Oleh: Bahren Nurdin, MA
Masyarakat Jambi saat ini sedang terserang ‘demam’ Lacak. Lacak adalah ikat kepala khas Jambi untuk kaum pria. Perdebatan ‘hot’ memang sedang berlangsung di tengah masyarakat dengan mempertanyakan ‘benarkah Lacak milik Jambi?’ Sebenarnya pertanyaan ini hanya bisa di jawab dengan melakukan penelitian dan mengeluarkan naskah akademik atas benda budaya ini. Saya katakana benda budaya karena diyakini ia merupakan hasil cipta kearifan lokal Masyarakat Melayu. Perdebatan itu sebenarnya sudah mengerucut pada ‘Lacak yang seperti apa yang milik Jambi?” Artinya, harus ada yang menjadi pembeda antara Lacak Jambi dengan Lacak (atau Tanjak) yang dipakai oleh Masyarakat Melayu lainnya seperti Riau, Malaysia, Palembang, Kalimantan, dan lain-lain.
Perdebatan ini seharusnya tidak perlu berlarut-larut dan Pemerintah Provinsi Jambi, dalam hal ini Gunernur Jambi (Gubja) Zumi Zola, langsung saja menghimpun semua elemen masyarakat untuk merumuskan naskah akademik Lacak Jambi. Gubja bisa menghimpun para akademisi, pemangku adat (LAM Jambi), sejarawan, tokoh masyarakat, pelaku sejarah, dan lain-lain untuk merembukkan kedudukan dan bentuk Lacak Jambi.
Jika ini tidak secepatnya dilakukan, maka masyarakat Jambi akan terus bertanya-tanya mana yang punya Jambi? Hal yang paling ekstra hati-hati tentunya jangan sampai Lacak yang sekarang bertebaran di tengah masyarakat ternyata ‘menyerobot’ hak cipta orang lain. Belum ada satu orang pun yang mampu menjelaskan secara bertanggung jawab mana bentuk dasar Lacak Jambi.
Sambil jalan, kita berharap Pemerintah Provinsi Jambi terus menggalang semua element masyarakat tersebut untuk menentukan landasan akademisnya. Kita harus memiliki landasan hokum dan ketentuan penggunaan Lacak dari bentuk, design, hingga nilai-nilai filosofis yang melekat padanya. Jangan sampai “Lacak urang, Lacak Awak. Ruponyo awak melacak punyo urang”.
Perlu Standarisasi
Namun demikian, satu hal yang perlu kita lihat secara positif saat ini adalah kemunculan Lacak dapat dijadikan stimulant pertumbuhan industry kreatif di Jambi. Dengan berbahan Batik Jambi, Lacak kemudian banyak sedikitnya juga dapat dijadikan media untuk mendorong pengenalan Batik Jambi secara luas. Dengan kata lain, Lacak merupakan salah satu media promosi batik Jambi. Dengan luasnya pengenalan Batik Jambi, maka industri batik di Jambi akan semakin berkembang dengan pesat.
Maka dari itu, adahal yang tidak kalah menarik untuk juga diperhatikan adalah standarisasi kualitas Lacak itu sendiri. Saya beberapa kali mendapat tamu dari luar Jambi dan menjadikan Lacak salah satu oleh-oleh (souvenir) yang dapat mereka bawa pulang ke daerah asal. Namun sayang, dari Lacak yang ada, banyak diantaranya belum memiliki kualitas yang baik. Bahan-bahan yang digunakan juga masih belum memenuhi standar kualitas yang dapat menembus pasar yang lebih luas.
Melalui artikel ini, tidak salahnya kita sama-sama mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Jambi mulai memikirkan untuk membantu para pelaku industry Lacak ini untuk memenuhi standar produk-produk Indonesia dengan bekerja sama dengan Badan Standar Nasional Indonesia. Membantu mereka memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga mampu memenuhi tuntutan pasar baik dalam maupun luar negeri. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan industri Lacak akan tumbuh pesat di Jambi dan efek domino yang ditimbulkan akan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar lagi.
Akhirnya, kehadiran Lacak di tengah masyarakat yang sedang ‘booming’ saat ini menawarkan peluang sekaligus tantangan bagi Pemerintah Provinsi Jambi. Peluang, ikat kepala ini ternyata diterima baik oleh masyarakat Jambi sehingga menciptkan pasar yang luas. Tantangan, sampai saat ini Lacak belum memiliki landasan akademis dan belum memiliki standar kualitas barang. Pemprov Jambi harus bergerak cepat untuk menyambut peluang ini, dan menyelesaikan segala tantangan yang ada.
Harapan, tidak lama lagi kita akan menemukan Lacak yang ber-SNI produksi Jambi. Semoga. #BNODOC9607042017
*Akademisi UIN STS Jambi
Discussion about this post