, tapi krisis pemimpin yang mampu mengayomi masyarakat sebagaimana mestinya. Pemimpin yang mampu mengelola kata-katanya sehingga tidak menyakiti hati masyarakat. Pemimpin yang ‘ngemong’ bukan yang ‘songong’ dan sombong sehingga menoreh luka di hati siapa saja.
Kata-kata seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap orang-orang yang mereka pimpin (masyarakat). Lebih-lebih pada zaman media sosial saat ini, kata-kata seorang pemimpin sangat mudah direkam dan disebarluaskan kepada seluruh penjuru negeri. Jika pemimpin mengeluarkan kata-kata yang tidak patut dan tidak pantas, maka saat itu juga akan melukai masyarakat luas.
Tidak perlu saya sebutkan satu per satu contoh yang pernah ada di negari ini. Ada begitu bayak pemimpin yang memiliki manajemen kata-kata yang tidak baik, dari level lokal hingga nasional. Terbaru, lihat saja kasus yang menimpa Mantan Gubernur DKI. Dengan mengeluarkan kata-kata yang menyinggung masyarakat, dampaknya sangat massif yang kemudian menimbulkan gonjang-ganjing di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Persoalannya meluas ke mana-mana, dari hanya persoalan kata-kata yang buruk hingga merembet kepada masalah agama, suku, politik, dan seterursnya.
Kata-kata yang diucapkan oleh seorang pemimpin ternyata merupakan cerminan kualitas kepemimpinannya. Dan ini tidak bisa dibuat-buat. Maksudnya, jika ia seorang pemimpin yang suka mengumbar kata-kata yang tidak baik, maka bagaimana pun ia berpura-pura baik, suatu saat dia pasti ‘keceplosan’ juga dengan mengeluarkan kata-kata yang buruk. Octavia Pramono merumuskan tiga kualitas seorang pemimpin yaitu, 1) kecerdasannya dalam menyelesaikan tantangan; 2) tindakan dan prilakunya; dan 3) kata-kata yang diucapkannya.
“Banyak pemimpin yang mengalami kejatuhan wibawa dan integritas sebab ketidakmampuan mereka dalam mengatur kata-kata ketika berkomunikasi”. Inilah salah satu poin penting dari manajemen kata-kata. Jika kata-kata itu kemudian dikaitkan dengan wibawa dan integritas, maka kata-kata itu sesungguhnya menjadi gambaran utuh diri seorang pemimpin. Dirinya langsung diwakilkan oleh kata-kata yang keluar dari mulutnya (termasuk apa yang ia tulis di media sosial). Jika ia mengeluarkan kata-kata yang baik, maka baiklah gambaran dirinya sebagai pemimpin. Dan sebaliknya, kata-kata yang buruk akan menjelaskan betapa ia tidak layak disebut pemimpin.
Bagaimana seharusnya manajemen kata-kata seorang pemimpin hebat itu? Saya mencoba merumuskannya dalam beberapa hal. Pertama, bijak dan bijaksana. Bijak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (daring) ‘selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir’. Itu artinya kata-kata yang keluar selalu melibatkan budi dan hati nurani. Pemimpin yang hebat, sebelum ia mengeluarkan kata-kata, ia akan mempertimbangkan dengan sangat matang agar tidak melukai siapa pun. Dengan cara ini pula ia akan terhindar dari kesan sombong dan angkuh. Pemimpin yang sombong dan angkuh lambat atau cepat akan ditinggalkan rakyat.
Kedua, memotivasi. Pemimpin yang hebat dapat dipastikan yang mampu mengeluarkan kata-kata yang dapat menggerakkan orang lain untuk melakukan kebaikan. Kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu saja menjadi motivasi bagi orang banyak. Dalam menghadapi berbagai persoalan misalnya, pemimpin hebat akan menghindari amarah atau mengeluarkan kata-kata buruk yang tidak pantas untuk diucapkan di depan umum. Ia sadar betul bahwa kata-kata yang memotivasi akan mampu merubah persepsi orang lain terhadap diri dan kepemimpinannya. Bisa saja ada banyak orang yang tidak menyukainya, tetapi dengan terus mengucapkan kata-kata yang memotivasi, ia akan mampu merubah sikap ‘lawan’ manjadi ‘kawan’.
Ketiga, menginspirasi. Selayaknyalah seorang pemimpin mengeluarkan kata-kata yang menimbulkan inspirasi bagi masyarakat luas. Napoleon Bonaparte pernah berujar bahwa ‘seorang pemimpin adalah seorang penjual harapan’, dan Dahlan Iskan pernah merumuskannya dalam kata ‘manufacturing hopes’. Artinya, kata-kata yang keluar dari seorang pemimpin itu adalah harapan-harapan yang dapat menginspirasi orang banyak.
Akhirnya, pemimpin yang hebat selalu barkata-kata yang baik dan bermartabat. Pemimpin yang buruk adalah mereka yang ‘hobi’ berkata buruk pada khalayak. Kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh kualitas kata-kata yang ia keluarkan baik secara lisan maupun apa yang tersebar di media sosial. Seharusnyalah seorang pemimpin selalu mengucapkan kata-kata yang bijak, memotivasi dan menginspirasi!
#BNODOC20525072017
*Akademisi dan Praktisi Hypno-Communication Jambi.
Discussion about this post