Oleh: Bahren Nurdin, MA
Kita mengenal metamorfosa atau metamorfosis sebagai suatu proses alamiah yang dilalui oleh kehidupan kupu-kupu. Secara sederhana, paling tidak ada tiga fase yang ia dilewati, yaitu ulat, kepompong dan kemudian menjadi kupu-kupu dewasa nan cantik, warna warni beterbangan ke sana ke mari. Indah dan menawan hati.
Tapi sesungguhnya, artikel singkat ini tidak sedang berbicara tentang flora dan fauna, tapi hanya sekedar menjadikan metamorfosa kupu-kupu ini sebuah analogi dalam dunia demokrasi kita. Saya sedang membahas isu politik uang (money politic) yang nampaknya tetap saja ‘seksi’ menjadi bahasan dalam setiap perbincangan tentang demokrasi dan kepemiluan.
Pada kenyataannya, sebagaimana halnya kupu-kupu yang bermetamorfosis, politik uang juga mengalami hal yang sama dan tidak kalah hebatnya dengan proses kehidupan kupu-kupu. Artikel ini pun sekedar membahasakan kembali apa yang disampaikan oleh salah seorang komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, S.IP., M.Si, saat menjadi narasumber pada Jambore Nasional Komunitas Demokrasi di Bogor (16/08/2017).
Fase pertama, ulat politik. Pada fase ini dianalogikan ‘maney politik’ itu sebagai seekor ulat. Semua orang merasa ‘jijik’ melihat ulat. Dijauhi dan dibenci. Tidak ada yang mau menyentuhnya. Begitu juga halnya dengan ‘money politik’, pada fase ini benar-benar dibenci dan dicaci oleh semua orang.
Fase ini biasanya terjadi saat-saat masih jauh dari masa pemilu. Masyarakat masih memiliki kesadaran politik yang masih sangat tinggi. Masyarakat masih ‘waras’ bahwa money politik itu adalah ‘ulat’ demokrasi yang memuakkan juga menjijikkan. Bahkan beberapa diantaranya ikut mengkampanyekan untuk tidak bersentuhan dengan ‘money politik’ dalam bentuk apa pun.
Fase kedua, kepompong. Ulat yang pada fase pertama begitu menjijikkan kemudian berubah menjadi kepompong yang terbungkus rapi. Dengan bungkus ini pula, ia menjadi sesuatu yang lumayan enak untuk dilihat, walaupun masih saja merasa ‘geli’. Bungkus yang pada kepompong seakan menetralisir rasa jijik yang ada. “Ah, gak papa”.
Hal yang sama, ternyata jika dicermati pada proses money politik, juga terjadi ditengah masyarakat. Pada fase ini masyarakat mulai ‘membungkus’ money politik dengan berbagai cara sehingga terlihat dan terasa ‘gak papa’. Alibi dan pembenaran mulai dicari-cari. ‘Bungkusnya’ biasanya macam-macam seperti ucapan terima kasih, uang lelah, sekedar beli rokok, untuk jajan anak-anak, uang bensin dan lain-lain. Ada begitu banyak ‘packeging’ yang masyarakat lakukan sehingga ‘money politik’ tidak lagi terlihat menjijikkan.
Fase ketiga, kupu-kupu. Setelah kepompong ‘matang’ maka lahirlah kupu-kupu muda nan cantik dan menarik. Kupu-kupu muda melepaskan diri dari cangkang kepompong yang dalam kurun waktu tertentu sudah ia diami. Kupu-kupu kemudian menjadi binatang yang menyenangkan untuk dilihat karena sayapnya warna warni, terbangnya kian kemari. Bahkan, ketika melihat kupu-kupu cantik itu, banyak yang lupa asalnya ulat dan kepompong yang dulunya begitu menjijikkan.
Begitulah juga momen politik yang terjadi di tengah masyarakat saat ini. Ia telah bermetamorfosa pada fase kupu-kupu. ‘Money Politik’ diberi wana yang indah sehingga bisa terbang ke sana ke mari. Ia terbang bebas se bebas-bebasnya. Bahkan ia bisa ‘terbang’ ke tempat-tempat ibadah berbentuk bantuan sajadah, bantuan peralatan elektronik perlengkapan masjid. Ia juga bisa terbang ke rumah-rumah berupa bantuan untuk orang miskin, pembagian sembako gratis, bantuan ambulans, bantuan kursi roda, dan lain sebagainya.
Ketika ‘kupu-kupu’ ini terbang kian-kemari, orang sudah lupa dan benar-benar lupa jika ‘kupu-kupu’ itu sebenarnya tidak boleh hinggap di mana pun. Tapi karena metamorfosanya telah sempurna, ‘money politik’ bukan lagi menjadi sesuatu yang menjijikkan, malah sebaliknya, sesuatu yang disenangi, dicintai, dan dicari-cari. Sempurna!
Akhirnya, ‘money politik’ di negeri ini ternyata telah mengalami metamorfosis yang sempurna, dari sesuatu yang menjijikkan hingga kemudian suatu yang menyenangkan, indah dan menarik. Metamorfosis yang sempurna telah merubah wajah ‘money politik’ menjadi ‘kupu-kupu’ yang terbang kian kemari. #BNODOC22817082017
*Akademisi UIN STS dan Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi [KOPIPEDE] Provinsi Jambi
Discussion about this post