Oleh: Bahren Nurdin, MA
Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan pemberitaan tentang kriminalitas yang kerap dilakukan oleh anak-anak remaja kita. Mereka yang seharusnya duduk manis di dalam kelas belajar bersama teman-teman, malah banyak yang berada di balik jeruri besi penjara. Kejahatan yang mereka lakukan terkadang di luar akal sehat manusia. Bayangkan, akhir-akhir ini anak-anak muda kita telah pandai melakukan pembunuhan, telah mahir menjalankan aksi penjambretan, telah sering memeras orang lain, telah pintar mencuri, dan lain sebagainya. Belum lagi urusan penyalahgunaan narkotika (narkoba) dan seringnya terjaring razia asusila.
Ada apa? Apakah pendidikan benar-benar tidak lagi mampu menjadi penangkal segala bentuk kejahatan tersebut? Persoalan ini memang bukan perkara yang sederhana. Hal ini seyogyanya menjadi kegelisahan semua pihak. Gelisah karena mereka semua, para generasi muda ini akan melanjutkan estapet pembangunan negeri ini. Apa jadinya bangsa ini kelak jika para remajanya mabuk semua. Apakah bangsa ini akan dipimpin oleh segerombolan orang mabuk, penjudi, penzina, pencuri, perampok, pemerkosa, pembuli, koruptor?
Tidak sederhana karena penyebanya juga tidak single factor alias sangat kompleks. Pertama, dampak negatif kemajuan teknologi dan kemudahan akses internet. Harus diakui bahwa kemajuan teknologi dan kemudahan komunikasi saat ini telah banyak berdampak pada gaya hidup para remaja kita. Berkembang pesatnya smartphone membuat mereka semakin mudah mengakses konten-konten yang memberi dampak negatif terhadap perkembangan psikologi mereka. Konten-konten yang berisikan pornografi, kriminalitas, kekerasan, pergaulan bebas, dan sebagainya sangat mudah untuk diakses. Belum lagi, media sosial yang mewabah. Langsung atau tidak langsung telah mempengarhui cara berpikir dan bertindak mereka.
Teknologi dan informasi tidak boleh disalahkan dan dihindari. Dunia akan terus bergerak. Yang harus dilakukan adalah mengantisipasi dampak-dampak negatifnya. Inilah agaknya yang tidak dilakukan terhadap anak-anak muda bangsa ini. Mereka tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya tentang pemanfaatan teknologi dan informasi yang sehat dan produktif bukan destruktif. Akibatnya, mereka terjerembab dalam kehancuran.
Kedua, hilangnya nilai-nilai kekerabatan dalam keluarga. Banyak ditemui saat ini suatu keluarga tidak lagi menjadi satu kesatuan yang harmoni hubungan antar anggota keluarga. Para anggota keluarga cenderung egois dan mementingkan diri sendiri atasnama privasi. Banyak orang tua yang tidak lagi manjadi panutan bagi anak-anaknya. Mereka sudah sangat sibuk dengan mengejar materi; pergi pagi pulang pagi. Akhirnya, perhatian kepada anak-anak mereka terabaikan. Anak-anak pun hidup dengan bebas yang terkadang bablas. Hal ini juga sangat berkontribusi terhadap kriminalistas yang dilakukan para remaja akhir-akhir ini.
Ketiga, pergaulan yang tidak sehat. Coba perhatikan pergaulan kaum remaja kita saat ini. Sungguh terkadang miris melihat mereka bergaul. Bahasa yang mereka gunakan jauh dari nilai-nilai etika. Mengumpat bahkan mencaci seolah tidak lagi dipersoalkan. Membuli dan menganiaya menjadi tren terkini. Kriminalitas rema sesunghuhnya berangkat dari kejahatan-kejahatan kecil yang menjadi kebiasaan. Awalnya hanya membuli akhirnya menghabisi.
Akhirnya, kriminalitas remaja yang kita saksikan hari ini sudah sepantasnya mendapatkan perhatian semua pihak. Polisi dan penjara bukan pula satu-satunya solusi. Akarnya, perbaikan kualitas hidup dan pola pikir mereka harus menjadi perhatian bersama. Semoga.
#BN18012017
Sumber: www.kenali.co
http://kenali.co/berita-76054-kriminalitas-kaum-remaja.html#ixzz4Xyz9uDRO
Discussion about this post